Netizen bereaksi atas tulisan Mb Kalis Mardiasih, “Perempuan yang Sekolah Tinggi Memang Tidak Berniat Menikahi Akhi-Akhi Cupet.” Salah satu yang paling (((keras, buosss))) adalah Gilang Kazuya Shimura Suzuki Honda Yamaha.
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10155580033608454&set=a.45923208453.70724.581888453&type=1
Kami membayangkan Tante Mb Kalis Stormborn Targaryen saat ini sedang terbang di atas naga peliharaannya menuju Dresden, Jerman, tempat Mz Gilang konon sedang (((menempuh studi))). Tinggal menunggu waktu sampai Mb Kalis mengucapkan, “Dracarys!”
Bagaimana reaksi netizen jika itu sungguh-sungguh terjadi?
Karena Mb Kalis bukan Daenarys, berikut ini kami sajikan dua status untuk Mz Gilang yang tak kalah panas dari semburannya Drogon.
Bung Gilang Kazuya Shimura, saya tidak tahu bagaimana Bung menjalani masa formatif, tapi saya paham keadaan Bung.
Berdasarkan apa-apa yang Bung katakan di media sosial, mulai dari tanggapan terhadap tulisan Afi sampai untuk Kalis, tak ada kemungkinan lain: nalar Bung lemah. Jangankan menjadi “penyambung lidah” kaum laki-laki Indonesia, sekadar memahami kalimat ini, yang sederhana dan tak mengandung permainan apa pun, kemudian menanggapinya tanpa melenceng atau kepayahan (seakan-akan Bung sedang berjalan di dasar akuarium) saya kira Bung tak sanggup.
Namun, Bung tahu, kecerdasan bukan faktor tunggal yang menentukan mutu seseorang. Ada kualitas-kualitas lain yang lebih penting: tahu diri, misalnya.
Bung tentu tak mengerti (bagaimana mungkin?), hidup sebagai ikhwan Indonesia yang pintar dan tampan dan memesona ialah urusan sulit. Sedikit-sedikit kami dicurigai sebagai fukkboi, atau tukang manipulasi, atau mas-mas-charming-too-good-to-be-true-aduh-aslinya-kanibal-kali-yha~
Sebabnya ialah Bung dan beberapa orang seperti Bung, timun-timun bongkok yang tak puas hanya dengan masuk karung. Bung bicara meski tak sanggup, Bung naik ke timbangan meski merusak standar. Dosa, Bung.
Sudah dulu, ya, saya mau lanjut baca Kant.
P.S. Lain kali, kalau menggunakan -nya, penulisannya disambung, ya (mainnya, jalannya, segalanya, dsb.)
Jadi begini nasib dan cara berpikir kondom bekas. Ketika berpendidikan tinggi dan melihat konon kenalannya para perempuan bergelar S3 menjadi ibu rumah tangga, bukannya berpikir apakah ada ketimpangan dalam lowongan pekerjaan, atau bagaimana penghargaan terhadap akademisi perempuan secara keseluruhan, dia malah menggunakan keterangan itu untuk menyerang seorang perempuan.
Tentu saja, dia tidak merinci berapa orang yang dia kenal dan apa saja yang benar-benar dia tahu. Tapi seorang berpendidikan tinggi yang konon cerewet sering menulis yang baik dan benar tapi tidak kunjung tahu bagaimana menulis punya permasalahan gawat dalam mengetahui dan mengamalkan pengetahuan.
Membayangkan perempuan sekolah semata untuk mendidik anak kandung, tentu tak adil bagi perempuan yang tak hendak punya anak, dan menyakitkan bagi perempuan yang tidak bisa punya anak. Di sisi lain, jika ia memang peduli pada pendidikan perempuan agar bisa menjadi pendidik baik di rumah, sangatlah mengherankan jika justru tak punya opini pada pernikahan dini yang membuat perempuan tak sempat mengenyam pendidikan yang baik, apalagi mengungat ia orang Sukabumi.
Di pelosok Sukabumi, Cianjur, dan Bogor, anak-anak perempuan banyak yang hanya sekolah sampai SD, lalu menikah. Jika memang baginya perempuan harus mengenyam pendidikan setingginya untuk jadi ibu rumah tangga, lebih baik ia membantu pengentasan pernikahan dini di kampungnya daripada merisak seorang perempuan yang bangga akan prestasinya sendiri.
Kita semua tahu bukan kali pertama ia merisak perempuan. Dulu dia merendahkan Afi dengan panggilan “Dek” untuk menunjukkan superioritas sebagai senior, sekarang dia memanggil Kalis dengan “Tante” dengan anggapan (dan mungkin diam-diam mendoakan) Kalis perawan tua.
Saya orang yang yakin bahwa berbantahan pendapat itu baik. Saya juga tidak masalah orang memilih jadi kondom bekas. Tapi kalo mau berbantahan pendapat tentang manusia, ya, berpikirlah sebagai manusia. Begitulah. KZL aing.