Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Hiburan Film

Nonton Trailer Gundala? Ogah!

Tappin Saragih oleh Tappin Saragih
25 Juli 2019
A A
trailer gundala

trailer gundala

Share on FacebookShare on Twitter

Dalam waktu dekat ini, ada dua film yang akan saya tonton dengan seorang teman di bioskop. Pertama, Once Upon a Time in Hollywood film ke sembilan Quentin Tarantino yang kerap menggunakan soundtrack musik dari tahun 1960-an hingga 1980-an itu. Kalau kalian penggemar film dan sudah menonton Pulp Fiction, menurut saya pribadi kemungkinan besar kalian akan ketagihan dengan “keanehan dan kegilaan”. Kedua, Gundala dari Joko Anwar. Yang terakhir kalian sudah tidak asing lagi. Apalagi sampai hari ini Pengabdi Setan masih bergaung di mana-mana

Seperti film-film baru pada umumnya, tentu ada trailer untuk menarik perhatian masyarakat. Selain di televisi, sekarang trailer ini sangat mudah ditemukan di ini sangat mudah ditemukan di YouTube. Trailer biasanya singkat dan mengundang rasa penasaran. Lalu, di sana juga ada ekspektasi atau harapan—kualitas film—yang dijanjikan. Dengan trailer, masyarakat diharapkan tertarik dan menonton film tersebut. Singkatnya, trailer bisa disebut semacam pengumuman atau ajakan. “Ayo nonton, kalian pasti akan terhibur dan puas.”

Saya pribadi sebenarnya tidak terlalu banyak—maniak—nonton film. Kalau mundur ke belakang, masa kecil saya lebih akrab dengan film-film Bollywood. Nama Rahul, Kajol atau Tuan Takur  familiar bagiku. Saat SMP saya mulai akrab dengan film kungfu.  Periode ini saya ingat nama seperti Jackie Chan, Jet Li atau Andy Lau. Setelah SMA baru lebih sering menonton film Hollywood. Van Damme, Rocky—Sylvester Stallone, Arnold Swarchnegger atau Steven Seagal adalah beberapa nama yang akrab denganku.

Dari kecil sampai SMA, saya menonton apa yang tersedia di televisi atau apa yang ingin ditonton orang banyak—saat itu televisi masih barang langka dan mewah, jadi kalau menonton pasti rame-rame. hehe. Sesudah kuliah, saya mulai menikmati film yang lebih variatif, baik dari segi genre maupun negara pembuat film. Saya semakin sering menonton film berdasarkan rekomendasi teman. Selain bisa menonton di laptop—bajakan sih—saya juga mulai merasakan kenikmatan kota—bioskop.

Jaman berubah, teknologi internet semakin maju, lingkaran pertemanan bertambah, selera film saya pun ikut berubah. Dulu saya tidak kenal apa itu trailer. Film-film terbaru paling saya ketahui lewat televisi. Kemudian saya bisa menikmati film-film bagus berdasarkan rekomendasi yang terpajang di media—IMDB misalnya. Dengan perkembangan media sosial—internet, saya jadi tahu film-film terbaru atau yang akan rilis bahkan satu dua tahun mendatang lewat trailers yang diunggah.

Nah, karena trailer inilah saya juga semakin sering atau tertarik merasakan dan menonton film di bioskop. Namun persentase kepuasan pengalaman saya menonton sebelumnya—televisi dan laptop—ternyata jauh lebih tinggi daripada pengalaman saya menonton di bioskop. Delapan puluh persen saya merasa kecewa. Kenapa?

Dari pengalaman menonton sebelumnya, tanpa saya sadari saya ternyata sudah punya standar kualitas sendiri. Standar itu terbentuk setelah menonton berbagai rekomendasi media atau teman. Beberapa film yang saya tonton saat itu misalnya Cast Away, The Da Vinci Code, PK, The Pianist, 3 Idiots, The Shawshank Redemption, 12 Angry Men, ?—tanda tanya—, Sang Penari. Ditambah berbagai pengalaman diskusi dan baca resensi film, saya menjadi tipe penonton yang harus puas lahir dan batin—jiwa, pikiran, mata dan telinga.

Setelah saya renungkan, trailer yang saya tonton ternyata memberikan terlalu banyak harapan—palsu—pada saya. Sehingga, ketika saya menontonnya dan tidak sesuai dengan ekspektasi yang sudah terbentuk dalam pikiran, kekecewaan saya menjadi lebih besar, berlipat-lipat. Tak jarang keluar dari bioskop saya jadi uring-uringan, tidur tidak nyenyak. Kecewa berat.

Baca Juga:

Pengepungan di Bukit Duri: Distopia Diskriminasi Rasial terhadap Etnis Tionghoa

5 Bioskop Murah di Jakarta yang Harganya Masih di Bawah Rp35 Ribu

Selain itu, kejutan-kejutan yang harusnya saya rasakan saya temukan saat menonton kadang-kadang malah ditunjukkan dalam trailer. Sehingga di bioskop saya sudah tidak terkejut. Sialnya, kejutan terbaik justru yang ditunjukkan dalam trailer. Padahal kejutan-kejutan itu punya peran penting dalam merajut kepuasan.

Dari pengalaman itu, saya dan teman memutuskan tidak menonton trailer lagi. Kami sepakat trailer seperti blurb sebuah buku yang kerap kali menggoda tapi isinya belum tentu benar-benar memuaskan lahir dan batin. Trailer kerap jadi jebakan dari sistem marketing saja. Lebih baik berpetualang langsung tanpa ada harapan, janji atau rambu-rambu yang ternyata semu—palsu. Lebih baik menontonnya sampai habis secara langsung. Seperti buku, lebih baik langsung membacanya.

Bahkan resensi/review para ahli—kritikus film—atau rekomendasi orang-orang atau media seperti IMDB, menurut saya itu malah bisa membatasi langkah kita bertemu film-film menarik lainnya. Berdasarkan pengalaman bersama teman dalam petualangan—film lama atau film baru, ternyata ada banyak film bagus baik dari segi sinematografi, pilihan musik latar—soundtrack, akting para aktornya, maupun skenario (jalan cerita) yang kurang beruntung di pasaran.

Karena itu, kami juga tidak mau menonton trailer film terbaru Tarantino dan Joko Anwar yang akan datang ini. (Kami juga berusaha sebisa mungkin menuntup telinga dari para spoiler). Karena kami puas menonton beberapa film mereka sebelumnya, kami hanya bisa berharap karya terbaru ini konsisten pula dalam kualitas yang mampu memuaskan lahir dan batin.

Kalian boleh tidak setuju dengan pendapat saya. Saya sendiri yakin sutradara yang punya integritas dan value pasti akan tetap konsisten melahirkan karya-karya yang bagus—berkualitas. Orang-orang seperti mereka akan mendapatkan penonton yang setia dan loyal. Dan saya sendiri menghargai orang yang konsisten dan punya integritas. Karena itu, saya tidak butuh trailer karena waktu akan menunjukkan apakah saya pantas setia atau tidak.

Terakhir diperbarui pada 19 Januari 2022 oleh

Tags: film barugundalajoko anwarNonton FIlmpengabdi setantrailer film
Tappin Saragih

Tappin Saragih

ArtikelTerkait

3 Tipe Orang yang Sebaiknya Nggak Nonton Film di Bioskop Terminal Mojok

3 Tipe Orang yang Sebaiknya Nggak Nonton Film di Bioskop, Apakah Kamu Salah Satunya?

1 Desember 2022
kang cilok

Jualan Cilok Dekat Lokasi KKN di Desa Penari: Cerita Versi Kang Cilok

4 September 2019
Analisis Ustaz atau Pendeta Kalah di Pengabdi Setan dan Film Horor Lainnya

Analisis Ustaz atau Pendeta Kalah di Pengabdi Setan dan Film Horor Lainnya

9 Agustus 2022
8 Film Indonesia yang Overrated, Harusnya Nggak Perlu Dipuja Seheboh Itu Terminal Mojok.co

8 Film Indonesia yang Overrated, Harusnya Nggak Perlu Dipuja Seheboh Itu

23 April 2022
gelisah karena gundala

Gelisah Karena Gundala: Harapan Baru Jagat Perfilman Indonesia

11 September 2019
perfilman

CGI di Perfilman Indonesia yang Semakin Baik dan Patut Diapresiasi

3 September 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Film Pangku, Titik Balik Saya sebagai Laki-laki Memahami Ketimpangan Gender di Masyarakat Mojok.co

Film Pangku Jadi Gerbang untuk Saya sebagai Laki-laki Memahami Isu Gender

12 November 2025
Sewon Bantul Tidak Hanya Kampus ISI, Ada 3 Tempat Ini yang Membuatnya Semakin Menarik Mojok.co

Sewon Bantul Tidak Hanya Kampus ISI, Ada 3 Tempat Ini yang Membuatnya Semakin Menarik

15 November 2025
KA Batavia Rute Jakarta-Solo, Satu-satunya Kereta Ekonomi yang Berangkat dari Stasiun Gambir

KA Batavia Rute Jakarta-Solo, Satu-satunya Kereta Ekonomi yang Berangkat dari Stasiun Gambir

12 November 2025
Dosen Bukan Dewa, tapi Cuma di Indonesia Mereka Disembah

Ketahuilah Wahai Mahasiswa, Kelas yang Sunyi Bikin Kami para Dosen Sakit Hati

11 November 2025
Pantai Air Manis Padang, Lokasi Legenda Malin Kundang yang Cukup Dikunjungi Sekali Saja

Pantai Air Manis Padang, Lokasi Legenda Malin Kundang yang Cukup Dikunjungi Sekali Saja

18 November 2025
Alasan Jingle MR DIY Terus Terngiang dan Membekas di Pikiran Jutaan Orang Indonesia

Alasan Jingle MR DIY Terus Terngiang dan Membekas di Pikiran Jutaan Orang Indonesia

15 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=xlSfd228tDI

DARI MOJOK

  • Driver Ojol di Malang Pertama Kali Dapat Pesanan Bersihin Makam dan Nyekar di Pusara Orang Kristen, Doa Pakai Al-Fatihah
  • Komikus Era 80-an Akui Sulitnya Membuat Karya di Masa Kini, bahkan Harus Mengamati Lewat Drakor untuk Kembangkan Cerita Anak
  • Lari Sambil Nikmati Kopi dan Pastry, Fitbar Hadirkan Shake Out Run Pertama di Indonesia
  • JILF 2025 Angkat Isu Sastra dan Kemanusiaan
  • Momen Terima Gaji Pertama bikin Nangis dan Nyesek di Antara Perasaan Lega
  • Sibuk Skripsian sampai Abaikan Telpon Ibu dan Jarang Pulang, Berujung Sesal Ketika Ibu Meninggal

Summer Sale Banner
  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.