MOJOK.CO – Meski nikmat, banyak penikmat rokok kretek yang beralih ke rokok mild atau filter. Beberapa orang mengemukakan alasannya.
Faul menghisap kreteknya dalam-dalam. Raut wajahnya menunjukkan kebahagiaan, lalu terbatuk-batuk. Sambil mengibas-ngibaskan asap yang menutupi mukanya, Faul tertawa dan memulai pembicaraan video call.
“Sumpah, Cuk, kangen aku rasane kretek. Tapi dah nggak kuat aku kalau banyak, ini aja udah pusing.”
Faul dulunya kretek enthusiast. Teman saya semasa SMA ini dulunya pecinta kretek garis keras. Menurutnya, rokok kretek adalah sebenar-benarnya rokok. Yang lain hanyalah mbako dibungkus kertas. Tapi itu dulu, sekarang dia sudah beralih ke rokok mild semenjak merantau ke Jakarta.
Alasan Faul sederhana, lama-lama kempot juga dia rokok kretek terus-terusan. Dia mulai beralih ke rokok mild semata agar tetap nyaman merokok. Merokok kretek cuma sesekali saja. Salah satu momennya, ya waktu saya telepon ini.
Kretek adalah rokok yang menggunakan tembakau asli yang dikeringkan, diberi saus cengkih dan ketika dihisap bunyinya “kretek-kretek”. Bunyi tersebut adalah alasan kenapa rokok jenis itu disebut kretek.
Bagi yang belum tahu, kretek dulunya adalah obat. Kretek ditemukan dari eksperimen Haji Djamhari yang kerap mengoleskan minyak cengkeh di dadanya untuk mengobati asma. Merasa mendingan karena minyak cengkeh, Haji Djamhari mencoba merajang cengkeh ke dalam tembakau. Dan sisanya adalah sejarah.
Kretek sendiri jenisnya ada dua, yaitu Sigaret Kretek Tangan dan Sigaret Kretek Mesin. Sigaret Kretek Tangan itu rokok yang dibuat dengan manual dan nggak ada filternya, macam Djarum Coklat sama 76. Sementara itu, Sigaret Kretek Mesin itu rokok kretek yang dibuat dengan mesin dan ada filternya, macam Djarum Super, GG Signature, dan sebagainya. SKM biasa disebut rokok kretek filter.
Dan di sini kita membahas Sigaret Kretek Tangan.
Meski citarasanya lebih nendang, nggak semua orang suka Sigaret Kretek Tangan. Sebabnya, kretek dikenal begitu berat. Diisep berat, asepnya juga terasa berat di dada. Tembakaunya memang yang lebih padat dibanding kretek filter, maka butuh usaha ekstra untuk menyedot kretek. Itu baru nyedot loh, belum ngerasainnya.
Tak heran jika banyak orang yang awalnya suka kretek lama-lama beralih juga ke rokok mild atau filter kretek. Alasannya karena lebih enteng, walau yang dikorbankan adalah citarasanya.
Faul adalah contoh penyuka kretek yang beralih ke mild karena alasan beratnya rokok. Karena mengkonsumsi kretek butuh tenaga ekstra alias gawe cangkeme kempot, dia terpaksa beralih ke rokok mild. Hal serupa juga dialami Sandi.
Sandi ini mahasiswa ilmu keolahragaan. Semasa kuliah semester awal, dia masih mengonsumsi kretek secara rutin. Ketika tiba masa kuliah lapangan yang padat, dia beralih ke rokok filter kretek dan mild karena merasa napasnya nggak panjang gara-gara ngrokok kretek.
Daripada nilai kuliah lapangannya jeblok dan mengulang, dia mending berhenti mengkonsumsi kretek. Keputusannya tepat, katanya, karena dia lulus semua matkul lapangan.
Tapi kuliah teorinya ngulang semua.
Ada stereotip ra mashok yang menempel kepada kretek. Kretek sering disebut “rokoknya kuli dan orang-orang tua”. Padahal itu ngawur. Stereotip inilah yang kadang bikin orang malu merokok kretek di tempat umum.
Itulah yang dirasakan Hera. Hera ini penikmat klobot garis keras. Bagi yang belum tau, klobot adalah kretek yang dibungkus kulit jagung. Klobot ini masih termasuk kretek, hanya beda kulit saja.
Semenjak kuliah, Hera tak lagi mengonsumsi klobot. Alasannya sederhana, dia pernah dikira anak dukun karena rokoknya klobot. Ya gimana lagi, rokok klobot sering dipakai untuk sesajen juga soalnya. Semenjak itu, lambat laun dia mulai beralih ke mild.
Setelah itu dia tak lagi dimintain jimat sama temen-temennya.
Kretek, meski nggak semudah itu dinikmati, bagi yang seleranya itu, citarasanya sulit disaingi oleh varian rokok lainnya. Asap dengan aroma cengkeh dan tembakau “yang masuk” tidak palsu.
Tapi lagi-lagi, selera tak bisa diganggu gugat. Setidaknya, kita perlu berbangga satu hal, kretek muncul di Indonesia dan selamanya akan menjadi ikon Indonesia.
BACA JUGA Negara Boleh Goblok, Kita Jangan dan artikel menarik lainnya dari Rizky Prasetya.