Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Waktu yang Tepat bagi Orang Indonesia untuk Menangis

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
5 Agustus 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Indonesia negeri yang indah, di Twitter orangnya lucu-lucu, dramanya juga banyak. Tapi… ketimbang riang, ada lebih banyak buat orang Indonesia untuk sedih dan nangis.

Kalau kamu bertanya-tanya kenapa konten-konten kesedihan belakangan ini laris manis di media sosial, ada baiknya kamu duduk dan meneruskan membaca artikel ini.

Pertanyaan sebaliknya justru melintas di kepala saya: Kenapa juga orang-orang harus nggak merasa sedih? Kenapa orang-orang harus terlihat bahagia dan—ayolah—bagaimana bisa mereka tertawa-tawa lagi???

Sudahlah, jangan pura-pura nggak ngerti. Dunia ini kejam, akui saja. Nggak usah berpura-pura tangguh sambil ngedengerin lagu “Manusia Kuat”-nya Tulus berkali-kali. Nggak usah pura-pura baik-baik saja, lalu pasang Instagram Story dengan wajah super ceria.

Nggak apa-apa kalau kamu hari ini masih mau menangis karena patah hatimu dua tahun yang lalu. Nggak apa-apa juga kalau kamu mau marah gara-gara nggak merasa dihargai di lingkungan kerjamu.

Itu baru masalah personal. Menjadi orang Indonesia, belakangan ini, kayaknya memang bikin stressful.

Saya pulang ke Cilacap minggu lalu dan menemukan kabar bahwa ada isu (yang kemudian disebut hoaks) beredar soal gempa dan tsunami.

Tapi, dikutip dari BBC, Pakar Tsunami Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko, menyebutkan bahwa gempa memang akan terjadi pada daerah subduksi atau pertemuan lempeng-lempeng. Di Selatan Jawa seperti Cilacap, pertemuan lempeng yang dimaksud adalah Indo-Australia dan Eurasia.

Dengan kata lain, kemungkinan gempa—bahkan potensi tsunami—memang nyata adanya. Suka atau tidak suka, tanah tempat kita tinggal memang penuh dengan “kejutan”.

Ah, jangankan takut sama gempa—sama lingkungan sekitar saja harusnya kita sudah mulai khawatir.

Selain menjadi negara dengan sampah plastik terbanyak kedua, Indonesia juga punya problem terkait kualitas udara. Jakarta menjadi kota dengan polusi udara terburuk di dunia. Provinsi-provinsi lainnya tidak jauh lebih baik. Angka yang menunjukkan kualitas air dan udara di beberapa tempat di Indonesia nyatanya nggak terlalu jauh berbeda dengan Jakarta.

Seolah nggak membantu meringankan beban pikiran, kajian resmi pemerintah telah memperkirakan bahwa Pulau Jawa bakal kehabisan air di tahun 2040, bahkan untuk sekadar makan dan minum. Wacana ini bahkan disebut-sebut sebagai salah satu alasan rencana pindahnya ibu kota ke Kalimantan.

Selagi kita mulai sedih dan ketakutan membayangkan harus minum dengan cara tayamum, ingatlah satu hal: di jajaran pejabat-pejabat pemerintahan sana, masih berlangsung saja tarik ulur kemelut pengganti Sandiaga Uno sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Para penduduknya sendiri nggak kalah membuat sedih bagi kita menjadi orang Indonesia. Konon, jumlah penduduk tua di Indonesia kini jumlahnya sudah separuh dari keseluruhan warga negara. Ini, sih, oke-oke saja kalau lansianya produktif—lah kalau nggak?

Iklan

Dikutip dari Jamkes.com, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Surya Chandra Surapaty, menyebutkan bahwa penduduk tua yang sakit-sakitan, tidak tangguh, dan tidak produktif akan menjadi beban negara, apalagi karena mereka rawan terkena penyakit degeneratif dan kronis.

Yang menyedihkan dari pernyataan di atas sebenarnya ada dua: selain penduduk tua menjadi beban negara, rasanya menyedihkan juga mengetahui bahwa penduduk-penduduk tua ini dianggap benar-benar sebagai beban negara. Iya, kan?

Saking ribetnya permasalahan negara selagi menjadi orang Indonesia, beberapa penduduk bahkan diketahui ikutan mendaftar jadi warga negara Asgardia—konsep negara di luar angkasa. Tercatat, lima ribu orang Indonesia resmi mendaftar untuk pindah ke Asgardia.

Tapi, saya yakin, walaupun saya bilang ini adalah waktu yang tepat untuk menangis menjadi orang Indonesia, pasti ada saja orang yang bakal menutup tab artikel ini sambil mencetin jerawat seperti biasa, sebelum kembali gegoleran di kasur.

Yah, mau gimana lagi? Pantas saja Indonesia diklaim jadi negara paling santuy sedunia.

Terakhir diperbarui pada 5 Agustus 2019 oleh

Tags: Asgardiagempamenjadi orang Indonesianegara paling santai seduniaSandiaga Unotsunami
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

Memang Kenapa Kalau Prabowo Subianto Jadi Presiden? MOJOK.CO
Esai

Memang Kenapa Kalau Prabowo Subianto Jadi Presiden Indonesia?

18 Desember 2023
Hidup di Jalur Sesar Opak Bantul, 17 Tahun Tak Berani Tidur di Kamar Akibat Ancaman Gempa. MOJOK.CO
Jogja Bawah Tanah

Hidup di Jalur Sesar Opak Bantul, 17 Tahun Tak Berani Tidur di Kamar Akibat Ancaman Gempa

7 Agustus 2023
Aktivitas Sesar Opak Bantul Meningkat, BMKG Sebut Bandara Yogyakarta Jadi Tempat Perlindungan Teraman. MOJOK.CO
Kilas

Aktivitas Sesar Opak Bantul Meningkat, BMKG Sebut Bandara Yogyakarta Jadi Tempat Perlindungan Teraman

2 Agustus 2023
Jogja Jadi Salah Satu Supermarket Bencana, Pemda DIY Kaji Asuransi Bencana Alam. MOJOK.CO
Kilas

Jogja Jadi Salah Satu Supermarket Bencana, Pemda DIY Kaji Asuransi Bencana Alam

11 Juli 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.