MOJOK.CO – Kata siapa dollar naik nggak kasih pengaruh apa-apa buat kita? Kenikmatan tempe pun ternyata kini terancam!
Belakangan, kabar dollar naik terhadap nilai rupiah menjadi topik hangat di lini masa. Siapa sangka, melemahnya nilai tukar mata uang kita juga memberi dampak pada beberapa aspek kehidupan, termasuk harga kedelai yang diimpor demi pembuatan tahu dan tempe di Indonesia.
Jika sejak Mei lalu terdengar kabar bahwa pedagang tempe di Gondangdia, Jakarta, terpaksa mengurangi ukuran tempenya hingga 1 cm karena tingginya harga kedelai impor, hal serupa kembali terulang setelah dolar tembus ke angka Rp15.000. Dikutip dari Kompas.com, pedagang tahu dan tempe di Sulawesi juga diketahui memutuskan untuk mengurangi ukuran produknya.
Sutarno, salah seorang produsen, menjelaskan, “Sekarang produk saya kurangi ukurannya, misalnya dari 15 cm menjadi 13 cm, karena sesuaikan dengan harga baku.”
Seperti yang ramai disebutkan, bahan baku tahu dan tempe, yaitu kedelai, memang diimpor ke Indonesia. Jika pada keadaan normal harganya adalah Rp7.500 per kilogram, kini ia menjadi Rp 11.000 per kilogram. Hal ini jelas merupakan dampak langsung dari fenomena dollar naik yang terus berlangsung belakangan.
Disebutkan, kenaikan harga kedelai impor ini terjadi secara bertahap, mulai dari Rp100 hingga Rp200.
Diikuti dengan kenaikan harga plastik, ragi, dan tepung kanji, Sutarno dan banyak pedagang lain tidak berani menaikkan harga tahu dan tempe di pasaran.
Maka, solusinya hanya satu: kurangi ukuran tahu dan tempe!
Solusi yang sama dilakukan pula oleh Triono, pedagang tempe di Depok, Sleman. Menurutnya, tempe yang biasanya ia jual seberat 6 ons dalam satu kemasan, kini hanya menjadi 5,5 ons. Di setiap produk-produk kedelainya yang lain, ia pun memutuskan untuk secara konsisten mengurangi berat 50 gram dengan harga jual yang sama.
“Nanti kalau harga kedelai turun, ukuran akan kita kembalikan seperti semua,” sambung Triono.
Dengan kenaikan ini, selain ukuran tempe yang dikurangi, produksi tahu dan tempe sendiri memang mengalami penurunan. Rata-rata, produsen tahu dan tempe mengurangi produksi hingga 50 kilogram, demi tetap berlangsungnya produksi di tengah gempuran lonjakan harga.
Yah, kata siapa dollar naik nggak kasih pengaruh apa-apa buat kita? Nyatanya kini, penjual menu penyetan di lesehan pinggir jalan pun harus bersiap menghadapi sistem pemotongan baru untuk tahu dan tempe yang dibelinya di pasar karena ukurannya berubah lebih minimalis. (A/K)