Kerupuk adalah camilan penyelamat di tengah masakan rumah yang itu-itu saja. Saya nggak bisa ngebayangin betapa gabutnya kehidupan ini tanpa makanan ini. Tentu ini nggak berlebihan, sebab, sebagai kawula Jawa yang kebetulan tinggal di Gunungkidul, makanan ini menjadi kudapan wajib yang (harus) ada dan cemepak di meja makan keluarga.
Saya cukup yakin hampir semua masyarakat Indonesia juga merasakan hal yang sama, apa pun jenis masakannya yang penting ada kudapan ini, kudu. Tanpa makanan ini, makanan segurih dan selezat apa pun, tetap enak sih, tapi rasanya kurang mantap saja. Bahkan, nggak sedikit ditemukan golongan manusia yang kalau makan harus pakai kerupuk, tanpa camilan renyah ini kuliner semewah apa pun menjadi hambar seketika, katanya.
Sejak ditemukan pada abad ke-9 silam, makanan ini telah menjadi entitas penting dalam sejarah panjang kuliner khas Nusantara. Sampai saat ini, makanan ini masih menjadi primadona bagi masyarakat Indonesia. Berbagai jenis kudapan ini mudah ditemukan di berbagai daerah dengan cita rasa dan karakter yang berbeda-beda.
Banyaknya jenis kerupuk tersebut telah menciptakan perbedaan kasta di tengah-tengah masyarakat berdasarkan kerupuk yang dimakan. Kasta ini menjadi penentu jenis apa yang paling populer dan sering dijumpai di meja makan. Berikut kasta kerupuk diurutkan dari tertinggi sampai terendah.
Rengginang
Saya kira semua jenis kerupuk harus tunduk dan patuh sama rengginang. Hampir setiap momen, baik hari sepele maupun hari-hari istimewa seperti Lebaran, rengginang akan selalu jadi primadona. Jenis yang satu ini sejak dulu memang sudah menguasai pasaran dunia perkrupukan.
Rengginang adalah jenis kerupuk dengan cita rasa enak, gurih, renyah, dan nyaris tanpa catat. Mantap! Bagaimana tidak, hampir semua jenis kuliner cocok disandingkan dengan rengginang. Selain itu, ukurannya yang besar dan tebal membuat rengginang ini tidak mudah melempem kayak jenis lainnya. Nggak heran, kalau rengginang tersedia di pusat oleh-oleh di berbagai daerah. Enak banget dan no debat!
Kerupuk Putih
Kasta tertinggi kedua ditempati oleh kerupuk putih. Di mana ada warung makan, di situ ada kerupuk putih. Peribahasa tersebut tampaknya masih relevan sampai sekarang. Yah, nyaris semua warung makan di Indonesia selalu menyediakan kerupuk putih. Ini membuktikan bahwa apa pun makanannya, cocok disantap bersama kerupuk putih.
Nggak hanya menjadi kudapan pendamping berbagai menu makanan, makanan ini juga biasa dipakai sebagai media lomba tujuh belasan. Kalau ini, kita udah tau ya.
Kerupuk Kulit
Kerupuk kulit menempati kasta tertinggi keempat dalam dunia kudapan kriuk-kriuk. Menyantap semangkuk soto tanpa kerupuk kulit adalah hal yang sia-sia, dosa, dan ra mashok akal! Kuliner berkuah memang kurang lengkap kalau nggak disantap bersama kerupuk kulit. Cita rasanya yang gurih dan renyah berpadu dengan segarnya kuah soto, dijamin bikin kuliner ini makin menggugah selera.
Kerupuk kulit atau rambak menjadi salah satu jenis yang digemari masyarakat Indonesia. Makanan berbahan dasar kulit hewan—biasanya kulit kerbau—ini nggak cuma cocok disantap bersama soto saja, tapi juga kuliner lainnya, kayak mi ayam, bakso, hingga bakmi Jawa.
Gendar
Kasta tertinggi kelima ditempati oleh gandar. Kudapan kriuk-kriuk ini menjadi salah satu jenis kerupuk yang cukup merakyat di Indonesia. Kerupuk berbahan dasar nasi yang dibumbui aneka rempah ini cocok dijadikan pendamping aneka masakan rumahan. Soal cita rasa sudah nggak diragukan lagi, gurih, sedikit asin, dan renyah.
Proses pembuatan gendar pun mudah, biasanya nasi akan dicampur bumbu dapur, seperti bawang putih, garam, ketumbar, dan lainnya, lalu dikenyalkan dan digilas. Setelah dibentuk menjadi segi empat, adonan akan dikeringkan, lalu digoreng sampai krenyes-krenyes.
Kerupuk Udang
Kasta kerupuk tertinggi keenam ditempati oleh kerupuk udang. Jenis ini bisa dibilang cukup bergengsi karena kerap disandingkan sama aneka kuliner lezat saat pesta hajatan. Sesuai namanya, makanan ini berbahan dasar tepung tapioka dicampur dengan udang yang telah dihaluskan. Konon, kerupuk yang memiliki cita rasa gurih mirip udang ini berasal dari Sidoarjo dan sudah ada sejak abad ke-7.
Biasanya, kerupuk udang dijadikan pelengkap berbagai jenis masakan, mulai dari rawon, soto ayam, pecel sayur, dan kuliner lainnya. Sampai saat ini, jenis ini menjadi salah satu camilan favorit masyarakat Indonesia dan mudah ditemui di pasaran. Sayangnya, ada sejumlah golongan mengaku nggak berani makan karena (katanya) sih menderita alergi udang. Masak, sih?
Kemplang
Kasta tertinggi keenam adalah kemplang. Makanan yang memiliki cita rasa ikan tenggiri ini hampir bisa ditemui di berbagai daerah di Indonesia. Dulunya, kerupuk khas Palembang ini dibuat dari ikan belida. Tapi, langkanya jenis ikan ini membuat warga lokal menggantinya dengan ikan tenggiri dan ikan gabus.
Menurut catatan sejarah, nama “kemplang” berasal dari dialek Melayu lokal yang merujuk pada proses pembuatan adonan dengan cara dipukul-pukul. Sebagian masyarakat Palembang, sampai saat ini masih menggunakan cara tradisional dalam pembuatan kemplang. Resep ini sudah diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian penting bagi sejarah panjang kuliner khas Palembang.
Kerupuk Bawang
Buat kamu yang suka jajan nasi goreng, tentu sudah nggak asing dengan kerupuk bawang. Sesuai namanya, jenis ini terbuat dari tepung tapioka yang dicampur dengan bawang putih. Makanan berbentuk bulat kecil ini memiliki cita rasa gurih, asin, dan renyah.
Saat ini, kerupuk bawang hadir dengan berbagai varian rasa dan bentuk. Rasanya yang gurih dan penampilannya yang variatif, bikin jenis ini digemari semua kalangan.
Kendati memiliki cita rasa enak dan unik, tetapi sayangnya harus puas menempati kasta terendah dalam dunia perkrupukan. Sebab, buat yang punya gigi sensitif, makanan ini cukup bikin ngilu. Ha mbok yakin.
Itulah kasta kerupuk diurutkan dari yang tertinggi sampai terendah. Apa pun itu, yang jelas, makanan ini juga telah menjadi pahlawan di tengah harga bahan pokok makanan yang semakin nggak manusiawi. Boleh lah semua harga kuliner naik, tapi kalau sampai harga makanan ini ikut-ikutan naik, saya siap revolusi, Kawan!
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kisah Kerupuk Kaleng Sunda Menguasai Lidah Orang Jogja Sejak 1930-an