Produser film Hollywood ternama, Harvey Weinstein, Sabtu kemarin dikeluarkan dari Academy of Motion Picture Arts and Sciences. Itu loh, organisasi profesi sineas yang sering bagi-bagi Piala Oscar. Selain itu Harvey Weinstein juga dipecat dari jajaran direksi Weinstein Company yang tidak lain adalah perusahaan produsen dan distributor film layar lebar yang ia dirikan bersama saudaranya. Bahkan, Prancis pun sudah memulai proses untuk mencabut gelar Legion of Honor darinya, sebuah gelar tertinggi yang diperuntukkan bagi warga sipil.
Weinstein Company adalah perusahaan film terkemuka yang memproduksi dan mendistribusikan, untuk menyebut sejumlah blockbuster, The Immitation Game, Django Unchained, Silver Lining Playbooks, The Readers, dan, ironinya, dokumenter Michael Moore Capitalism: A Love Story.
Sejumlah sanksi sosial itu dikenakan kepada Weinstein setelah The New York Times menurukan liputan yang membongkar skandal pelecehan seksual yang sudah dilakukan salah satu orang terkuat di Holywood ini selama tiga dekade.
Korbannya bermacam-macam, mulai dari sekretaris, asisten, hingga aktris yang pernah bekerja untuknya. Beberapa aktris terkenal pernah mengalami pelecehan oleh Weinstein ketika mereka baru memulai karier. Kini mereka tidak lagi bungkam dan malah nyaring bersuara, seperti Angelina Joulie, Gwyneth Paltrow, dan Lea Seydoux.
Tindakan tersebut jelas memuakkan dan tidak etis bagi standar Academy of Motion Picture Arts and Sciences yang diwakilinya. Maaf, lembaga apa pun tidak layak membiarkan hal itu. Oleh karena itu, Dewan Direktur the Academy of Motion Picture Arts and Sciences melakukan pemungutan suara dan hasilnya, dua per tiga suara ingin mengeluarkan Harvey Weinstein dari keanggotaan Academy.
Hmmm, mau bagaimana lagi, karena dengan kekuasaan yang dimiliki, Harvey Weinstein telah menggunakannya untuk mengintimidasi, melecehkan secara seksual, serta memanipulasi banyak perempuan dalam tiga dekade terakhir.
Ya, Harvey Weinstein merupakan orang yang berpengaruh dan menakutkan untuk dihadapi. Sehingga banyak korban yang tidak berani bersuara. Karena tindakan dilecehkan bagaimanapun juga dirasa memalukan bagi korban. Jadi, ketika ada perempuan yang memiliki kekuatan dan keberanian untuk berani mau mengungkap kejadian ini, tentu perlu diapresiasi.
Skandal seks di balik gemerlapnya industri dunia hiburan bisa jadi memang bukanlah sebuah hal baru. Jangan-jangan banyak artis pendatang baru yang terpaksa harus “melayani” bos mereka demi kelancaran kariernya. Bahkan di Korea Selatan, banyak artis yang mengaku predator tersebut justru dari pihak agensi mereka sendiri. Dan skandal Harvey Weinstein bisa jadi hanyalah puncak dari sebuah gunung es.
Celakanya, orang sering menggagap rape culture sebagai lelucon belaka atau hal yang lumrah. Naudzubillah ….