MOJOK.CO – Ketika jutaan masyarakat kelas ekonomi bawah dan menengah kesulitan beli tanah dan rumah, orang kaya nggak mau berhenti investasi tanah.
Coba pikirkan, bakal semahal apa harga rumah dan tanah jika kedua komoditas ini ditimbun dan cuma dimiliki orang-orang kaya. Investasi tanah ngetren, tapi yang bisa beli, ya jelas cuma orang-orang kaya lagi. Sedangkan mereka yang tak mampu memiliki tempat tinggal sendiri, terpaksa mengontrak, ngekos, dan sewa properti orang lain. Ini mengingatkan saya pada kutipan orang jatuh cinta yang lebih pas dalam kondisi begini, “Dunia serasa milik orang kaya, yang lain ngontrak”.
Balada jual beli tanah sebenarnya mirip dengan jual beli beras, minyak, dan sembako lain. Jika ada satu atau segelintir pihak yang memonopoli barang ini, jumlah sembako yang ada di pasaran berkurang. Akibatnya kebutuhan masyarakat sulit terpenuhi karena kelangkaan barang. Tahu langka begini, segelintir orang yang memonopoli kemudian melepas barang timbunan mereka dengan harga mahal. Asumsinya memang, semakin langka suatu barang ya semakin mahal harganya.
Ujung-ujungnya, yang bisa beli sembako duluan adalah orang-orang kaya. Sialnya, jika mereka serakah, mereka juga bakal jual sembako itu dengan harga yang lebih nggak masuk akal. Padahal sasaran belinya orang-orang menengah ke bawah. N666eri.
Saya tidak menyalahkan aktivitas investasi tanah dan rumah. Sebenarnya, ini adalah hak setiap orang yang pengin nabung waktu punya uang. Sayangnya glorifikasi terhadap julukan “tuan tanah” itu bikin orang-orang kaya bangga dan semakin pengin melegitimasi sebutan ini dengan beli lebih banyak tanah dan rumah.
Kalau kamu mau sedikit meluangkan waktu buat jalan-jalan ke kompleks perumahan elit, banyak bangunan yang sebenarnya tidak berpenghuni dan melompong. Rumah-rumah di sana kebanyakan cuma difungsikan sebagai “tabungan” atau vila yang suatu saat bisa dikunjungi. Semuanya, jelas milik orang kaya dan mereka punya dalih “investasi tanah”.
Memiliki satu atau dua properti nganggur masih mending. Tapi, bayangkan jika di Indonesia ada dua puluh juta orang kaya yang masing-masing punya dua properti nganggur, apa nggak empat puluh juta rumah tuh yang kosong? Kebanyakan properti nganggur ini cuma disediakan buat dihuni hantu dan pembantu. Sedangkan di sisi lain, orang kelas menengah kesulitan bayar kontrakan, orang kelas bawah terpaksa tidur di kolong jembatan.
Biar nggak seolah-olah saya menggunakan ketidakmampuan ekonomi saya buat menyalahkan orang kaya, mari kita lihat kasus lain di luar negeri.
Di Amerika, banyak orang kaya serakah yang juga gila investasi tanah dan rumah. Mereka menghabiskan banyak dana buat menimbun properti dan beli-beli rumah. Padahal, ya memang nggak lagi butuh. Mereka cuma pengin suatu saat bisa menjual properti dengan harga lebih tinggi. Sebab, asumsi sederhananya, harga properti selalu naik dari tahun ke tahun.
Pada 2006 harga properti Amerika mengalami peak, alias jadi mahal banget, Bos. Semua orang menjual tanah dan rumah dengan harga-harga yang semakin tinggi. Nggak mampu beli, ya minggir dulu. Fenomena ini disebut dengan US Housing Bubble atau Real Estate Bubble. Pemilik tanah hanya mereka yang merupakan orang-orang kaya.
Sayangnya setelah peak, harga properti terjun bebas di akhir 2006 dan awal 2007. Terus menurun hingga 2012. Konon ini adalah angka penurunan harga properti paling tajam sepanjang sejarah Amerika. Hal ini terjadi karena udah nggak ada orang yang mau beli rumah dan tanah. Sehingga banyak pemilik aset yang akhirnya melepas aset mereka dengan harga “seadanya”. Real Estate Bubble, pecah seperti bisul meletus. Melahirkan perih bagi mereka yang sedari awal berniat investasi tanah.
Hal ini mungkin bisa saja terjadi di Indonesia. Tapi, kayaknya jangan terlalu berharap dan lihatlah sebaliknya. Apa yang terjadi di Indonesia seringnya cuma paradoks. Jadi, jika kamu kaum medioker kayak saya, mendingan nggak usah kebanyakan berharap bahwa bubble investasi tanah di Indonesia juga bakal semudah itu pecah. Masalahnya Indonesia ini isinya orang-orang kaya, bos-bos besar dengan kekayaan invisible Pandora Papers, Beibi~
Harta orang-orang kaya di Indonesia njomplang banget dengan kaum-kaum medioker dan masyarakat kelas bawah. Tabunganmu yang ada di beberapa bank itu, bisa kalah sama tuan konglomerat dan taipan-taipan di Indonesia yang kadang cuma nabung di Bank BCA, tapi jumlah saldonya 13 digit.
Jika kamu betul-betul orang kaya yang beli rumah kayak beli gorengan dan pengin investasi tanah, sekali lagi saya nggak lagi menghujat. Saya cuma bilang kamu serakah cum egois bila properti-properti yang sudah kamu miliki sama sekali nggak ada fungsinya. Diabaikan begitu saja, dilupakan, dan dijual suatu saat dengan harga nggak masuk akal. Lama-lama satu perumahan itu kamu beli semua dan jadi ghost community. Rumahnya ada, penghuninya hantu.
Pernah gak kalian lihat rumah kosong terus ketika tanya-tanya ternyata ada pemiliknya, dan rumahnya gak cuman satu tapi ada beberapa rumah kosong, yang tidak ditinggali dengan hanya satu orang pemilik?
Ghost community akibat keserakahan manusia tanpa perlindungan dari negara. pic.twitter.com/I5g0p1TmTc
— Faizal (@zalkad) October 5, 2021
BACA JUGA Tidak di Jakarta, Tidak di Jogja: UMR Ditekan Serendah-rendahnya, Harga Rumah Dikatrol Setinggi-tingginya atau artikel lainnya di POJOKAN.