MOJOK.CO – Smart Pakem dikhawatirkan melahirkan persekusi kepada kepercayaan dan agama minoritas. Agama Indomie jelas terancam oleh keberadaan aplikasi ini.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI baru saja meluncurkan sebuah aplikasi bernama Smart Pakem. Sebuah aplikasi yang sangat diterima oleh masyarakat luas. Diterima, untuk diprotes secara ramai-ramai.
Apa sih isi dari aplikasi Smart Pakem yang masih jauh dari stabil ini? Jadi kamu bisa mengaksesnya lewat situsweb atau unduh via Play Store untuk pengguna Android. Saya sudah mengunduhnya untuk mengintip Smart Pakem ini. Dan, seperti layaknya situsweb atau aplikasi pemerintah kebanyakan, tampilannya membosankan, kaku, dan kayak nggak niat. Belum ada isinya kok sudah dirilis.
Ada enam kolom informasi utama, yaitu Keagamaan, Kepercayaan, Undang-Undang, Ormas, Laporan, dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bagian Keagamaan sudah berisi beberapa entry seperti Kerajaan Tuhan Eden dan Gafatar. Bagian Kepercayaan berisi Paguyuban Penghayat Kapitayan, dan Bagian Untung-Undang masih kosong. Oya, bagian Fatwa sudah ada isinya, satu saja, diperuntukkan kepada Gafatar.
Beka Ulung Hapsara, Komisioner Komnas HAM, menganggap aplikasi tersebut akan menciptakan sebuah jalan bagi persekusi terhadap kelompok minoritas.
“Nanti malah akan ada persekusi karena suatu aliran dikecam sesat. Bisa saja nanti satu orang melaporkan Parmalim karena tak sesuai dengan (ajaran) Kristen,” kata Beka kepada “wartawan baik” dari Tirto.
Senada dengan Beka, Halili Hasan, peneliti dari Institute Setara, mengungkapkan bahwa Smart Pakem akan memarjinalisasi pengikut keyakinan agama minoritas. Hasan juga menegaskan bahwa sebuah keyakinan tidak bisa ditentukan oleh pendapat publik. Smart Pakem akan memecah masyarakat dan melegitimasi orang-orang untuk mempersekusi penganut kepercayaan bukan mainstream.
Beka kemudian menimpali dengan sebuah kekhawatiran bahwa kelak konflik horizontal bisa dengan mudah meluas. Ini sudah sangat jauh dengan tujuan berdirinya sebuah negara, yaitu melindungi kelompok minoritas dari pelanggaran Hak Asasi Manusia.
“Nanti akan jelas ini main mayoritas minoritas. Lalu siapa yang akan melindungi minoritas? Apa sudah ada mekanisme perlindungan pada teman-teman aliran kepercayaan?” tanya Beka. Suaranya terdengar sedikit bergetar. Ia sangat khawatir (ini pendramatisasian tulisan saja, selaw).
Nah, kalau kepercayaan minoritas begitu terancam karena kehadiran Smart Pakem, lantas bagaimana nasib Agama Indomie?
Agama Indomie adalah aliran kepercayaan yang dianut jutaan orang, tak hanya di Indonesia saja, namun juga di seluruh dunia secara diam-diam. Mereka boleh pemeluk Islam, Katolik, Hindu, atau Kristen. Namun, di sudut hati yang tersembunyi, ada sebuah altar pemujaan untuk Indomie. Ketika mereka tertekan oleh keadaan, pekerjaan, dan putus cinta, agama tidak selalu membantu. Tahukah kamu kalau perut yang kenyang bisa menjadi sumber kebahagiaan. Dan Indomie, selalu ada untuk menyelamatkan para umatnya.
Terutama di tanggal tua, untuk mahasiswa berkantong tipis, ketika berdoa saja tidak cukup mengenyangkan perut. Kamu butuh aksi nyata. Pergi ke burjo, minta Indomie goreng dobel untuk kemudian bayar belakangan alias ngutang. Ia adalah mesias, sang juru selamat. Dan kamu harus tahu, sebungkus Indomie lebih murah daripada sekilo beras. Ia sangat pro wong cilik. Emangnya cuma partai berlambang banteng sahaja yang bisa pro wong cilik.
Semuanya itu diwajarkan. Pertolongan pertama kepada umat yang lapar. Kamu tahu, umat yang lapar bisa memicu revolusi. Pemerintahan yang sah bisa terguling karena rakyat lapar.
Mengimani Agama Indomie artinya menunjung tinggi toleransi. Mereka, para pemeluk Agama Indomie, mewajarkan perbedaan. Ada pemeluk Agama Indomie sekte Goreng Orisinal, sekte Sambal Matah, sekte Mie Goreng Aceh, sekte Rendang, sekte Iga Penyet, hingga sekte Indomie Goreng Tengkleng. Ada pula sekte Indomie Rebus Rasa Ayam, sekte Rasa Soto, dan lain sebagainya. Semuanya saling menghormati perbedaan, tidak ada gesekan.
Paling-paling sedikit friksi terjadi ketika berhadapan dengan pemeluk Agama Mie Sedap. Namun, semuanya hanya pada tahap saling klaim lebih enak yang mana. Tidak sampai mengkafir-kafirkan, apalagi mengklaim bahwa darah mereka halal. Tidak ada yang menyeberang dari Agama Mie Sedap ke Agama Indomie lalu menjelek-jelekkan agama sebelumnya.
Begitu luhurnya agama minoritas ini. Lalu, coba bayangkan apabila ada yang tidak suka lantas melaporkan Agama Indomie lewat aplikasi Smart Pakem. Ketika kepercayaan seseorang diserang, maka “sumber kepercayaan” itu juga tak lepas dari serangan juga. Bagaimana apabila kelak Indomie difatwa haram? Celakalah Indonesia. Hancur sudah pegangan hidup mahasiswa ketika kiriman bulanan telat.
Atas dasar niat toleransi antar-kepercayaan dan agama minoritas, saya menolak keberadaan aplikasi Smart Pakem. Mari galakkan aksi dengan tagar #UninstallSmartPakem seperti mereka-mereka dulu yang mendukung #UninstallGojek karena mendukung LGBT. Saya mau otewe uninstall. Hidup Agama Indomie!
Kepada minyak yang nikmat dan bawang goreng yang menggugah selera, saya bersimpuh.