Jadi gini, Kak, posisi saya ini sebagai mahasiswa yang tinggal di kos dengan kantong pribadi. Tanpa minta orang tua. Nah sekitar kos itu banyak bocah, kebanyakan usia SD. Tapi nggak ada Taman Pendidikan Al-Quran (TPA). Sedihnya lagi para orang tua itu tau kalau saya alumni pesantren. Alhasil, disuruhlah anak-anaknya mengaji ke saya.
Dari segi pengalaman jelas masih kelabakan kalau diamanahkan buat ngajar mengaji seusia segitu. Tetapi mau nolak ya kok mikir bisa jadi ini pembelajaran.Â
Namanya manusia kesal tetap saja menghampiri terlebih ketika ngajar. Bagaimana tidak, seringkali menyuruh anak-anaknya mengaji, ini-itu, begini-begitu di TPA, orang tua malah nggak memberi contoh atau support pada anaknya. Boro-boro ngasih bisyarah, justru orang tua ngomong, “nitip anak ini ya, bang”, “minta tolong temenin anak ini, ya bang.”
Ya meskipun mengajar mengaji atau mengajar yang lain itu diganjar pahala, tapi kan kita sedang dunia yang tentu butuh penyandingnya, dana. Kecuali kalo memang tenaga pengajar sudah memiliki aset yang miliaran rupiah, nah baru nggak papa. Akhirnya ya bagaimana anak bisa belajar dengan riang kalo orang tuanya aja ngga berhasil memperhatikan liyan.
Misky R, Gandul Cinere Depok
Uneg-uneg, keluh kesah, dan tanggapan untuk Surat Orang Biasa bisa dikirim di sini
Â