Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Pelecehan Seksual Seperti “Kucing dan Ikan Asin” Itu Analogi Jahat

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
7 November 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kasus perkosaan yang terjadi si sebuah universitas mulai menyita atensi publik soal pelecehan seksual. Menyedihkannya, victim blaming itu masih saja terjadi.

Malam hari dari Bandung—kota perantauan saya bertahun-tahun lalu—travel yang saya tumpangi melaju ke kota kelahiran. Selain saya yang duduk di baris kedua bersama kakak perempuan saya, seluruh penumpangnya adalah laki-laki, rata-rata tampaknya berusia 30 tahun ke atas.

Saya tertidur di tengah perjalanan, sementara kakak saya di sebelah kiri sudah tidur duluan. Segalanya terasa normal sampai saya merasa ada yang hangat di paha saya—seperti ada tangan yang diletakkan di sana. Refleks, saya membuka mata. Ada gerakan mendadak dari laki-laki di sebelah saya, tapi ia tampak memejamkan matanya. Rasanya mendebarkan—takut sekaligus marah. Apakah bapak-bapak ini yang baru saja meremas paha saya?

Saya mencoba tidur lagi. Tapi, rasa hangat itu datang lagi, kali ini disertai dengan suara nafas mendekat ke arah pipi saya. Kalau mau tau rasanya, biar saya jelaskan: seperti ada seseorang yang akan mencium pipimu.

Saya bangun dan duduk tegak. Pria di sebelah saya bergerak mendadak (lagi) seperti terkejut, tapi langsung berlagak tertidur. Saya tak perlu penjelasan: saya yakin betul dia baru saja melakukannya pada saya.

Apakah saya marah? Apakah saya menampar pria kurang ajar itu?

I wish I did. Sayangnya, saya terlalu takut. Akan jadi seperti apa kalau saya berteriak, sementara travel diisi oleh banyak sekali laki-laki? Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah mepet-mepet ke arah kakak saya yang tertidur di sebelah kiri. Sepanjang sisa perjalanan, saya memutuskan untuk tidak tidur dan terus-terusan mengecek laki-laki di sebelah dengan ketakutan.

Nyatanya, dari 5.000 wanita, 1.250 orang di antaranya pernah terlibat dalam kasus kejahatan seksual, baik pelecehan maupun kekerasan. Lebih sederhananya: satu dari empat wanita mengalami kejadian tersebut, sementara hanya 10 persen saja yang berani bersuara. Sisanya? Kebanyakan memilih diam karena mereka justru merasa takut tak dipercaya dan disalah-salahkan. Sampai di sini, kamu mungkin ingat kisah Via Vallen dan Gita Savitri.

Kasus perkosaan selalu menjadi sorotan tajam masyarakat karena melahirkan banyak pandangan dan gagasan. Buktinya, belakangan ini, publik dikejutkan dengan berita perkosaan mahasiswi oleh temannya sendiri pada masa berlangsungnya KKN (Kuliah Kerja Nyata) di UGM. Kalau membaca kisahnya saja belum mampu membuatmu marah, ada kalimat-kalimat yang harus diterima oleh korban dan ditulis dalam berita tersebut yang cukup menyekat tenggorokan:

“Ibarat kucing kalau diberi gereh (ikan asin dalam bahasa jawa), pasti kan setidak-tidaknya akan dicium-cium atau dimakan.”

Pernyataan di atas adalah analogi populer tiap kali sebuah kasus perkosaan atau pelecehan seksual lain terjadi. Pada kasus di mana perempuan menjadi korban, ia kerap dianggap sebagai ‘ikan asin’, sementara laki-laki pelakunya menjadi ‘kucing’.

O, jangan lupakan pula analogi yang lain: perempuan, kalau pakaiannya terbuka dan tidak semestinya, pantas pula diibaratkan sebagai permen yang dibuka bungkusnya. Akibatnya? Ya wajar-wajar saja kalau akhirnya dirubungi lalat dan semut.

Kucing, lalat, maupun semut—seluruhnya adalah binatang yang tidak lebih memiliki otak daripada manusia. Saya heran—heran sekali—apakah sebegitu bangganya laki-laki disebut sama dengan kucing yang bakal dengan nafsunya menghabiskan ikan asin manapun yang disodorkan ke mukanya? Lantas, apa memang perempuan pantas-pantas saja disamakan dengan ikan asin dan permen—keduanya adalah benda mati—yang tidak bisa berontak maupun bersuara, atau setidaknya merasakan takut dan trauma mendalam?

Coba beri tahu saya: apa, sih, makna analogi di atas selain berarti pemakluman? Apakah wajar-wajar saja seorang laki-laki meremas dada perempuan di pinggir jalan hanya dengan alasan “Soalnya dadanya besar” padahal dia punya otak untuk berpikir? Alih-alih menyalahkan ukuran dada, kenapa si laki-laki tidak mengatur pandangannya sendiri? Bukankah tidak seimbang kalau apa-apa harus perempuan yang disalahkan?

Iklan

Giliran pacaran aja bilangnya “Perempuan selalu benar,” eh giliran melakukan pelecehan seksual kok jadi “Perempuan yang salah!”?

Cih. Sial benar kami-kami ini—perempuan korban-korban kejahatan seksual—yang malah ditimpakan kesalahan akibat minimnya kemampuan berpikir pelaku.

Mas, Mbak, Bapak, Ibu, tolong diingat: kejahatan seksual, baik pelecehan maupun kekerasan, tetap saja merupakan kejahatan seksual. Aktivitas itu dilakukan di luar keinginan korban, yang bahkan sebenarnya tidak melulu seorang perempuan. FYI aja, ada juga korban kekerasan seksual yang merupakan laki-laki ataupun transgender. Malah, kasus ini juga bisa terjadi dalam sebuah hubungan yang sah dan resmi, atau lebih sering kita kenal dengan nama ‘pernikahan’.

Hubungan antarmanusia memang merepotkan. Kalimat yang barusan adalah lirik lagu JKT48 yang judulnya Apakah Kau Melihat Mentari Senja?. Kenapa saya menulis informasi ini? Nggak papa, sih, soalnya saya suka JKT48 aja. Hehe. Tapi intinya, saya ingin menggarisbawahi pernyataan tersebut: hubungan antarmanusia memang merepotkan. Jelas, hubungan ini tidak sesederhana analogi kucing dan ikan asin, atau malah permen tanpa bungkus yang dirubungi lalat dan semut.

Kalau segitu susahnya mengontrol diri sendiri, ha mbok lakukan akomodasi seperlunya. Berbicaralah jujur pada pasangan atau—kalau perlu—konsultasikan pada psikolog seksual. Mungkin terdengar memalukan, tapi apa faedahnya menutup-nutupi kalau cuma mau pakai pembelaan yang nggak mashoook itu?

Terakhir diperbarui pada 7 November 2018 oleh

Tags: KekerasanKKNkucing dan ikan asinmahasiswi UGMpelecehan seksualperkosaan
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

Alasan Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan, referensi dari buku Mereka Hilang Tak Kembali. MOJOK.CO
Aktual

Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”, Menyegarkan Ingatan bahwa Soeharto Tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan, tapi Harus Diadili Mantan Menantunya

1 November 2025
Mahasiswa KKN.MOJOK.CO
Kampus

KKN Bikin Warga Muak Kalau Program Kerja Template dan Kelakuan Mahasiswanya Tak Beretika

17 Oktober 2025
KKN UMY Tidak Hanya Bisa Bikin Papan Nama MOJOK.CO
Esai

Mahasiswa UMY Atasi Sampah di Laut Wakatobi dengan Stove Rocket, Bukti KKN Tidak Hanya Bikin Papan Nama

6 Oktober 2025
Sisi Gelap Sebuah Pesantren di Tasikmalaya: Kelam & Bikin Malu MOJOK.CO
Esai

Sisi Gelap Sebuah Pesantren di Tasikmalaya: Mulai dari Pelecehan Seksual Sesama Jenis, Senioritas, Kekerasan, Hingga Senior Memaksa Junior Jadi Kriminal

9 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.