MOJOK.CO – Sri Mulyani, calon mertua idaman, seperti musik dangdut. Ia akan tetap bisa membuatmu “bergoyang” sembari tetap memberi pelajaran soal kehidupan.
Boleh jadi, kata “prestasi” adalah nama tengah dari Sri Mulyani Indrawati. Awal tahun 2019, Menteri Keuangan Indonesia tersebut kembali menyabet penghargaan Finance Minister of The Year 2019.
Penghargaan tahun ini merupakan versi majalah keuangan The Banker, milih Financial Times. Tahun lalu, Sri Mulyani juga menyabet penghargaan Finance Minister of The Year East Asia Pacific versi majalah Global Markets.
Penghargaan yang beliau terima di 2018 diberikan setelah melihat daya tahan Indonesia di bawah asuhan Sri Mulyani meskipun mengalamai banyak tragedy di tahun 2018. Misalnya gempa bumi di Lombok yang menyebabkan kerugian infrastruktur sekitar 5 triliun rupiah. Sri Mulyani merespons bencana alam lewat pembiayaan risiko bencana dan strategi asuransi baru.
“Strategi tersebut akan mengasuransikan seluruh bangunan publik mulai 2019, melindungi, dan membantu percepatan pemulihan pasca-bencana,” tulisa The Banker.
The Banker menambahkan: “Sementara bergulat dengan tragedi kemanusiaan, negara ini masih mencatatkan pertumbuhan yang mengesankan. Defisit produk domestik bruto untuk 2018 diperkirakan sekitar 1,86 persen, lebih rendah dibandingkan 2,19 persen yang diperkirakan dalam APBN 2018.”
Sebagai salah satu menteri yang berprestasi di era Jokowi, sudah selayaknya kita meniru etos kerja dan sikap Sri Mulyani. Selain memang layak menjadi panutan, sosok Sri Mulyani adalah contoh calon ibu mertua idaman. Mengapa? Karena banyak pernikahan yang gagal karena ibu mertua yang (maaf) menyebalkan dan nggak objektif.
Menikah itu bukan cuma menyatukan laki-laki dan perempuan dalam satu janji suci. Pernikahan juga berarti “menikahi” keluarga masing-masing pasangan. Ini yang justru paling sulit. Untuk memahami dan beradaptasi dengan sikap pasangan, kita bisa bernegosiasi dan berembug secara baik-baik.
Nah, bagaimana kalau yang perlu “dirembug” itu keluarga pasangan, spesifiknya ibu mertua? Wah, bisa-bisa dicoret dari daftar mantu bahkan sebelum kamu resmi meminang atau dipinang pasanganmu.
Oleh sebab itu, selain mencari pasangan yang ideal untuk dirimu sendiri, kamu juga perlu mempertimbangkan keberadaan “orang di balik layar”. Mertua, perlu juga dipertimbangkan. Jangan sampai menyesal kemudian meski kamu berkilah bahwa “yang penting cinta” sama pasangan. Kecuali kalau kamu memang kuat mental dan bisa cuek sama mertua.
Supaya memudahkan kamu mempertimbangkan calon mertua idaman, kamu bisa menggunakan sifat-sifat Sri Mulyani. Setidaknya ada tiga sifat yang bisa kamu jadikan patokan.
1. Sri Mulyani adalah sosok yang sangat profesional.
Sekitar tahun 2008, perekonomian Indonesia sedang gawat. Beberapa negara sudah bangkrut karena krisis ekonomi. Sri Mulyani dihadapkan kepada dua pilihan yang berat, antara ikut rapat dengan pelaku usaha atau bergegas ke rumah sakit karena ibu beliau sedang dalam masa-masa kritis.
Meski hatinya berkecamuk, Sri Mulyani bersikap profesional dengan tetap ikut rapat karena kondisi perekonomian Indonesia yang memburuk. Dalam hitungan 48 jam, beliau mengurus semua masalah ekonomi Indonesia dari hulu ke hilir. Rapat ini pula, konon, yang menjadi tonggak pertahanan Indonesia menghadapi krisis ekonomi global.
Setelah rapat selesai, beliau mendapati kabar bahwa ibunya berpulang. Kamu bisa rasakan bagaimana sedihnya Sri Mulyani. Profesionalitas, demi negara, beliau tetap bekerja meski hati gundah.
Sebagai calon mertua idaman, Sri Mulyani menunjukkan bahwa dirinya tetap bisa objektif menilai sesuatu dan tidak melibatkan terlalu banyak perasaan. Beliau akan bisa menilai menantu secara objektif, bukan berdasarkan wajah, kekayaan, atau keturunan siapa. Kamu akan dinilai berdasarkan kemampuan dan sikap, bukan hal-hal fana yang biasanya bikin kamu bertengkar dengan pasangan.
2. Sosok yang begitu sederhana.
Sejak kecil, Sri Mulyani mendapatkan pelajaran yang keras soal kehidupan dari kedua orang tuanya, yaitu Prof. Satmoko (alm.) dan Prof. Dr. Retno Sriningsih Satmoko (alm.). Salah satu pelajaran yang membekas adalah soal kesederhanaan.
Gaji sebagai menteri mungkin “hanya” 19 juta rupiah. Bisa kamu bilang tinggi, bisa juga tidak. Soal angka kan relatif. Sri Mulyani, dengan prinsip kesederhanaan, lebih memilih anak-anaknya bisa sekolah setinggi mungkin, ketimbang menggunakan uang untuk sesuatu yang tidak penting.
Dengan prinsip seperti ini, kamu tidak akan direpotkan dengan tuntutan proses pernikahan yang mewah nan ribet. Menikah sewajarnya, dengan dana yang biasa saja. Karena yang sulit itu bukan menikah, namun kehidupan setelah upacara pernikahan.
Ketimbang menghabiskan ratusan juta demi sebuah resepsi untuk “memberi makan” tamu yang sesungguhnya nggak kamu kenal, lebih baik ditabung untuk biaya masuk playgroup, TK, dan SD yang sekarang ini sungguh mahal.
Mertua idaman yang sederhana juga tidak akan menuntut kamu syarat yang aneh-aneh sebelum bisa meminang. Misalnya minta dibelikan mobil, dibikinkan rumah, atau menikah harus pakai kirab. Ya kecuali kamu anak sultan, yang pakai kirab.
Yang mereka minta hanya kamu mau mencintai pasanganmu sepenuh hati dan mau bekerja keras untuk kebahagiaan anaknya. Uuhh uwuwu~
3. Sportif.
Meski mengabdikan hidupnya untuk negara, Sri Mulyani tidak lalai dengan tanggung jawab sebagai istri dan ibu. Setiap pagi, beliau akan membuatkan bekal untuk anak-anaknya. Ketika nilai ujian anaknya jelek, beliau juga khawatir selayaknya orang tua biasa. Beliau bisa sportif memainkan peran sebagai menteri keuangan dan ibu rumah tangga dengan baik.
Ditambah pendidikan kehidupan dari keluarga yang memandang pendidikan sebagai hal penting, Sri Mulyani sebagai mertua idaman akan “memaksa” dirimu menjadi seorang yang layak menjadi menantu. Kamu akan dibuat menjadi manusia yang lebih baik. Bukan cuma “bermodalkan cinta” saja, tapi sikap yang baik dan bertanggung jawab.
Jadi, kamu bukan hanya menjadi menantu yang penuh cinta, namun juga bertanggung jawab. Masyuuk~
Sri Mulyani itu seperti musik dangdut. Ia akan tetap bisa membuatmu “bergoyang” sembari tetap memberi pelajaran soal kehidupan. HAK E HAK E!