Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Alasan Sebagian Orang Desa Saya Lebih Nyah-Nyoh Iuran Konser Dangdut ketimbang Infak Masjid

Aly Reza oleh Aly Reza
1 Juni 2020
A A
donasi infak masjid infaq saweran dangdut urunan dangdutan konser dangdut mojok.co

donasi infak masjid infaq saweran dangdut urunan dangdutan konser dangdut mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Di desa saya, sejauh yang saya tahu, setidaknya ada empat agenda besar yang sekarang sudah tinggal rencana karena terhalang wabah corona. Kegiatan itu meliputi ziarah Wali Songo, pengajian wisuda akbar madrasah yang sedianya dilaksanakan Mei lalu, konser dangdut, serta pagelaran ketoprak tadinya akan dihelat bulan ini. Kalau melihat wajah-wajah panitia, baik yang dari ziarah Wali Songo dan pengajian maupun panitia penyelenggara dangdut, memang tampak sangat kecewa. Tapi mau gimana lagi, keadaannya emang harus demikian.

Tapi saya nggak sedang mengajak Anda ngobrolin soal kekecewaan mereka karena gagal menggelar acara. Ada satu hal yang menurut saya cukup menarik buat diulik. Perihal perseteruan antara dua kelompok masyarakat di desa saya: antara kelompok yang support kegiatan-kegiatan keagamaan dan yang pro-nya cuma sama konser dangdut. Terdengar lucu, tapi demikianlah yang terjadi di desa saya. Dua kelompok ini emang ibarat air dan minyak. Ada dalam satu wadah, tapi susah banget buat nyatu.

Tentu besar harapan seandainya saja kedua kelompok ini bisa saling support. Kelompok agamis sesekali nggak ada salahnya, dong, bantu-bantu teknis maupun finansial buat menyukseskan acara dangdut. Begitu juga sebaliknya. Namun sayangnya, hal tersebut rasa-rasanya kok sukar terjadi.

Pihak agamis akan selalu kontra dengan konser dangdut dan sejenisnya karena dinilai mengundang kemaksiatan. Begitu juga pihak pencinta dangdut akan menganggap orang-orang agamis sebagai kelompok yang terlalu kolot. Orang-orang agamis akan ogah-ogahan kalau ditarik iuran buat dangdutan. Padahal sikap sebaliknya juga dilakukan panitia dangdut, bahkan lebih parah: menolak mentah-mentah kalau dimintai infak.

Selama ini saya sudah teramat sering mendengar alasan dari kelompok agamis (dewan ustaz dan nadir masjid) yang intinya, konser dangdut dan sejenisnya itu mubazir. Terlalu buang-buang uang, tapi minim manfaat. Yang ada malah ngundang dosa karena penyanyinya berbusana seksi dan nggak jarang juga kalau konser berlangsung, mesti dibarengi dengan pesta arak dan tawuran.

Baru kemarin siang saya mendengar sambatan langsung dari salah satu panitia dangdut yang kebetulan kawan saya sendiri, kenapa dia lebih nyah-nyoh kalau ditarik iuran dangdut ketimbang infak buat acara-acara masjid. Entah buat pengajian, pembangunan, atau hal-hal lain.

“Uang yang masuk ke masjid itu nggak pernah jelas arahnya, nggak transparan, dan manfaatnya nggak dinikmati secara nyata,” ujar kawan saya memulai perbincangan. Kawan saya ini emang saya kenal sebagai orang yang skeptis dan kritis dengan model pengelolaan uang di masjid (untuk menghindari istilah suuzon).

Begini, kalau lagi narik infak, orang-orang masjid sering banget ngasih embel-embel, “Daripada uangnya dibuang-buang buat dangdutan, mending diinfakkan buat acara pengajian yang sudah jelas-jelas dapat pahala dan dicatat sebagai amal jariyah.” Padahal panitia-panitia dangdut nggak pernah bikin narasi serupa kalau lagi narik iuran. “Narik ya narik aja, nggak usah ngejatuhin juga,” dengus kawan saya.

Baca Juga:

Saya Muslim, tapi Saya Enggan Tinggal Dekat Masjid dan Musala

4 Perbedaan Ibadah di Masjid Indonesia dan Turki, Salah Satunya Pakai Sepatu ke Tempat Wudu

“Kalau dapat pahala sih, mungkin iya. Tapi apakah masyarakat dapet manfaatnya secara langsung juga? Sebab kalau dicermati, seandainya uang-uang infak itu buat kebutuhan pengajian, baik dari sound system, bisyarah kiai, panggung, atau bahkan keperluan konsumsi, seperti membeli kambing atau sapi buat disembelih, tapi toh daging kambing yang ngerasain juga cuma orang-orang itu (panitia) thok. Masyarakat malah masih harus bawa bungkusan berkatan dari rumah masing-masing buat disumbangkan.”

Menurut kawan saya, ini nggak sama rata dan nggak sama rasa.

“Oke, bener, emang panitia yang mikirin segala macemnya. Tapi ya nggak jadi pembenaran buat ngambil keuntungan pribadi juga, dong,” papar kawan saya.

Untuk kasus pembangunan masjid pun sama halnya. Kawan saya mencurigai, dibanding dialokasikan untuk membeli kebutuhan material, uang infak tersebut sepertinya lebih banyak masuk ke kantong-kantong para nadir masjid. Sebab, kalau ditimbang-timbang, dengan infak bertahun-tahun, harusnya ada perubahan yang signifikan minimal dalam wujud fisik masjid. Nyatanya tidak. Rupa masjid bertahun-tahun nggak berubah. Kalau toh ada perubahan yang paling mencolok, itu hanya pada warna catnya. Sangat berbeda dengan masjid-masjid di luar desa saya yang menurut pantauan kawan saya, terbukti ada perubahan besar dari yang semula cuma berlantai semen, kini sudah pakai marmer.

“Yo, mohon maaf nih, ya. Selama pihak masjid nggak transparan, saya bakal menaruh curiga kalau uang-uang itu kemungkinan masuk ke kantong-kantong para nadir masjid sendiri,” vonis kawan saya. “Udah nggak usah naif. Sekarang ini ya, nggak pejabat, rakyat biasa, atau ustaz dan kiai sekalipun, bisa saja kok tergoda buat korup. Buktinya, menteri agama dan petinggi partai Islam saja ada yang terseret kasus beginian.” Apa yang dikatakan kawan saya ini bisa benar bisa salah. Sebab bagaimanapun, seperti apa kata Faisal Oddang: tidak ada yang suci di bawah matahari ini.

Kelengkapan fasilitas masjid pun dinilai kawan saya sangat menyedihkan. Pengeras suara yang nggak memadai, AC juga nggak ada, karpet dengan kualitas buruk, dan mesin audio yang kadang megap-megap. Harusnya, dengan uang infak yang dihimpun sekian lama, fasilitas masjid sudah ada peningkatan. Kawan saya mencoba membandingkan dengan musala-musala kecil yang bahkan sudah masang AC.

“Ya karena alur uangnya jelas. Bener-bener buat musala, bukan buat pengurusnya!” cecar kawan saya.

Maka jelas sudah kenapa kemudian kelompok pencinta dangdut kelihatan lebih nyah-nyoh kalau ditarik iuran buat dangdutan dan mendadak jadi pelit terhadap tarikan infak dari masjid. Sebab, mereka merasa, panitia dangdut lebih transparan dalam hal ini. Meski hanya dinikmati sekali saat dangdut berlangsung, tapi masyarakat bisa menikmatinya bareng-bareng, tanpa ada kecurigaan sama sekali terhadap panitia. Lagian kalau ada uang sisa, panitia pasti akan menyimpannya untuk kepentingan solidaritas. Misalnya, buat mengurus jenazah orang nggak mampu atau ngasih sebagian uangnya buat berobat orang yang sakit kronis dan butuh biaya pengobatan yang nggak sedikit.

Begitulah gambaran perseteruan abadi dua kelompok di desa saya. Apakah hal serupa juga terjadi di tempat Anda?

Sumber gambar: Wikimedia Commons

BACA JUGA Mairil dan Nyampet, Homoseksualitas di Pesantren yang Pernah Saya Saksikan Sendiri dan tulisan Aly Reza lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 1 Juni 2020 oleh

Tags: dangdutaninfakkonser dangdutMasjid
Aly Reza

Aly Reza

Muchamad Aly Reza, kelahiran Rembang, Jawa Tengah. Penulis lepas. Bisa disapa di IG: aly_reza16 atau Email: [email protected]

ArtikelTerkait

Kontroversi Depok: Membangun Masjid tapi Menggusur Sekolah, Logikanya Gimana Sih?

Kontroversi Depok: Membangun Masjid tapi Menggusur Sekolah, Logikanya Gimana Sih?

15 Desember 2022
Anak Kos Nggak Usah Khawatir, Ini 5 Masjid di Malang yang Nyediain Makanan Gratis terminal mojok

5 Masjid di Malang yang Nyediain Makanan Gratis, Anak Kos Nggak Usah Khawatir!

5 November 2021
Menyoal Larangan Tidur di Atas Karpet Masjid, tarawih

Menyoal Larangan Tidur di Atas Karpet Masjid

7 Januari 2020
5 Tips KKN di Demak dari Pemuda Setempat (Unsplash)

Sisi Lain Demak, Kota yang Telanjur Lekat dengan Masjid dan Makam

11 Agustus 2023
5 Masjid di Jogja yang Sudah Ada Sebelum Indonesia Merdeka

5 Masjid di Jogja yang Sudah Ada Sebelum Indonesia Merdeka

1 April 2023
uztaz MOJOK

6 Tipe Ustaz yang Harus Kamu Hindari Ceramahnya

4 Juli 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025
Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar lahan parkir

Rebutan Lahan Parkir Itu Sama Tuanya dengan Umur Peradaban, dan Mungkin Akan Tetap Ada Hingga Kiamat

2 Desember 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.