ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Bangsa Kita Pernah Bercinta Dengan Langit, Lalu Sekarang Bagaimana?

Achmad Zulfikar oleh Achmad Zulfikar
24 Juli 2019
A A
Bercinta Dengan Langit

Bercinta Dengan Langit

Share on FacebookShare on Twitter

“Sebuah peradaban maju lahir dari mereka yang menguasai langit.”

Pernah mendengar atau membaca kalimat di atas? Tidak? Tentu wajar. Karena kalimat di atas tidak pernah dikutip oleh tokoh penting sains astronomi manapun di dunia. Kutipan tersebut penulis temukan ketika berselancar di dunia maya menelusuri jejak peradaban dunia di masa silam.

Akan tetapi pernyataan tersebut tidak sepenuhnya salah. Perhatikan bangsa-bangsa kuno yang memiliki peradaban maju di dunia. Mesir, Yunani, Aztec, Inca, Romawi, hingga bangsa Cina. Semua bangsa yang telah disebutkan pernah mengalami kemajuan di masa jayanya dulu. Dan kemajuan mereka selalu berkaitan erat dengan tingkat penguasaan ilmu langitnya. Tambahkan pula era kejayaan umat islam.

Ketika ilmuwan muslim mulai tampil di dunia, konsep yang mereka bawa banyak berkaitan dengan astronomi. Sebut saja satu ilmuwan yang paling terkenal, Al Khawarizmi. Sumbangsihnya terhadap ilmu matematika mungkin merupakan sumbangsih terbesar seorang muslim bagi peradaban manusia saat ini. Namun yang tak banyak diketahui, beliau juga merupakan peneliti di bidang astronomi.

Dari berbagai hal tersebut tak heran beredar pendapat di kalangan saintis bahwa ilmu langit adalah gerbang dari peradaban maju. Pun juga di zaman modern. Penemuan-penemuan baik dari fisika klasik maupun fisika modern selalu berkaitan dengan ilmu langit. Sebut saja Albert Einstein dengan teori relativitasnya atau Issac Newton yang masyhur karena hukum gravitasinya. Semuanya berkaitan dengan langit. Berbagai unsur yang mungkin tercetak di tabel periodik dalam pembelajaran kimia juga mungkin banyak yang ditemukan oleh mereka yang meneliti langit. Karena pemahaman itulah bangsa barat berlomba-lomba menginvestasikan uang mereka demi kemajuan pengetahuan astronominya.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia?

Siapapun yang tertarik dengan bidang sains, terutama fisika dan astronomi pasti pernah mendengar nama observatorium Bosscha. Observatorium peninggalan Hindia Belanda yang terletak di Lembang, Jawa Barat ini masih menjadi satu-satunya observatorium di Indonesia. Observatorium ini pula lah yang melandasi kelahiran program pendidikan astronomi di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang hingga saat ini masih menjadi satu-satunya perguruan tinggi di Asia Tenggara yang menyediakan program pendidikan astronomi. Dan sekarang Indonesia sedang membangun satu obsevatorium lagi di Timau, Nusa Tenggara Timur.

Sayangnya hal tersebut belum layak untuk kita banggakan. Kenapa? Karena pengetahuan masyarakat Indonesia akan astronomi maupun ilmu langit lainnya tergolong rendah. Lihat saja di sistem pendidikan negeri kita sekarang. Pelajaran astronomi disisipkan di 2 mata pelajaran, yaitu Geografi dan Fisika. Tidak ada mata pelajaran khusus yang membahas astronomi. Ironisnya, kedua mata pelajaran tersebut terletak di dua kutub berbeda, satu terletak di kubu IPA dan yang satu berada di kubu IPS. Otomatis mereka yang ingin mempelajari ilmu langit sejak masa sekolah tidak bisa menerima hasil yang maksimal karena salah satu pembelajaran pasti tak bisa mereka ikuti.

Selain itu hanya satu perguruan tinggi yang menyediakan program astronomi membuat ilmu langit ini tidak bisa tersebar dengan baik. Tidak masalah apabila satu tempat itu untuk satu pulau Jawa saja. Akan tetapi satu tempat ini diperuntukkan bagi Indonesia yang merupakan salah satu negeri terbesar di dunia. Dengan adanya 5 pulau besar di Indonesia tentu setidaknya membutuhkan 1 program studi astronomi di tiap pulau agar pemerataan ilmu astronomi di Indonesia bisa lebih lancar.

Karena sesungguhnya khazanah ilmu langit negeri ini sangat kaya. Sebutlah suku Mandar di Sulawesi Barat atau Suku Bugis dari Sulawesi Selatan yang berlayar dengan membaca pertanda alam. Meskipun tak disadari, tapi mereka telah menerapkan ilmu astronomi dalam pembacaan pertanda alam tersebut, yaitu dengan membaca rasi bintang untuk menentukan arah atau bahkan menentukan musim. Petani-petani nusantara pun banyak menggunakan pertanda alam dari rasi bintang sebagai penentu masa panen dan masa tanam. Dan masih banyak suku-suku di pelosok nusantara yang mengembangkan astronomi baik dari pertanda alam maupun yang lainnya untuk bertahan hidup.

Hal tersebut tentu belum termasuk pesantren yang terus mengembangkan ilmu falak yang merupakan ilmu perbintangan dari kalangan umat muslim. Dengan begitu banyaknya perbedaan dalam memandang langit tentu diperlukan wadah yang lebih merata demi standardisasi ilmu astronomi bagi semua pihak. Para anak petani berhak tahu bahwa rasi bintang Waluku yang selama ini digunakan dari zaman nenek moyang mereka untuk menentukan masa tanam dan masa panen di dunia luas lebih dikenal sebagai rasi bintang Orion. Para anak nelayan juga berhak tahu bahwa Gubuk Penceng yang dijadikan patokan arah selatan sejak zaman dahulu di kalangan luas mahsyur dikenal sebagai rasi bintang Crux. Begitu pula semua pihak yang tertarik dengan langit. Mereka layak mendapatkan kesempatan dan pengetahuan yang sama dengan yang selama ini dunia luar ketahui.

Dengan berbagai masalah tersebut tentu tak mudah bagi negara kita untuk mengembangkan astronomi. Tapi hal tersebut juga bukan hal yang mustahil. Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang tuan tanah dari perkebunan teh di Lembang era Hindia Belanda juga mengalami banyak hambatan dalam mewujudkan pembangunan observatorium impiannya. Butuh waktu bertahun-tahun serta dana yang saat itu terbilang cukup tinggi untuk membangun itu semua. Namun rasa cinta dan penasaran terhadap ilmu langit lah yang membuat Bosscha tetap bertahan dalam pembangunan tersebut. Karena itulah namanya diabadikan sebagai nama observatorium yang ia bangun tersebut.

Hal ini menunjukkan, bangsa kita, meskipun melalui Hindia Belanda dan seorang tuan tanah Belanda, pernah mencoba bercinta dengan langit. Pernah dihantam rasa penasaran yang tak terbendung akan misteri yang tersembunyi di langit. Sekarang mungkin bangsa ini masih takut menunjukkan kecintaannya kembali terhadap langit. Namun layaknya orang jatuh cinta, negeri ini, dan seluruh rakyat yang ada di dalamnya, mereka akan menyadari bahwa dari langit lah bangsa ini pernah mencoba berjaya, dan kelak dari langit lah bangsa ini juga akan mencoba meraih jayanya kembali. Tak mudah memang, tapi layak diperjuangkan.

Terakhir diperbarui pada 19 Januari 2022 oleh

Tags: Bercinta Dengan Langitilmu pengetahuanIndonesiasainssejarah
Achmad Zulfikar

Achmad Zulfikar

ArtikelTerkait

Sumber gambar Pixabay

Pelaku Pelecehan Seksual dan para Petinju Andal

9 September 2021
5 Kuliner Legendaris di Kota Depok: Bakso Comberan Adalah Andalan! Terminal Mojok.co sejarah depok

Keunikannya Sudah Mendarah Daging: Sejarah Depok sebagai Sebuah Negara dan Merdeka Sejak 1714

12 September 2023
4 Lokasi Wisata Banyuwangi yang Paling Cocok untuk Pacaran Low Budget Terminal Mojok

3 Peninggalan Kolonial Belanda di Banyuwangi yang Jarang Diketahui

20 Maret 2022
Selama Kepemilikan Tanah Masih Dikuasai Segelintir Orang, Konflik Berdarah Akan Terus Lahir dan Dunia Makin Getir dago elos

Selama Kepemilikan Tanah Masih Dikuasai Segelintir Orang, Konflik Berdarah Akan Terus Lahir dan Dunia Makin Getir

21 Agustus 2023
Sejarah Gunung Gede Pangrango dan Mitos Makhluk Gaib Pengganggu Pendaki terminal mojok

Sejarah Gunung Gede Pangrango dan Makhluk Gaib Pengganggu Pendaki

8 Desember 2021
Kisah Lokomotif Tua yang Teronggok di Depan SMK 2 Jogja yang Ternyata Lokomotif Paling Bersejarah Di Indonesia

Kisah Lokomotif Tua yang Teronggok di Depan SMK 2 Jogja yang Ternyata Lokomotif Paling Bersejarah Di Indonesia

25 Februari 2024
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
berwajah boros

Kalian yang Berwajah Boros, Mohon Bersabar

trailer gundala

Nonton Trailer Gundala? Ogah!

zidane

Menanggapi Tulisan 'Real Madrid itu Butuh Ronaldo, Bukan Zinedine Zidane': Real Madrid Bukan Hanya Sekadar Kehilangan Cristiano

Terpopuler Sepekan

Derita Punya Rumah Pinggir Sungai di Desa, Angan-angan Hidup Damai Rusak karena Banjir dan Reptil Mojok.co

Derita Punya Rumah Pinggir Sungai, Angan-angan Hidup Damai Rusak karena Banjir dan Reptil

17 Juni 2025
5 Barang yang Haram Ada di Dalam Rumah Subsidi 14 Meter

5 Barang yang Haram Ada di Dalam Rumah Subsidi 14 Meter

16 Juni 2025
Sinar Jaya & Juragan 99 Terbaik, Harga KA Eksekutif Makin Gila (Unsplash)

Tiket Kereta Semakin Mencekik, Sleeper Bus Sinar Jaya dan Juragan 99 Menyelamatkan Kewarasan Isi Dompet para Pekerja

11 Juni 2025
Stasiun Cepu Blora, Stasiun Kecil di Jalur Pantura Timur yang Nggak Bisa Disepelekan

Cepu Blora Adalah Daerah Serba Tanggung: Masuk Jawa Tengah, tapi Lebih Dekat dengan Jawa Timur

13 Juni 2025
Sekolah Tumbuh: Meluruskan Miskonsepsi Sekolah Inklusi, Menumbuhkan Harapan

Sekolah Tumbuh: Meluruskan Miskonsepsi Sekolah Inklusi, Menumbuhkan Harapan

12 Juni 2025
Perang Iran Israel Panasnya Sampai Pantat Orang Bantul (Unsplash)

Perang Iran Israel: Meledak di Langit, Imbasnya Dirasakan Warga Bantul yang Lagi Bingung Caranya Beli Gas 3 Kilo

17 Juni 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=jxGwBYZnCJg

DARI MOJOK

  • Sri Hastuti, Pelatih Sepak Bola Putri yang Melatih dengan Hati
  • Rasanya Jadi Perantau Mengurus KTP Hilang di Dukcapil Sleman: “Sat-Set”, Lima Menit Selesai, Tidak Ribet Seperti di Tangerang
  • Pertama Kali Punya Mobil Pribadi buat Pamer ke Tetangga, Malah Berujung Repot Sendiri hingga Dijual Lagi
  • 8 Tahun Mengendarai Yamaha Mio Bekas Motor Kakak, Sudah Nggak Cocok buat Pergi Wisata dan Sering Bawa Sial tapi Tetap Berharga
  • Naik Bus Mira karena Pengin Nikmati Perjalanan dengan Harga Murah, Malah Menderita karena “Keanehan” Penumpangnya
  • Pengalaman Pertama Naik Pesawat: Sok Berani padahal Takut Ketinggian, Berujung Malu dan Jadi Aib Tongkrongan

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.