Jaman sekarang, ketika teknologi informasi dan komunikasi semakin canggih, urusan etika seakan menjadi semakin dianggap remeh.
Salah satu parameter yang cukup bisa dilihat dengan jelas adalah etika mahasiswa dalam berkomunikasi dengan dosennya. Pola komunikasi yang semakin sering menggunakan layanan pesan instan memang tak dapat dipungkiri membuat banyak mahasiswa kerap mengabaikan kaidah-kaidah sopan santun komunikasi.
Maka, tak heran jika kemudian banyak universitas yang membuat aturan khusus tentang etika mengirim pesan kepada dosen, utamanya dosen pembimbing.
Aturan semacam ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa menjaga sopan santun saat berinteraksi dengan dosen.
Beberapa kampus bahkan sampai membuat banner khusus berisi etika mahasiswa menghubungi dosen melalui SMS dan Whatsapp, di antaranya adalah UI, ITB, IPB, UP, dan yang paling terkini, UGM.
Beberapa poin etika tersebut di antaranya adalah penggunaan salam pembuka, perkenalan diri yang jelas, penggunaan kalimat permohonan, penggunaan bahasa yang sopan, baik, dan tidak disingkat, , salam penutup, serta tak lupa soal waktu yang tepat untuk berkirim pesan.
Aturan soal etika menghubungi dosen ini di satu sisi jelas bagus, sebab ia menjadi sarana yang tepat untuk membangkitkan kesadaran sopan berkomunikasi dengan dosen. Mamun di sisi yang lain, aturan ini juga memprihatinkan, lha gimana nggak bikin prihatin, masa sekadar etika saja mahasiswa sampai dibikinkan panduannya. Kayak anak TK Pertiwi saja.
Tapi ya mau bagimana lagi, aturan soal etika ink agaknya memang sangat prinsipil da begitu dibutuhkan, sebab jaman sekarang, mahasiswa banyak yang tas-tes dan das-des kalau sama dosen. Tak kenal basa-basi.
“Posisi Bapak sekarang lagi dimana? Kapan selo, saya lagi pengin bimbingan nih. Bales GPL ya, Pak!”
Atau:
“Pak, besok siang jam 11 free nggak? Saya mau nanya-nanya soal perkembangan bimbingan skripsi saya. Kalau free, tolong saya ditelp ya, Pak!”
Dahsyat. Itu dosen apa teman futsal coba?