Saya percaya satu hal, bahwa puncak cinta seseorang kepada daerah tempat tinggalnya adalah ketika orang tersebut terus mengkritik daerah tempat tinggalnya ketika dia melihat sesuatu yang tidak beres. Dan itulah posisi saya terhadap Kota Batu, kota tempat saya tinggal saat ini.
Saya, mengalami semua fase yang dialami oleh kota ini. Mulai dari berubah dari Kecamatan di Kabupaten Malang, hingga menjadi kota yang berdiri sendiri. Selama itu, saya melihat daerah ini berkembang menjadi sebuah kota yang nyaris tak punya identitas pasti. Batu menjadi kota yang asal tumbuh, seperti tak punya guidance, akan di bawa ke mana dan mau jadi seperti apa Kota Batu ini.
Di awal berdirinya, “Agropolitan” menjadi slogan sekaligus sematan yang menancap di Kota Batu. Sesuai namanya, Agropolitan berarti kota pertanian. Artinya, pertanian menjadi image utama yang diangkat. Seharusnya.
Kenyataannya, pertanian yang belum ajeg, belum mapan betul, kota ini malah mengganti branding, mengubah image, menjadi “Kota Wisata”. Bahkan, nama “Kota Wisata” tersemat di antara nama Batu, menjadi “Kota Wisata Batu”. Pertanian yang belum ajeg, malah dibiarkan begitu saja, seakan ditinggalkan, berganti ke pariwisata yang didorong dengan agak memaksa.
Tempat-tempat wisata mulai berdiri, menggusur lahan-lahan hijau, mengganggu daerah resapan, mengganggu sumber air, bahkan tak jarang tempat wisata di bangun di atas lahan pertanian. Wisata di mana-mana, di mana-mana wisata. Mumet ndase!
Pembangunan tempat wisata yang masif, ternyata tidak dibarengi dengan pembangunan akses jalan yang mumpuni. Walhasil, macet di mana-mana. Nyaris setiap akhir pekan, jalanan kota ini penuh dengan wisatawan, penuh dengan kendaraan-kendaraan plat luar Batu. Mumet lagi ndase, lur!
Nggak tahu nanti ini sematan “Kota Wisata” akan bertahan sampai kapan. Bisa jadi, lima atau sepuluh tahun ke depan, kota ini akan mengubah image-nya lagi, dan meninggalkan image “Kota Wisata.” Entah tiba-tiba jadi “Kota Industri”, “Kota Kreatif”, mbuh, wes.
Saya itu sebagai warga yang lahir dan besar di Kota Batu, bingung sendiri dengan apa maunya kota ini. Saya bahkan sudah kehabisan kata-kata untuk menggambarkan Kota Batu saat ini. Sudah mah kotanya krisis identitas, pejabatnya nir-kualitas, walikotanya juga entah ke mana nggak pernah kelihatan.
Hadeeeuuhh, mbuh lah wes. Awuren ae mBatu ini. Sak karepmu!!
Iqbal AR
Batu, Malang
[email protected]
Uneg-uneg, keluh kesah, dan tanggapan untuk Surat Orang Biasa bisa dikirim di sini