MOJOK.CO – Pegawai pemerintah yang mengurusi birokrasi harusnya menjadi pelayan rakyat, idealnya begitu. Namun, realitanya mereka justru punya sikap feodal, memandang rakyat sebagai pelayannya.
Tanyakan pada tiap orang yang hidup di Indonesia pengalaman mereka berurusan dengan birokrasi, rata-rata jawaban mereka adalah tidak menyenangkan. Kadang saya sampai heran, terutama pada abdi negara yang bekerja di sektor pelayanan publik, kenapa mereka bisa dengan santai tidak mengacukan warga yang datang untuk mengurus administrasi? Dan saya yakin, bukan cuma saya yang pernah merasakan ditinggal ngobrol oleh petugas administrasi, seolah-olah saya berdiri di situ cuma sebagai patung hiasan.
Usaha untuk menyederhanakan dan memperbarui sistem sudah sering dilakukan, namun yang ada tetap saja masalah tentang ruwetnya birokrasi tetap ada. Video tentang Gubernur dan pejabat di YouTube lebih sering berisi tentang sidak pejabat dan birokrasi yang menyulitkan rakyat. Usaha meraih simpati justru mempertegas bahwa ada yang salah dari petugas birokrasi yang ada.
Peristiwa yang baru saja terjadi mempertegas kecurigaan tersebut. Ode Masihu, Sekretaris Komisi II DPRD Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, membanting piring berisi kue, merasa terhina dengan sarapan yang dihidangkan padanya.
“Saya merasa terhina. Saya ini anggota Dewan Terhormat. Masak setiap kali kegiatan Dewan, selalu disuguhkan kue ubi goreng dan keladi goreng. Memang tidak ada kue lain lagi yang lebih bagus?” katanya.
Ode Masihu membeberkan anggaran makan yang besar tidak sejalan dengan realitas yang dia lihat, karena Bagian Umum Sekretariat DPRD Kabupaten Seram Bagian Barat selalu menyuguhkan kue ubi goreng dan keladi goreng di kala sarapan. Ode curiga anggaran yang ada dikorupsi dan sisanya digunakan untuk membeli kue tersebut.
Sebaik apapun niatmu jika eksekusinya dengan cara yang tidak baik tetap saja akan dinilai salah. Ode bisa saja membuat rapat atau bertanya pada pihak terkait tentang pelaksanaan anggaran tanpa harus membuat publicity stunt yang berlebihan. Perbuatan Ode mempertegas anggapan bahwa ada yang salah pada petugas-petugas birokrasi.
Dan jika kita mau menarik kesimpulan dari tingkah-tingkah petugas birokrasi, adalah bahwa sikap feodal para petugas dan pejabat birokrasi itulah yang membuat birokrasi ruwet.
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, birokrasi ditujukan untuk mengorganisir secara teratur suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Dengan demikian sebenarnya tujuan dari hadirnya birokrasi yakni agar kegiatan bisa diselesaikan dengan cepat dan terorganisir. Dengan kata lain, tugas birokrasi adalah menyediakan prosedur agar suatu pekerjaan bisa diselesaikan dengan cepat.
Kenyataannya, arogansi para pegawai yang punya sifat feodal malah membuat birokrasi makin lama dan ruwet. Sistem yang ada yang harusnya bisa mempercepat malah harus dibuat ribet dengan melalui pihak-pihak yang ujungnya bikin lama. Mungkin ini bukan contoh arogansi atau sikap feodal, namun video Bu Risma tentang sidak e-KTP 3 tahun lalu bisa jadi contoh betapa ribetnya birokrasi meski sistem sudah dibuat untuk mempermudah.
Harusnya jabatan apa pun tidak membuatmu punya hak untuk merendahkan dan mempersulit hajat hidup manusia, tapi entah kenapa di negara ini sikap seperti itu justru amat langgeng. Ketika kamu punya jabatan, seakan kamu punya imunitas dari konsekuensi yang ada. Bukannya mempermudah, justru sikap ingin dihormati yang buat hal makin ruwet.
Bagaimana jika Ode tidak membanting piring dan lebih memilih menyampaikan kegelisahannya dalam rapat atau secara personal? Tentu saja kita tidak akan mendengar berita tentang ini dan kata-kata andalan “Saya ini anggota Dewan Terhormat” yang melukai perasaan banyak orang. Salah satu sikap feodal adalah ingin selalu dihormati, dan sedihnya, mereka ingin dihormati dengan memaksa kita mengemis untuk mempermudah hajat hidup kita.
Pungutan liar yang dilakukan oleh para oknum pegawai bisa dibilang sebagai contoh sikap feodal para pegawai. Mereka memberikan kemudahan dengan syarat tertentu, jika tidak mereka tidak akan mempercepat proses atau pada titik ekstrem mereka tidak akan melakukan tugasnya. Dengan jabatan yang mereka punya, mereka minta “dihormati” dengan meminta upeti yang harusnya tidak pernah ada.
Saya rasa, saya siap saja harus mengurus macam-macam dokumen persyaratan ketika mengurus urusan administrasi kenegaraan. Artinya, birokrasi berbelit yang masuk akal masih diterima. Tapi yang paling bikin tidak kuat, sudah prosesnya panjang, petugasnya tidak kooperatif. Bikin sakit hari bener.
Dunia berkembang amat cepat dan membuat hidup lebih mudah pada beberapa aspek. Namun, untuk Indonesia, harapan memiliki kualitas hidup yang baik tetaplah hanya angan ketika para orang-orang birokrasi masih berlagak mereka menguasai hajat hidup kita. Jika mereka masih meminta kita menjilat kaki mereka agar bekerja sesuai tugas mereka, maka masa depan negara ini tetaplah gelap.
BACA JUGA Wajar sih Brimob Ngamuk Sampai Nembak ke Udara Kalau Ditagih Retribusi Wisata dan artikel menarik lainnya di POJOKAN.