MOJOK.CO – Selamat datang, Pak Anies Baswedan. Ahli bahasa yang sungguh jernih pikirannya. Pak Ivan Lanin bisa pensiun saja jadi pendekar Bahasa Indonesia.
Konon, bahasa adalah salah satu warisan terbesar umat manusia. Bahasa menjadi alat komunikasi, bahkan bisa menjadi sebuah alat “verbal” untuk melihat isi pikiran seseorang. Bahasa bisa menjadi benda yang berbahaya ketika digunakan oleh orang yang salah, di waktu yang salah, dan dalam konteks yang (dianggap) salah.
Setelah ontran-ontran penerbitan IMB di pulau reklamasi, Indonesia berpeluang mendapatkan satu orang ahli bahasa lagi. Setelah dulu kita mengenal Ivan Lanin, pendekar Bahasa Indonesia di ranah Twitter, Indonesia sudah harus siap menyambut ahli bahasa di bidang politik. Mari sambut dengan iringan hadrah dan tambur: ahli bahasa politik: Anies Baswedan!
Ivan Lanin pernah membuat sebuah “kehebohan kecil” di Twitter ketika beliau ngetweet begini: “Kata itu netral. Tafsir manusia membuatnya berpihak. Imajinasi warganet membuatnya liar. Kendalikanlah!”
Tweet itu diprotes beberapa orang. Zen RS, misalnya, yang mengungkapkan kalau beberapa kata di Bahasa Indonesia itu sudah tidak netral ketika tidak ada tafsir yang didekatkan. “Tafsir tak hanya bekerja saat membaca atau menggunakan sebuah kata, tapi juga saat kata itu dibuat atau diciptakan.”
Zen mencontohkan kata “Anda”, “Bung”, Irian”, dan “karyawan” sebagai contoh kata yang tidak netral ketika diciptakan. Intinya adalah tidak semua kata lahir begitu saja dari ruang hampa. Kata, dalam sebuah bahasa, diciptakan dengan latar belakang masing-masing. Pun dengan perubahan yang terjadi, masing-masing punya latar belakang.
Artinya adalah, meskipun kita bisa leluasa menggunakan sebuah kata–karena dianggap netral–makna kata tidak bisa leluasa diganti. Terutama lantaran mempetimbangkan latar belakang lahirnya sebuah kata dan makna yang melekat. Kecuali kalau kamu memang ahli bahasa seperti Anies Baswedan ya. Kalau beliau sih, mau bilang apa saja selalu benar.
Bagi Anies Baswedan, penyebutan “pulau reklamasi” itu salah. Menurut Anies Basweda, penyebutan yang benar adalah pantai reklamasi. “Dari Reklamasi saja, disebutnya pulau reklamasi. Tidak ada pulau. Yang disebut pulau itu adalah daratan yang terbentuk proses alami. Kalau daratan yang dibuat manusia itu namanya pantai, bukan pulau,” kata Anies Baswedan seperti dikutip oleh Detik. Akhi Anies menggunakan contoh Pantai Indah Kapuk sebagai contoh kawasan reklamasi dan Ancol sebagai pantai.
Saya rasa, ini sungguh pemikiran yang brilian. Apalagi ketika Anies Baswedan menegaskan penggunaan istulah itu untuk mengurangi wawancara doorstop dan diskusi. Betul, Pak Anies, ngapain sih ada diskusi segala. Emang mahasiswa, sukanya demo sama diskusi. Ini pemerintahan yang agamis dan pilihan rakyat. Nggak ada ruang untuk diskusi. Sat set, kerja cepat bikin istilah.
Pantai dan pulau menurut Anies Baswedan
Kata “pulau” menurut Anies Baswedan adalah daratan yang terjadi secara alami. Sementara itu, menutut KBBI, kata “pulau” berarti tanah atau (daratan) yang dikelilingi air (di laut, di sungai, atau di danau). Kata itu, misalnya, bisa digunakan dalam kalimat “Berlayar di pulau kapuk.” Jadi, ada manusia yang sedang naik kapal, mengarungi pulau kapuk. Sebuah pulau yang terjadi secara alami berkat kontaminasi saliva dan sarung bantal. Sungguh alami.
Ya nggak masalah, yang penting Pak Anies Baswedan sudah bicara begitu. Alangkah baiknya kalau KBBI dan Wikipedia segera meralat konten “pulau” mereka daripada enggak barokah.
Lalu, bagaimana dengan “pantai”? Menurut Gubernur Pilihan Ummat itu, kata “pantai” adalah daratan yang dibuat oleh manusia. Ada penekanan “yang dibuat” di situ. Bagaimana kalau menurut KBBI?
Menurut KBBI, kata “pantai” punya empat makna. Pertama, tepi laut atau pesisir. Kedua, perbatasan daratan dengan laut atau massa air yang lain dan bagian yang dapat pengaruh dari air tersebut. Ketiga, daerah pasang surut di pantai antara pasang tertinggi dan surut terendah. Keempat, landai.
Nah, sudah saatnya KBBI menambahkan makna nomor lima sesuai pengertian dari Anies Baswedan yaitu, daratan yang dibuat oleh manusia. Silakan Pak Ivan Lanin segera mempopulerkan pengertian ini.
Pengertian dari Anies Baswedan ini, selain bermuatan politis, juga sebuah seruan terselubung bagi kita semua. Pak Anies ini sedang memperjuangkan hak paten siapa saja sih yang menciptakan ratusan kilometer pantai di Indonesia ini.
Ya kalau pantai selatan sih sudah jelas. Yang bikin adalah Nyi Roro Kidul. Seorang manusia, perempuan tangguh yang tinggal di selatan Pulau Jawa. Nah, bagaimana dengan Pantai Kuta? Sampai saat ini, tidak ada yang tahu siapa yang membuat Pantai Kuta? Apakah Bli Jerinx yang suka minta alamat dan nomer hape lewat email itu, Sat?
Atau, jangan-jangan ada yang namanya I Gede Kuta, pencipta Pantai Kuta yang tidak pernah kita tahu sebelumnya. Hasil karya beliau ini menjadi daya tarik Bali. Sebuah kerja yang patut kita hargai. Dunia harus tahu.
Nah, bergeser sedikit ke utara Indonesia, siapa yang membuat Pantai Losari di Makassar? Apakah ada hubungannya dengan nama “Sari” di sana? Petunjuk apa yang sedang ditebar oleh Anies Baswedan?
Kita juga perlu segera mencari asal-usul Pantai Klayar tempat Godfather of Broken Heart, Don Didi Kempot meninggalkan rindunya lewat lirik yang sangat menyayat:
Tulung sawangen, sawangen aku sing nandhang rindu.
Oh tulung muliha, senadyan sedela aku wis lila.
Samar, ati iki samar yen nganti kowe lali janjimu ning Pantai Klayar.
Samar, ati iki samar yen nganti kowe tega ninggal aku ganti pacar. Ouoo
Siapa yang sudah membuat Pantai Klayar sampai-sampai Didi Kempot masih ada di sana menunggu kekasihnya yang sudah lama pergi? Sedih banget, brooo…
John Austin, seorang filsuf bahasa mengungkapkan bahwa penggunaan bahasa tidak dapat dilepaskan dengan situasi kontret di mana ungkapan tersebut dikemukakan. Bagi John, bahasa bukan soal struktur, gramatika, atau daya analitiknya, tapi pada daya pernyataan. Makna bahasa terletak pada saat dinyatakan (meaning in use), berpengaruh atau tidak pada teman atau lawan kita berkomunikasi.
Dari teori bahasa performatif John Austin, daya bahasa tak lepas dari subjek penuturnya. Siapa yang mengatakan? Kalau kita bukan ahli maka sangat bisa pernyataan kita dimuntahkan begitu saja. Untung saja, yang mengusulkan perubahan makna kata “pantai” dan “pulau” adalah seorang ahli bahasa.
Selamat datang, Pak Anies Baswedan. Ahli bahasa yang sungguh jernih pikirannya.