Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Komedi Bukanlah Surat Izin untuk Bisa Mengatakan Apa Saja (Bagian 2)

Muhammad Ikhdat Sakti Arief oleh Muhammad Ikhdat Sakti Arief
1 Februari 2020
A A
Komedi Bukanlah Surat Izin untuk Bisa Mengatakan Apa Saja (Bagian 2)
Share on FacebookShare on Twitter

Tulisan saya sebelumnya tentang hal ini yang tayang di Terminal Mojok ternyata lumayan banyak yang memberikan komentar. Ada setuju dan ada yang tidak. Untuk komentar yang tidak sependapat, ingin rasanya saya balas berkomentar. Tapi saya berpikir, kenapa tidak sekalian saya tulisakan saja? Jadilah tulisan ini. Bukan tulisan seorang ahli komedi.

Tulisan tersebut sebenarnya bukan hanya berfokus pada Stand Up Comedy, tetapi terhadap komedi secara umum. Bisa ke sketsa komedi sampai dengan candaan-candaan saat berada di tongkrongan.

“Tersinggung bukan berarti benar.”

Begitu salah satu komentar yang diberikan. Dan saya setuju. Di tulisan itu kan saya bilang, salah satu penyebab dari orang tersinggung dari sebuah komedi adalah karena sumbu yang terlalu pendek. Apa saja bisa ditersinggungkan. Tersinggung atas sebuah komedi itu belum tentu benar. Belum tentu juga salah. Bisa jadi materi komedinya yang memang sampah.

Ketersinggungan terhadap sebuah komedi itu subjektif. Saya bisa jadi tidak tersinggung atas sebuah candaan, tapi kamu bisa jadi tersinggung karena hal tersebut. Walaupun ketersinggungan itu subjektif, tetapi tetap saja, seperti kata Agus Mulyadi, hal-hal subjektif itu bisa diukur. Misalnya, kalau dari 10 orang, hanya saya sendiri yang menilai sebuah lukisan itu bagus dan yang lainnya bilang lukisannya jelek, bisa jadi penilaian saya yang memang kurang tepat. Apalagi jika yang mengatakan lukisan tersebut jelek adalah orang-orang yang mengerti tentang seni.

Yang mengomentari tulisan saya sebelumnya juga sampai bawa-bawa sejarah Stand Up Comedy. Katanya, Stand Up Comedy itu awalnya dari orang kulit hitam yang menyampaikan keresahannya tentang tentang kondisi sosial dan sebagainya. Yang di mana, menurut dia, sudah pasti menyinggung soal ras. Kalau sejarahnya memang seperti itu, saya ucapkan terima kasih sudah mau berbagi pengetahuan.

Tapi, salah satu teori yang sering dibahas oleh para komedian, tragedi jika dibicarakan di waktu yang tepat, bisa menjadi sebuah komedi. Maksudnya, sebuah tragedi bisa saja menjadi bahan lawakan ketika tragedi tersebut sudah jauh tertinggal di belakang. Dan orang-orang sudah bisa berdamai dengan tragedi tersebut.

Makanya kenapa banyak komedian sekarang bisa membuat materi lawakan tentang 9/11 dan juga perbudakan ras kulit hitam. Semua peristiwa tersebut sudah tertinggal jauh ke belakang. Dan orang-orang sudah bisa berdamai dengan kejadian tersebut. “Menertawakannya” mungkin bisa mendamaikan. Dan yang menjadikan orang kulit hitam sebagai lawakan biasanya juga komedian yang berkukit hitam.

Baca Juga:

Manifesto Orang Cadel: Semua Lidah Berhak Bicara Tanpa Ditertawakan!

Komedi Norak di Tongkrongan yang Seharusnya Musnah dari Peradaban

Sekarang, komedian seperti Trevor Noah bisa dengan cerdas membuat lawakan tentang orang kulit hitam. Dan tentu saja lucu. Saya tidak yakin kalau lawakan tentang kulit hitam, atau tentang kejadian 9/11 akan diterima jika lawakannya dibawakan saat tragedi tersebut terjadi.

Tujuan komedi atau candaan itu untuk menertawakan sesuatu. Sekarang pertanyaannya, apakah bisa dibilang humanis jika kita menertawakan orang-orang yang sedang tertimpa musibah? Makanya wajar kalau orang marah dan tersinggung jika ada orang yang mengaku open-minded membuat lawakan tentang tragedi yang sementara terjadi. Ketika banyak orang sedang betul-betul berjuang melawan tragedi.

Tapi mau bagaimana lagi. Tidak semua komedian cukup mampu untuk melawak dengan cerdas. Dan mungkin, hal seperti itu adalah satu-satunya cara yang membuat beberapa komedian jadi hard-selling.

“Tapikan itu namanya dark joke?”

Seperti kata Ernest Prakarsa, dark joke itu tetaplah sebuah joke. Tapi kalau cuma dark tapi tidak lucu, itu namanya cari sensasi. Kalau sedari awal yang dikejar hanyalah kontroversi, berarti memang sampah. Sedari awal memang tidak berempati. Kalau kata Ge Pamungkas, itu bukan Stand Up Comedy, tapi Stand Up Controversy.

Bisa baca utas dari Sakdiyah Ma’ruf di Twitter kalau ingin tahu lebih banyak tentang dark joke. Di salah satu tweet-nya dia bilang, “Bukan persoalan boleh atau tidak, tapi siapa yang bercanda tentang apa.” Yang berhak untuk berkomedi soal suatu tragedi (terutama jika ingin menertawai korban) adalah orang-orang yang menjadi korban tersebut. Lebih tepatnya menertawai diri sendiri.

Contohnya, bisa lihat Dani Aditya, Difable Stand Up Comedian. Dia berkomedi sambil duduk di kursi roda karena kondisi kakinya yang tidak memungkinkan dia berdiri. Materi-materi dia itu kurang dark apa lagi? Tapi tidak ada yang tersinggung karena dia menertawakan dirinya sendiri. Mungkin juga dia bisa menginspirasi orang lain yang bernasib sama, tidak ada yang perlu ditangisi berlebihan.

“Komedi itu kan bagian dari kebebasan berpendapat.”

Kebebasan berpendapat yang tidak bertanggung jawab, itu juga sampah. Sudah berapa banyak ke-semerawut-an di negeri ini disebabkan oleh orang-orang yang berpikir bisa bicara apa saja atas nama “kebebasan bependapat”. Orang-orang yang menebar kebencian itu, mereka juga menganggapnya sebagai kebebasan berpendapat. Menyebarkan kebohongan (hoax), itu juga kebebasan berpendapat. Dan banyak dari kita yang menerima semua itu dan menganggapnya wajar juga atas nama “kebebasan berpendapat.”

“Itu kan hanya bercanda.”

Iya, sepakat. Itu cara kalian bercanda. Tapi saya kasih tahu, bercanda itu seharusnya lucu. Dan tidak semua hal bisa dikatakan atas nama “cuma bercanda”. Dan lagi-lagi, sudah berapa kali kita melihat banyak korban atas nama “candaan”. Banyak orang menganggap bullying itu sebagai candaan. “Begitu saja kok ambil hati”. Begitu katanya. Sampai ada yang kehilangan nyawa. Hanya karena sesuatu yang dianggap candaan.

“Kalau sudah tahu akan tersinggung, jangan ditonton.”

Iya, sepakat. Makanya saya sih setuju saja jika ada tempat khusus berkumpul orang-orang penikmat komedi “bebas tanpa ada batasan”. Pandji Pragiwaksono misalnya, dia punya comedy club yang orang harus bayar untuk bisa nonton. Saya yakin, di sana apa saja bisa jadi lawakan. Komedi yang “gelap gulita” sekalipun. Tidak ada yang tahu, tidak ada yang peduli. Tapi ketika komedimu itu bisa dikonsumsi publik, di situlah letak kesalahannya. Orang berhak marah atas pernyataanmu yang tak berempati. Yang lagi-lagi atas nama komedi.

Konteks dalam berkomedi itu penting. Dan saya masih yakin, komedi (candaan) itu bukan surat izin untuk bisa mengatakan apa saja. Atas nama kebebasan berpendapat sekalipun. Maaf, kami tidak punya pemikiran se-maju dan se-open minded kalian.

BACA JUGA Menikmati Jicomfest: Merasakan Selera Humor Orang-Orang Berduit atau tulisan Muhammad Ikhdat Sakti Arief lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 1 Februari 2020 oleh

Tags: coki pardedeernest prakasakomedistand up comedy
Muhammad Ikhdat Sakti Arief

Muhammad Ikhdat Sakti Arief

Nama saya Ikhdat, seorang pengangguran (semoga cepat dapat kerja) pecinta senja, penikmat kopi (biar dibilang anak indie) yang suka nulis.

ArtikelTerkait

Coki Pardede Nggak Salah, tapi Nggak Lucu Aja terminal mojok.co

Ada Hubungan Apa Antara Mojok, Coki Pardede, dan Tretan Muslim?

11 September 2019
Komedi Bukan Alasan Kalian Bisa Beropini Goblok dan Kebal dari Konsekuensi popon

Komedi Bukan Alasan Kalian Bisa Beropini Goblok dan Kebal dari Konsekuensi

30 Agustus 2022

5 Rekomendasi Stand Up Comedy Special di Netflix yang Bikin Harimu Nggak Garing!

8 Mei 2021
Komedi Norak di Tongkrongan yang Seharusnya Musnah dari Peradaban

Komedi Norak di Tongkrongan yang Seharusnya Musnah dari Peradaban

17 Juni 2023
Tolonglah, Jangan Jadikan “Open Minded” Sebagai Dalih Kebodohan Kalian!

Tolonglah, Jangan Jadikan “Open Minded” Sebagai Dalih Kebodohan Kalian!

27 Januari 2020
jokes ala bapak-bapak

Menerima Sepenuh Hati Jokes Ala Bapak-Bapak yang Menyebalkan

9 Juli 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025
5 Hal yang Jarang Diketahui Orang Dibalik Kota Bandung yang Katanya Romantis Mojok.co

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

1 Desember 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.