Mendengar kata wibu pasti yang terbersit di otak kita semua adalah bau bawang, cocok dijadikan bahan tertawaan, dan berkaitan erat dengan hal-hal berbau Jepang. Membahas wibu sejauh yang saya alami ujungnya pasti bisa ditebak, semua orang serasa jijik dan aneh. Mereka sendiri sendiri bisa dibilang julukan atau simbol ejekan bagi para pencinta jejepangan secara ekstrem. Tapi bukan berarti wibu ini bahaya, lho. Justru sebaliknya, wibu ya manusia juga. Bukan sejenis makhluk luar angkasa yang terdampar ke bumi.
Wibu menurut sejarahnya (ceilah sejarahnya) dari apa yang telah saya kulik berasal dari kata weeaboo yang katanya berasal bahasa Inggris. Tapi setelah saya cari arti weeaboo di Google Translate justru tidak ada maknanya sama sekali. Ternyata kata weeaboo ini harus diterjemahkan di Urban Dictionary dan artinya seperti ini :
A person who retains an unhealthy obsession with Japan and Japanese culture, typically ignoring or even shunning their own racial and cultural identity. Many weeaboos talk in butchered Japanese with the 8 or so words they know (i.e. kawaii, desu, ni chan). While weeaboos claim to love and support Japanese culture, counter intuitively, they tend to stereotype Japanese culture by how it appears in their favorite anime, which can be safely assumed to be offensive to the Japanese.
Intinya Urban Dictionary mengatakan kalau weeaboo itu adalah orang-orang yang memiliki obsesi berlebih terhadap budaya Jepang dan sebaliknya mengabaikan identitaas, ras, dan budayanya sendiri. Nah, dari kata weeaboo itulah muncul kata serapan wibu yang sampai sekarang menjadi identitas tak resmi mereka-mereka yang dianggap terlalu obsesif dengan budaya Jepang. Ingat, dengan budaya Jepang loh, ya. Jadi mereka itu tidak hanya mencintai anime, game, dan manga saja. Tapi mereka yang pantas dicap wibu adalah mereka yang sudah mencintai budaya Jepang secara menyeluruh dan total.
Di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bahwa menjadi wibu itu sangat tidak menyenangkan. Sering diejek, dijadikan lelucon, dan bahan tertawaan. Apalagi banyak orang membuat stereotip bahwa mereka itu cupu dan kuper, kerjaannya cuma ngayal sama pacar 2 dimensinya saja. Sedih memang jika melihat mereka yang sering tersakiti batinnya. Apalagi muncul istilah yang membuat wibu sahih memegang status objek lelucon. Ketika kalimat wibu bau bawang beredar. Sudahnya kata wibu begitu konyol di pikiran orang banyak. Ini ditambah kalimat bau bawang. Bukan main, status wibu mungkin semakin berat saat ditambah embel-embel bau bawang.
Namun sebenarnya kalimat wibu bau bawang itu tidak sepenuhnya benar dan bersifat sangat subjektif. Karena saya punya dua orang teman yang sebenarnya mereka tidak pernah saya panggil wibu. Tapi gerak-gerik mereka berdua ini memang layak diganjar dengan sebutan wibu. Sebut saja mereka Edo dan Edi (nama samaran).
Dua orang ini menurut saya adalah dua jenis manusia yang bisa saya jadikan pelarian kalau saya mau basa-basi soal manga atau anime. Kebetulan saya suka One Piece, jadi saat saya mau ngomongin One Piece, Edo dan Edi ini sering saya jadikan teman diskusi. Menariknya dan mungkin bagi saya luar biasa adalah Edo dan Edi ini khazanah per-manga-annya dan per-anime-annya luar biasa. Berbeda dengan saya yang hanya menyukai One Piece dan Naruto. Edo dan Edi tidak.
Hampir semua jenis anime dan manga mereka tahu ceritanya. Mulai dari anime dan manga yang paling jadul sampai yang modern mereka tahu. Wow, inilah yang membuat saya tertarik dengan mereka. Wawasan soal dunia anime dan manganya luas sekali. Saya sempat berpikir seandainya di Indonesia ada mata pelajaran manga dan anime. Saya yakin Edo dan Edi ini bakal direkrut jadi pengajarnya.
Setelah lama berteman dengan Edo dan Edi, saya akhirnya mulai sadar bahwa Edo dan Edi tidak hanya wawasan anime dan manganya saja yang luas. Ternyata mereka berdua juga sering ikut festival jejepangan, ikut komunitas jejepangan, dan kalau ngomong sama saya sering kali menyelipkan kalimat-kalimat Jepang. Foto profil medsosnya Edo dan Edi pun gambarnya karakter anime Jepang.
Selain itu ketika saya berkunjung ke rumah mereka, akhirnya saya yakin bahwa teman saya ini adalah seorang wibu. Isi lemari baju si Edi banyak sekali baju-baju ala Jepang mulai yang model jadul hingga baju-baju cosplay anime-anime populer. Edo juga begitu, isi lemari bajunya kebanyakan baju cosplay anime-anime yang lagi hits sekarang. Ditambah lagi kamar Edo dan Edi banyak sekali gambar-gambar karakter manga dan anime Jepang. Tidak hanya itu, pernak-pernik ala Jepang mereka juga punya banyak.
Berteman dengan Edo dan Edi sebenarnya biasa saja (walau memang kadang banyak anehnya karena melihat tampilan mereka yang kayak orang Jepang dan gaya bicara yang sok-sok an Jepang). Mereka tidak pernah menyebut diri mereka wibu dan saya pun tidak pernah mau menyinggung hal tersebut saat berbicara dengan mereka. Bagi saya, walau Edo dan Edi ini masuk kriteria yang layak disebut wibu. Tapi saya sadar, mereka teman saya dan konyol sekali saya mengejek mereka wibu sambil joget-joget dengan wajah bodoh.
Dan seperti pertanyaan dari judul artikel ini. Apa benar wibu itu bau bawang? Selama tiga tahun saya berteman dengan Edo dan Edi. Sedikitpun tidak pernah saya mencium bau bawang di tubuh mereka. Malahan Edo dan Edi ini lebih wangi dari saya. Tampilan mereka pun tidak kumal-kumal amat. Ditambah saya melihat effort Edo dan Edi ini memang unik dan ngeri.
Pasalnya ketika saya tanya harga baju, pernak-pernik, serta biaya dalam mengikuti aktivitas jejepangan, ternyata biaya yang dikeluarkan tidak bisa dibilang murah. Harga baju ala-ala Jepang saja Edo mengatakan kepada saya pernah ia beli dengan harga yang sama saat beli PS 3. Ketika saya tanya kenapa dia mau mengeluarkan uang sebanyak itu, jawabannya sederhana, “Ya aku suka dan hobi, Bro.” Ngeri juga hobinya.
Effort menjadi wibu layaknya Edo dan Edi ternyata mahal. Saya tidak tahu dengan wibu-wibu selain Edo dan Edi ini, apakah juga sebegitu mahalnya? Yang pasti Edo dan Edi ini tidak bau bawang. Dan mereka juga punya pacar. Walau gerak-gerik mereka mulai dari gaya pakaian, aktivitas, gaya rambut, dan tingkah laku itu sudah masuk kategori wibu yang sahih. Mereka tetap hidup layaknya manusia normal yang tahu akan cinta dan tidak terjebak dalam dunia percintaan dua dimensi. Memang mereka sering diejek, tapi mereka terlihat biasa saja. Tidak minder dan malu, intinya ya biasa aja.
Jadi saya menarik kesimpulan bahwa wibu bau bawang adalah pernyataan subjektif yang tidak semua wibu seperti itu. Mungkin di luar sana ada wibu wangi dan mungkin memang ada wibu bau bawang. Kembali ke diri masing-masing wibu dan pengalaman kita semua ketika berhadapan dengan para wibu. Dan bagi saya, wibu yang saya temui ini adalah wibu yang wangi. Begitulah, mereka ini memang unik. Dilihat dari sisi satu, lucu. Dilihat dari sisi dua, ternyata effort-nya lumayan. Dan dilihat dari sisi tiga, ternyata semua itu subjektif. Benar nggak, teman-teman wibu?
BACA JUGA Sarankan Nonton Anime Naruto pada Kaum Penghujat Jomblo atau tulisan M. Farid Hermawan lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.