Pernah nggak sih, kalian punya persahabatan dengan beberapa orang yang dulu sangat erat? Lalu, karena satu dan lain hal kalian tidak sedekat itu lagi dengan mereka. Bahkan tidak saling mengabarkan. Sampai akhirnya salah satu dari kalian mengajak untuk bertemu lagi menjalin silaturahmi.Â
Namun, pertemuan kali ini sudah berbeda dari sebelumnya. Dia berbeda menurut pandanganmu, dan bisa jadi juga sebaliknya yaitu dirimu berbeda menurut pandangannya.Â
Bagian paling menyedihkannya saat bertemu kembali ternyata dia sudah memiliki tempat baru yang membuatnya nyaman. Ini menyedihkan, tapi di sisi lain inilah kenyataan yang harus diterima.
Sudah lama aku menunggu momen ini. Ya. Bertemu dengannya kembali. Lebih tepatnya mereka. Dan mereka adalah sahabatku.Â
Jadi teringat, dulu sagking dekatnya kami, kemana-mana ya harus bertiga. Satu ikut, yang lain ikut. Satu gak ikut, yang lain juga gak ikut. Masa-masa persahabatan yang sangat menyenangkan. Dulu, segala hal bisa kami bahas panjang.Â
Dulu, obrolan panjang sampai lupa waktu itu sudah menjadi kebiasaan kami. Datang ke kampus, yang tercepat akan menempatkan bangku. Dan saling mengabarkan jika ada salah satu dari kita ada yang akan datang terlambat.Â
Persahatan kami begitu erat. Sampai kami dikenal sebagai trio, semua orang akan bertanya mana si A? Jika hanya ada aku dan B, begitu sebaliknya. Persahatan kami sedekat itu. Yaa tapi semua dulu. Sebelum akhirnya aku memutuskan untuk berpindah kampus, yang membuat akhirnya hubungan kami menjadi rumit dan berangsur-angsur menjauh dan hilang.Â
Grup chat kami perlahan tapi pasti mulai tidak ada kehidupan. Ada manusia di dalamnya, tapi manusia manusia itu sudah memiliki rumah lain. Rumah ini tetap ada, tapi hanya sekadar ada. Bukan lagi tempat yang pas untuk ditinggali atau sekadar disinggahi.Â
Waktu yang mempertemukan lagi
Setelah berbulan-bulan tidak ada kehidupan, rumah itu akhirnya seperti akan hidup kembali. Mereka mengajak untuk bertemu. Namun, karena jadwal kami yang sudah berbeda, akhirnya sulit untuk menemukan waktu yang pas untuk bertemu.Â
Sampai akhirnya, bukan kami yang mendatangkan waktu, tetapi waktu yang datang kepada kami.Â
Malam itu, mereka mengajak ku untuk bertemu. Awalnya aku ragu untuk bertemu kembali, karena memang sudah lama kami tidak pernah bertemu. Tetapi, ku akui bahwa aku pun merindukan mereka. Akhirnya aku mengiyakan ajakan itu. Mereka menjemputku.Â
Aku keluar rumah saat mendengar suara mereka. Pertama kali setelah sekian lama, akhirnya kami berkumpul kembali. Tapi kali ini, aku benar-benar merasa asing, sangat asing. Ditambah ada satu penghuni baru, yang kebetulan ia adalah teman dekatku juga saat aku masih duduk di sekolah dasar. Kini mereka bersama nya.Â
Mereka bertiga datang mengunjungiku dan membawa ku pergi ke sebuah restoran cepat saji untuk sekadar melepas rindu dan juga bercerita banyak hal.Â
Kami pun memesan makanan, lalu duduk sembari menyantap makanan yang sudah di pesan tersebut. Perbincangan pun dimulai. Mereka bertiga berbincang dan tertawa, tetapi, aku sama sekali tidak mengerti arah perbincangan dan tawa tersebut.Â
Sempat bingung awalnya, harus mengekspresikan apa. Dan akhirnya aku memutuskan untuk tetap terlihat normal agar kecanggungan dapat terminimalisir. Waktu pun terus berlalu, sampai akhirnya, salah satu dari mereka tersadar bahwa kecanggungan itu ada diantara kami.Â
Mereka pun mulai menyadari keberadaanku. Walaupun begitu, perasaan asing tetap ada di diriku. Aku memandang mereka, dan menangkap tatapan asing itu ada. Tetapi bagaimanapun, kita sudah mencoba, dan pertemuan persahabatan ini harus dituntaskan sampai akhir.Â
Berkali-kali diri ini berusaha untuk meminimilisir kecanggungan dan keasingan di antara kami. Dan akupun yakin, bahwa bukan hanya aku yang berusaha untuk melakukan hal itu.Â
Mengakhiri persahabatan dengan baik
Waktu pun terus berlalu, sampai akhirnya kami memutuskan untuk mengakhiri pertemuan hari itu. Entah kenapa, ada rasa lega setelah perpisahan itu. Seperti rasa lega karna berhasil mengakhiri pertemuan dengan baik. Walaupun keasingan dan kecanggungan itu sulit untuk di hilangkan.Â
Dan kesimpulan dari pertemuan kali itu adalah aku mengerti bahwa dunia mereka bukan aku lagi. Dan akupun mengerti bahwa ini bukanlah sebuah kesalahan dari persahabatan atau pertemanan, melainkan sebuah kenyataan yang memang seharusnya aku terima.Â
Aku yang memutuskan untuk pergi, maka akupun yang juga harus mengerti. Dan aku pun mengerti bahwa semua manusia berubah seiring waktu, termasuk dalam hubungan persahabatan. Begitu pula dengan mereka.
Uneg-uneg, keluh kesah, dan tanggapan untuk Surat Orang Biasa bisa dikirim di sini.
BACA JUGA Untuk Dosen di Surabaya: Kalau Dosen Senior Memangnya Boleh Seenaknya Sendiri? Â Dan tulisan menarik lainnya di Uneg-uneg.
Salsabila Faidha Azzahra, Bandar Lampung, Lampung
[email protected]