MOJOK.CO – Deklarasi #2019GantiPresiden bukanlah hastag guyonan belaka. Di baliknya ada sosok-sosok yang gencar untuk mengkampanyekan gerakan ini. Diantaranya adalah Ratna Sarumpaet dan Neno Warisman.
Di tengah hingar bingar deklarasi #2019GantiPresiden. Ada beberapa sosok yang akhir-akhir ini diberitakan mendapatkan penolakan oleh masyarakat ketika akan melakukan aksi tersebut. Diantaranya adalah Ratna Sarumpaet dan Neno Warisman. Lalu, siapa sebenarnya mereka?
Pertama, Mojok Institute akan mengulas tentang perjalanan hidup seorang Ratna Sarumpaet. Sosok yang dikenal sebagai seorang seniman teater sekaligus aktivis HAM ini, terkenal dengan pementasan monolognya, “Marsinah Menggugat”. Sebuah pementasan yang ditulisnya sendiri dan membuatnya harus dicekal di zaman Orde Baru.
Ratna lahir pada tanggal 16 Juli 1949, tumbuh dalam keluarga Kristen dan aktif secara politik di Sumatera Utara. Kemudian ia memutuskan menjadi seorang muslim setelah menikah dengan pengusaha Arab-Indonesia, Achmad Fahmy Alhady.
Sosoknya ini dikenal vokal, kritis, dan berani. Ratna pernah berkuliah di Fakultas Teknik Arsitektur dan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia. Namun tidak sempat menyelesaikannya dan lebih memilih dunia teater sebagai pilihan karirnya. Serta fokus dalam organisasi Sosial Kemasyarakat untuk membela nasib kaum-kaum yang terpinggirkan.
Dengan passion-nya tersebut, ia mendirikan teater bernama “Satu Panggung Merah” pada 1974. Tidak hanya piawai berakting di atas panggung, Ratna juga mampu menulis naskah drama yang sebagian besar bertemakan tentang HAM, perlawanan terhadap kekerasan pada wanita, dan kebebasan berpendapat dan berkumpul.
Karena keberanian dan sikap lantangnya, pada tahun 90-an ia sering mendapatkan tekanan dari pemerintah. Beberapa diantaranya dikarenakan membuat aksi yang mengusung sebuah keranda bertuliskan ‘Demokrasi’, ia dikenal karena terlibat sebagai aktivis dalam kasus Marsinah dan membela penderitaan rakyat Aceh yang terjebak dalam perang antara TNI dan GAM.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Ratna terlihat banyak terlibat di tengah demonstran untuk menuntut ketidakadilan dan sikap kesewenang-wenangan dari penguasa. Mungkin salah satu hal yang dia lakukan saat ini adalah menjadi bagian dari gerakan #2019GantiPresiden. Untuk dapat mengkritisi program kerja pemerintahan pemerintah, di bagian yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan.
Sosok yang kedua adalah Neno Warisman. Ia memiliki nama lengkap Titi Widoretno Warisman. Neno dikenal sebagai seorang penyanyi serta bintang film senior yang naik daun di era 80-an. Sejak memutuskan berhijab pada tahun 1991, Neno mengurangi aktivitasnya di dunia hiburan dan memilih untuk aktif di kegiatan sosial, religi, dan pendidikan. Ya, ia memang termasuk golongan generasi artis awal yang mengenakan hijab. Jauh sebelum musim hijrah artis beberapa tahun terakhir ini. Padahal ketika itu, mengenakan hijab masih belum dihalalkan oleh pemerintahan Soeharto.
Sejak saat itu, ia aktif dalam kegiatan pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan menjadi pembicara dalam seminar yang membicarakan tentang pengasuhan anak, pendidikan negeri, hingga masalah kesehatan. Setelah lama tidak muncul di dunia hiburan, akhir-akhir ini ia muncul lagi dan bermain dalam beberapa film. Diantaranya, Rindu Kami Padamu, Cinta Bertasbih 2, Dalam Mihrab Cinta, hingga Film 212. Di luar itu, ia juga aktif menjadi kader PKS serta gerakan #2019GantiPresiden. Bahkan ia disebut sebagai penyumbang terbesar dari kampanye #2019GantiPresiden tersebut.
Saat ini keduanya memang tengah aktif untuk mengkampanyekan gerakan #2019GantiPresiden di beberapa wilayah Indonesia. Namun, semakin ke sini, gerakan mereka ini semakin dipersulit ruang geraknya. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya protes dari masyarakat kepada gerakan yang dianggap memecah belah bangsa tersebut. Bahkan yang beberapa kali terjadi, jangankan untuk datang ke deklarasi #2019GantiPresiden, untuk keluar dari bandara saja mereka tidak sanggup.
Sebelumnya, polisi masih memberikan mereka pengamanan ketika ingin hadir dalam deklarasi #2019GantiPresiden tersebut. Namun, akhir-akhir ini, kepolisian bahkan tidak memberikan izin acara tersebut untuk berlangsung. Dengan dalih untuk menjaga ketertiban umum. (A/L)