MOJOK.CO – Kekayaan itu bagai mitos, banyak orang yang hanya tahu dari cerita-cerita yang ada. Karena saking mitosnya, standar kekayaan manusia hingga kini masih jadi hal yang rancu.
Kekayaan itu seperti hantu bagi banyak orang. Bukan dalam segi menakutkan, tapi dalam segi eksistensinya. Walau jalanan penuh mobil seharga 400 juta ke atas, sudut-sudut kota tetap berisi orang yang membayangkan rasa kuah gulai kambing itu seperti apa. Kekayaan itu seperti hantu, dianggap ada, beberapa orang bisa merasakan, tapi lebih banyak orang yang mendengar eksistensinya hanya dari cerita.
Karena saking mitosnya kekayaan itu sendiri, standar kekayaan itu masih jadi hal yang rancu. Keluarga saya di kampung dianggap kaya oleh banyak orang di kampung sebelah, karena kamar mandi keluarga saya dipasangi keramik sedangkan kampung sebelah masih berak di sungai. Saya sendiri menatap dompet dengan nanar ketika melihat teman saya yang dibelikan rumah oleh orangtuanya karena nggak tega lihat anaknya ngekos.
Sebenarnya standar kekayaan itu yang sahih itu seperti apa, sih?
Saya sempat mencari jawaban ini di forum Reddit, tentang standar kekayaan di Indonesia itu seperti apa. Saya pikir awalnya begini, kaya itu ya kayak Raffi Ahmad, Reza Arap, apa Hartono Brothers. Tapi jawaban orang-orang di forum itu jauh dari pikiran saya.
Sebenarnya, kaya itu ya nggak harus sugih mblegendhu kayak orang-orang yang saya sebutkan tadi.
Kaya itu bahkan sebenarnya amat sederhana. Kuncinya hanyalah ada di kalimat, “terbebas dari ketakutan yang berasal dari uang.” Tidak sesederhana itu sih, tapi nyatanya standarnya tidak setinggi yang media sosial sering perlihatkan.
Saya sampai curiga, jangan-jangan memang kita diperlihatkan gaya hidup glamor yang tidak akan tercapai agar kita tidak pernah merasa cukup? Ah biarlah itu jadi bahasan lain, kita nggak sedang ngomongin itu.
Setelah membaca jawaban-jawaban di forum tersebut dan berkontemplasi, saya membuat daftar standar kekayaan yang relate dengan orang banyak. Standar ini nggak muluk-muluk macam bisa beli Koenigsegg. Ngapain juga beli Koenigsegg di kota yang banyak jalan bergelombang dan bolong?
Standar kekayaan pertama, bisa ngambil-ngambil barang di Indomaret tanpa lihat banderol harga
Jangan mengelak, kalian pasti pernah menatap dalam-dalam barang-barang promo yang ditata di depan kasir Indomaret. Barang yang disunat harganya itu menarik untuk dibeli karena…
…apalagi kalau bukan harganya yang murah?
Kalau kita punya uang yang banyak, atau kaya, barang yang ditata menarik sekaligus ngebak-ngebaki panggon tersebut pasti tak menarik mata kalian. Karena tentu saja, kalian tidak peduli lagi harga barang-barang di Indomaret. Ambil barang, masukin, bawa ke kasir, bayar. Pake debit, biar keliatan cashless yang hakiki.
Standar kekayaan kedua, nemu uang saku di cucian
Kalian pasti akan mendebat standar ini, mana bisa nemu uang kok dianggap kaya? Hoki doang itu mah. Eits, tunggu dulu. Orang yang duitnya banyak mah nggak peduli naruh uang di mana. Ilang yo wis ben, isih akeh.
Saking banyaknya duit, kalian lupa naruh duit di mana tapi tetep saja kalian bisa main dan beli-beli tanpa mikir uang tadi hilangnya di mana. Itu kalau kaya, kalau misqueen mah duit lima ribu kembalian beli nasi telur di burjo bakal diselidiki ilangnya di mana.
Standar kekayaan ketiga, makan pake lauk rendang di warung nasi padang
Kalian belum ngirit kalau belum makan porsi kuli di warung nasi padang agar kenyangnya bisa tahan satu hari penuh. Lauknya? Ya pol mentok ayam. Kalau ngirit beneran ya tahu tempe atau bahkan kuah doang. Serius, kayak gini beneran ada.
Definisi kaya beneran itu kalau makan di warung nasi padang lauk rendang dan membayarnya dengan tenang, tak peduli itu awal atau akhir bulan. Bahkan kalau perlu, tiga kali sehari, setiap hari. Tapi sayangi silitmu lah, nggak bisa boker kalian nanti.
Standar kekayaan keempat adalah belanja di Mirota nggak nunggu hari Jumat
Standar ini khusus untuk mahasiswa yang ((kebetulan)) kuliah di Jogja. Mirota adalah tempat belanja yang harganya miring, apalagi hari Jumat.
Kenapa hari Jumat? Karena banyak barang yang dijual di Mirota tiba-tiba diskon pada hari Jumat. Silakan belanja ke Mirota hari Jumat, maka kalian akan nemu lautan manusia yang lebih banyak dibanding jumlah penonton gigs di JNM.
Kalau kalian kaya, belanja di Mirota pasti menghindari hari Jumat karena males ketemu lautan manusia. Belanja hari apa pun, kalian tetap santai. Tinggal masukin barang, nggak perlu lihat harga, bayar.
Standar kekayaan terakhir, beli Gundam tanpa beli mi sekardus
Kadang, kepuasan merakit Gundam itu bisa membuat logika kabur. Kalau kata sahabat khilaf, mending nyesel laper daripada nyesel nggak beli. Mau ngatain pendapat kayak gitu, kok dulu ya saya pernah khilaf kayak gitu.
Kalian bisa dianggep kaya kalau beli Gundam dan hari-hari selanjutnya masih bisa melangkah kemlinthi ke kafe dan tempat makan fancy. Gundam yang kalian beli nggak memengaruhi asupan gizi. Kanggoku sih wis sugih banget kui.
Saya bisa ngomong kayak gitu soalnya saya punya temen yang koleksi Gundam buanyak tpai nggak pernah telat makan atau beli makan murah, dan ia beneran kaya. Well, temen ini nggak koleksi Gundam sih, tepatnya dia suka liat kardus Gundam jadi dia beli…. Gundam baru.
Orang kaya emang sering nggak masuk akal.
BACA JUGA Negara Boleh Goblok, Kita Jangan dan artikel menarik lainnya dari Rizky Prasetya.