Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Fenomena Dildo dan Usulan Kotak Kosong yang Beda dengan Golput

Wahyubinatara Fernandez oleh Wahyubinatara Fernandez
6 Januari 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Semakin banyak netizen merespons positif Nurhadi-Aldo (Dildo) menunjukkan kita butuh ruang ketiga dalam Pilpres. Bukan sebagai Golput, melainkan sebagai suara Kotak Kosong.

Menarik melihat perkembangan politik pada akhir dan awal tahun ini. Ada dua hal yang saya ingat dan ternyata saling menjalin hubungan gelap dalam kepala saya akhir-akhir ini.

Pertama, munculnya Capres-Cawapres Nurhadi-Aldo (Dildo) yang memparodikan pertarungan kedua Capres resmi Pilpres 2019 mendatang. Kedua, pada Pilkada serentak tahun lalu di beberapa daerah hanya ada satu Capres peserta yang dilawankan dengan Kotak Kosong; bahkan Kotak Kosong menjadi pemenang di Makassar.

Bersama-sama, keduanya menjadi #kodekeras (terutama capres Dildo) setidaknya buat saya pribadi bahwa sebagian masyarakat sudah mulai jenuh dengan panggung pemilu belakangan ini.

Serupa dengan kejenuhan atas sandiwara Pemilu di masa Orde Baru yang ditumpahkan dalam euforia kampanye jalanan berdesibel tinggi sampai merusak gendang telinga secara harfiah.

Mungkin kini alasan kejenuhannya berbeda, walaupun manifestasinya sama: sandiwara politik yang muncul di berbagai media. Lihat saja, baru kurang dari dua minggu muncul, akun sosial media Dildo sudah memiliki ratusan ribu pengikut. Ini tanda: masyarakat ternyata butuh ruang ketiga.

Sebenarnya saya sangat setuju dengan kata-kata Franz Magnis-Suseno: “Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa,” tapi pernyataan ini terlalu sempit jika digunakan untuk menyoroti permasalahan Golput.

Terbaik dan terburuk dalam pernyataan di atas hanya merujuk pada para Capres peserta Pemilu, dan tentu ada saja politisi atau siapa pun itu di luar sana yang lebih baik atau lebih buruk tapi kebetulan tidak ikut sebagai Capres dalam Pemilu.

Maka bisa saja terjadi di antara dua Capres saat ini yang satu lebih baik sehingga layak disebut terbaik tapi jika ditarik ke konteks yang lebih luas sebenarnya juga sama buruknya. Bukan berarti saya mengharapkan Capres yang sempurna, tapi come on, kedua Capres saat ini seharusnya bisa lah berusaha lebih baik lagi.

Contoh kasus: dalam pengamatan saya, kedua Capres dalam persiapan Pilpres 2019 ini belum berusaha sebaik yang dia bisa. Malah dalam beberapa hal, Capres-Cawapres Dildo justru terlihat lebih serius berkampanye.

Banyak sekali blunder politik yang tumpah ke media dan dijadikan bahan bulan-bulanan bagi pendukung Capres lainnya. Ini tidak sehat, sama tidak sehatnya dengan mempertemukan Real Madrid atau Barcelona dengan kesebelasan Tarkam dari pelosok Indonesia di partai final Liga Champions.

Sekali lagi, bukan berarti Capres satunya serta merta menjadi yang terbaik dalam konteks luas, justru sangat berpeluang hal ini menjadikan seorang Capres jadi gegabah lalu tidak berusaha sebaik mungkin karena meremehkan lawan.

Jadi, permasalahan terdekat lain yang tidak mampu diselesaikan adalah bagaimana meyakinkan bahwa semua Capres yang mengikuti Pilpres berusaha sebaik yang mereka bisa dalam pertarungan politik kali ini.

Untuk itu, saya punya usul. Meski usulan ini terlambat untuk Pilpres 2019, karena untuk dapat dijalankan harus ada payung hukumnya terlebih dahulu, tapi setidaknya karena jarang-jarang saya punya ide politis, saya tulis dulu saja sebelum hilang dimakan waktu, yakni: Hadirkan Kotak Kosong!

Iklan

Ya, walaupun ada lebih dari satu Capres, tapi ada baiknya KPU mempertimbangkan Kotak Kosong. Jadi kalau ada kotak untuk mencoblos Capres 01, 02, sebaiknya ada pula Kotak Kosong dengan nomor urut 10—misalnya. Secara teknis mungkin terlihat sederhana dan ugal-ugalan namun dampak politiknya akan signifikan saya kira.

Begini anologinya. Saya masih meyakini bahwa banyak dari kita yang pernah mengisi survey dengan lima pilihan jawaban: Sangat Setuju, Setuju, Ragu-Ragu, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju.

Saya yakin sering pula di beberapa pertanyaan kita pilih “Ragu-Ragu”, karena berbagai alasan mulai dari tidak tahu secara pasti, tidak kenal topik yang ditanyakan, sampai memang secara jujur ragu-ragu atas pilihan sendiri.

Nah, Kotak Kosong dalam Pilpres berfungsi seperti pilihan ketiga tersebut, memberi ruang ketiga untuk tetap menjawab walaupun tidak punya jawaban, memilih walau tidak punya pilihan.

Sebentar, sebentar, kalau begitu lalu apa bedanya Kotak Kosong dengan Golput?

Memilih Kotak Kosong berbeda jauh dengan menjadi Golput. Saat ini mungkin perbedaannya samar-samar, tapi Golput itu intinya kan tidak mau memilih karena tidak ada pilihan yang sesuai. Bisa jadi karena merasa ada nama-nama lain di luar sana yang dirasa lebih pantas dicalonkan ketimbang Capres-Cawapres yang tersedia.

Hal yang sangat berbeda dengan memilih Kotak Kosong. Sebab kalau setelah disediakan Kotak Kosong ini masih juga tidak mau memilih (Golput), ya itu artinya mereka benar-benar tidak mau tahu tentang pentingnya memilih. Yang dalam perkembangannya baru pantas untuk disebut: apatis.

Dengan kehadiran Kotak Kosong, banyak calon pemilih akan terdorong untuk mencari tahu sebanyak mungkin mengenai pilihan-pilihan yang ada, karena sudah ada ruang untuk menyatakan sikap politik yang sebelumnya hanya terakomodir oleh istilah Golput. Kotak Kosong malah bisa menjadi pendorong meningkatnya partisipasi politik bagi calon pemilih.

Selain itu, perbedaan berikutnya adalah jika Golput tidak akan masuk hitungan akhir Pilpres, perolehan suara Kotak Kosong bakal dihitung sebagai suara dalam Pilpres.

Lah, memang apa untungnya menghitung Kotak Kosong?

Dengan menghitung Kotak Kosong, Capres akan disadarkan bahwa mereka tidak hanya bertarung melawan Capres lain dalam Pilpres, melainkan juga berhadapan dengan matriks permasalahan masyarakat versus potensi mereka masing-masing dalam penyelesaiannya.

Kesadaran tersebut diharapkan dapat mendorong tiap Capres beserta Timsesnya untuk lebih maksimal menyusun tawaran program yang akan dikampanyekan. Bahwa yang mereka kejar adalah kualitas jualan program yang maksimal. Bukan cuma berhenti pada asal-bisa-menang-dari-capres-lawan.

Selain itu, mereka juga akan lebih fokus pada permasalahan secara sederhana tanpa ndakik-ndakik, sehingga tidak banyak energi yang tersisa untuk saling menyerang dengan kebohongan, banyolan, dan bualan yang mulai menjengkelkan. Sebab musuh mereka bukan cuma Capres lawan, melainkan juga harapan rakyat dalam wujud: kotak kosong.

Pada akhirnya Kotak Kosong akan memunculkan semangat baru, di mana Capres akan dipaksa bertarung dengan harapan rakyat yang tidak mampu mereka akomodasi selama mereka kampanye.

Jika pada akhirnya suara terbanyak diperoleh oleh salah satu Capres, perolehan suara Kotak Kosong (ditambah perolehan suara Capres lainnya) akan menunjukkan tingkat ketidak-kepercayaan masyarakat pada Capres terpilih.

Artinya, ada segmen masyarakat yang akan selalu menjadi kekuatan oposisi selama masa kepemimpinan Capres tersebut, dan oposisi ini tidak harus berada di kotak yang sama dengan Capres yang kalah.

Oleh sebab itu, Kotak Kosong dalam pemilu sangat mungkin mendorong majunya demokrasi melalui fungsinya sebagai ruang ketiga sekaligus kontrol politik bagi masyarakat sipil yang betul-betul netral. Alias bukan cuma sekadar tukang kritik yang sakit hati karena Capres jagoannya kalah.

Dan harapan keberadaan Kotak Kosong ini terlihat terus menguat dengan semakin bertumbuhnya respons positif yang diterima Nurhadi-Aldo atau Dildo. Capres-cawapres dari Partai Untuk Kebutuhan Iman (PUKI), sebagai capres-cawapres nomor urut 10 melalui jalur prestasi.

Terakhir, karena saya ingin berpikir positif, mohon maaf jika belum ada satu pun argumen kontradiktif dari usulan ini. Namun alangkah baiknya ruang kosong tersebut diisi oleh orang lain saja. Supaya, kalau tulisan ini tidak cukup kamu setujui, kamu berkesempatan untuk membantahnya.

Salam Dildo dan Salam Kotak Kosong.

Terakhir diperbarui pada 6 Januari 2019 oleh

Tags: CaprescawapresDildogolputkotak kosongkpuNurhadi-AldoPartai Untuk Kebutuhan Imanpilpres
Wahyubinatara Fernandez

Wahyubinatara Fernandez

Artikel Terkait

Keluarga Berkuasa: Betapa Ngerinya Jokowi Menyemai Dinasti Politik di Tingkat Daerah. MOJOK.CO
Ragam

Keluarga Berkuasa: Betapa Ngerinya Warisan Dinasti Politik Jokowi di Tingkat Daerah

26 November 2024
bayi prabowo gibran di sumatera selatan.MOJOK.CO
Ragam

Kisah Bidan yang Membantu Persalinan Bayi Bernama Prabowo Gibran di Sumatera Selatan

16 Februari 2024
Kerja di Lembaga Quick Count Pemilu Ternyata Sama Capeknya dengan Anggota KPPS.mojok.co
Aktual

Cerita Petugas Quick Count Pemilu: Hasil Sering Diremehkan Meski Saat Bekerja Sama Capeknya dengan Anggota KPPS

15 Februari 2024
Mahasiswa Jogja Nyoblos di Perantauan Demi Mencegah Penculik Jadi Presiden.mojok.co
Kampus

Mahasiswa Jogja Rela Nyoblos di Perantauan Demi Mencegah Penculik Jadi Presiden

14 Februari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.