MOJOK.CO – KPU menerbitkan peraturan larangan untuk calon legislatif yang pernah menjadi terpidana tindak kejahatan korupsi. Beberapa anggota dewan protes dengan aturan ini. Bilang kalau aturan ini melanggar UU. Lha memang korupsi enggak melanggar UU juga?
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai larangan eks koruptor maju menjadi calon legislatif secara resmi sudah diterbitkan oleh KPU. Terang sudah hal ini mengundang beberapa respons negatif dari berbagai anggota dewan. Ya maklum, larangan ini jelas akan membatasi beberapa caleg potensial.
Pasal yang dianggap memberatkan ini adalah Pasal 7 Poin 1 huruh H PKPU yang terbit 30 Juni 2018. Isinya: Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejatan seksual terhadap anak, atau korupsi.
Beberapa yang keberatan di antaranya adalah Ketua DPR, Bambang Soesatyo. Menurutnya peraturan yang diterbitkan oleh KPU ini terlalu berlebihan. Bahkan menurut Bambang pelarangan eks koruptor nyaleg dianggap sebagai strategi pencitraan KPU.
“Nggak perlu lagilah kita membangun pencitraan. Patuhi saja aturan dan serahkan kepada partai dan masyarakat,” kata Bambang. “Saya menilai kalau KPU tetap memaksakan diri berarti KPU masih menilai masyarakat kita tidak cerdas,” tambahnya.
Protes yang senada dilayangkan oleh eks napi korupsi secara langsung, salah satunya Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M. Taufik. Menurut Politikus Gerindra ini KPU membuat aturan semaunya tanpa mengindahkan UU. Hal tersebut, menurutnya, bakal menemui banyak pihak yang tidak setuju.
“Saya rasa nanti ada yang gugat ya. Ada lembaga resmi kok melanggar UU? Kalau melanggar UU nanti semua lembaga bikin semau-mau dong? Saya yakin bangsa ini melek hukum, akan ada yang menggugat kok. Haqulyakinlah,” kata Taufik.
Seperti yang diketahui, M. Taufik pernah divonis 18 bulan kurungan penjara karena tersandung kasus korupsi pada 2004 silam. Mantan Ketua KPUD DKI Jakarta ini terbukti secara meyakinkan merugikan negara sebesar 400-an juta untuk pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.
Ketidaksepakatan ini berpotensi akan direalisasikan oleh Anggota Komisi II DPR RI. Menurut Ahmad Baidlowi dari Fraksi PPP peraturan ini bisa saja dilawan dengan hak angket. Menurutnya, di grup internal Komisi II merasa bahwa KPU sudah terlalu jauh melakukan kewenangan.
“Saking emosinya, teman-teman Komisi II bilang bisa-bisa KPU nih kita angketkan,” kata Baidlowi.
Jika benar-benar diangketkan, peraturan ini bisa saja gugur. Apalagi menurutnya KPU sudah melanggar ketentuan perundang-undangan yang ada.
Di sisi lain, Ketua KPU, Arief Budiman merasa peraturan ini tidak bertentangan dengan UU. Walaupun peraturan ini sampai saat ini belum juga ditandatangani Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan HAM, tapi aturan ini bisa tetap diterapkan dan sudah sah secara hukum.
Meski begitu jika para eks koruptor merasa keberatan dengan peraturan ini, seharusnya mereka juga memikirkan saat melakukan korupsi. Sebab, dibandingkan dengan penerbitan peraturan larangan eks koruptor mengajukan diri menjadi caleg, tindakan korupsi jauh lebih menyalahi UU. (K/A)