MOJOK.CO – Dalam beberapa tahun terakhir, tren penggunaan panel surya sebagai PLTS atap semakin populer dan dikenal masyarakat luas.
Twit dari aktivis lingkungan Agus Sari terkait pemasangan panel surya di rumahnya yang ia unggah pada 17 Agustus 2021 lalu rupanya viral dan menjadi perbincangan banyak orang.
“Merdeka (dari PLN).” Begitu tulis Agus Sari.
Merdeka (dari PLN). pic.twitter.com/x8PSHS2TZ0
— Sepuluh Tahun Lagi? 🌱 (@agussari) August 17, 2021
Twit tersebut memancing diskusi luas terkait pemasangan panel surya sebagai alternatif pengganti sumber listrik dari PLN. Kalau menyimak balasan-balasan dalam twit Agus Sari tersebut, bisa terlihat betapa banyak orang yang tertarik untuk mencoba menggunakan panel surya.
Tak bisa dimungkiri, tren penggunaan panel surya sebagai penghasil energi listrik memang terus naik setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, utamanya setelah para pegiat energi surya dengan dukungan dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral mendeklarasikan Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap pada akhir 2017 lalu.
Gerakan tersebut memang diharapkan bisa mendorong penggunaan listrik surya dan berkontribusi setidaknya 14 persen dari seluruh listrik yang dihasilkan oleh pembangkit-pembangkit listrik. Selain itu, penggunaan listrik tenaga surya melalui panel surya atau PLTS atap ini juga diharapkan ikut membantu menurunkan emisi gas rumah kaca.
Pada masa-masa awal-awal panel surya mulai dikenal di Indonesia, di mana orang yang menggunakannya jumlahnya masih sangat terbatas, tak banyak rumah yang berani memasang panel surya, sebab memang tarif instalasinya amat mahal untuk diterapkan pada skala rumahan. Hanya perusahaan-perusahaan besar yang kuat untuk memasangnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda kepada Bisnis.com pada 2019 lalu pernah mengatakan bahwa pembangkit listrik tenaga surya pada level rumahan ini biaya rata-ratanya mencapai Rp30 jutaan dengan balik modal sesuai pengeluaran tarif listrik sekitar 6 tahun. Hal tersebut membuat banyak orang atau pengembang properti yang enggan untuk memasang panel surya sebagai bagian sumber energi listrik rumah.
Lebih lanjut, Ali mengatakan bahwa PLTS atap saat itu hanya masuk akal untuk pasar hunian di atas harga Rp1 miliar.Namun, masih menurut Ali, bukan tak mungkin bila dalam beberapa tahun mendatang, tren penggunaan PLTS atap rumahan bahkan untuk rumah dengan harga murah bisa menjadi hal yang lumrah bagi para pengembang.
Apa yang dikatakan oleh Ali pada kenyataannya memang cukup terbukti.
Berdasarkan data dari Kementerian EDSM, jumlah pengguna PLTS atap di Indonesia memang mengalami kenaikan yang sangat pesat. Jumlah pengguna PLTS atap saat ini mencapai 4 ribu pengguna, mengalami kenaikan yang sangat pesat bila dibandingkan dengan jumlah pengguna pada tahun 2018 yang hanya 600 pengguna.
Naiknya pengguna PLTS atap ini tentu tak semata karena kampanye energi bersih dan terbarukan yang memang banyak didengungkan oleh para aktivis lingkungan, lebih dari itu, banyak faktor lain yang turut menaikkan penggunaan panel surya sebagai PLTS ini.
Salah satu faktor yang ikut memengaruhi banyaknya orang yang tertarik dengan penggunaan panel surya sebagai sumber listrik adalah makin murahnya biaya instalasinya.
Jika dulu instalasi panel surya skala rumahan ini bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta, maka kini sudah banyak vendor yang menyediakan layanan pemasangan dengan harga yang jauh lebih murah, bahkan ada yang sampai hanya belasan juta rupiah saja.
Makin banyak perusahaan yang berfokus menyediakan layanan pemasangan PLTS atap ini, sehingga makin banyak pula orang yang bisa terlayani jika ingin memasang panel surya.
Selain itu, beberapa perusahaan bahkan secara ekstrem menyediakan layanan sewa panel surya “zero investment” di mana pelanggan tidak perlu membayar biaya instalasi awal yang sangat mahal itu. Pelanggan hanya perlu membayar sejumlah energi yang dihasilkan.
Walau memang belum banyak jumlahnya, namun layanan ini tentu akan semakin meningkatkan minat masyarakat untuk mau memasang panel surya untuk rumah atau kantor mereka.
Lebih dari itu, keinginan orang-orang untuk “hijrah” pada PLTS atap ini juga dipengaruhi oleh iming-iming penghematan yang bisa didapatkan oleh pengguna panel surya.
Mengutip dari laman website Lanscape Indonesia, perusahaan penyedia layanan panel surya yang digunakan oleh Agus Sari di awal tulisan ini, satu panel yang dipasang di atas rumah punya potensi untuk menghasilkan 1,2 – 1,5 kilowatt-hours (kWh) dalam sehari (dengan estimasi mendapat sinar matahari “peak sun” antara 4-5 jam sehari). Itu artinya, dalam satu bulan, energi yang bisa dikumpulkan adalah sebanyak 36 kWh – 45 kWh.
Jika dihitung menggunakan tarif dasar listrik pada daya 900 VA yang sebesar Rp1.352 per kWh, itu artinya, energi yang dihasilkan oleh satu panel surya sudah bisa menggantikan pengeluaran token pulsa listrik sebesar Rp50 ribu atau 36,98 kWh. Ingat, itu hanya dari satu panel. Sedangkan pada rumah dengan atap yang agak luas, tentu bisa dipasang banyak panel.
Kementerian ESDM bahkan sudah menyediakan website khusus untuk menghitung penghematan yang bisa didapatkan oleh orang yang memasang panel surya di rumahnya.
Selain penghematan, alasan pungkasan orang mulai tertarik dengan panel surya tentu saja adalah karena kekecewaan terhadap layanan PLN, misal orang-orang yang sudah sangat malas karena PLN kerap melakukan pemadaman di wilayah tertentu, atau orang-orang yang merasa dipersulit untuk pemasangan atau pengajuan kenaikan daya.
Daripada makan hati, lebih baik cari alternatif. Mungkin itu yang dipikirkan oleh orang-orang yang dikecewakan oleh PLN ini.
Maka, bukan tak mungkin, jika layanan PLN tidak segera berbenah, di masa depan, orang-orang akan beramai-ramai beralih sepenuhnya dari PLN ke energi listrik surya yang memang kian hari kian terjangkau itu.
BACA JUGA Pembangkit Listrik Tenaga Tuhan Tidak Pernah Kehabisan Pulsa dan artikel AGUS MULYADI lainnya.