MOJOK.CO – Banyak orang ingin menjadi kaya dari game seperti para konten kreator dan pro player, namun tidak semua paham seperti apa cara menjadi kaya yang benar ketika menempuh jalan tersebut.
Semua orang pengen tahu cara menjadi kaya dan merasakan indahnya kehidupan para atlet esports dan kreator konten game macam JessNoLimit, Shroud, Lemon dan yang lainnya. Ya gimana nggak mau, kalian tinggal main game yang kalian suka, lalu uang datang sendiri lewat AdSense, sponsor, dan donasi-donasi dari kanal stream kalian.
Enaknya lagi, kalian nggak harus keluar rumah, ngantor, atau berurusan dengan tetek bengek kehidupan yang fana ini. Kalian bebas menentukan mau kerja jam berapa, main jam berapa, dan jalanin hidup kek apa. Pemasukan dari dunia game itu nggak main-main. Gaji PNS yang diidamkan mertua pun lewat. Dilansir dari Gamebyte, Michael “Shroud” Grzesiek menghasilkan minimal 100 ribu dolar AS per bulan atau kira-kira Rp1,4 miliar per bulan.
Uang segitu buat beli dawet bisa buat ngisi kolam Bundaran HI, nek koe selo lho.
Tapi, tentu dengan kerja yang terlihat mudah dan juga pemasukan yang amat besar, ada banyak hal yang tidak disadari oleh banyak orang, yaitu semuanya tidak instan dan tidak diraih dengan gampang. Ada banyak hal yang perlu dikorbankan dan diselesaikan sebelum menjadi kreator konten atau pro player dalam game.
Yang perlu dikorbankan pertama adalah uang dan waktu.
Banyak pro player yang dulunya miskin, namun bukan berarti mereka nggak modal. Untuk atlet esports, punya gadget atau PC dengan spek dewa adalah keharusan. Sebab, alat yang mumpuni mendongkrak performa mereka. Perlu kalian tahu, alat-alat penunjang macam PC, keyboard, mouse, headset, dan smartphone yang mumpuni itu harganya nggak bersahabat.
Sebagai contoh, mouse gaming merakyat macam Logitech G402 harganya Rp500 ribu. Yang di atasnya lagi, bisa menyentuh jutaan. Tentu kalian bisa berargumen, dengan memakai alat seadanya, toh kalian baik-baik saja. Namun, ketika kalian mencoba alat-alat yang memang dibuat untuk game, kalian bakal menjilat ludah kalian sendiri.
Waktu yang dikorbankan untuk menjadi kreator konten dan pro player tidak sedikit. Banyak kreator konten yang harus main berkali-kali atau bahkan menghabiskan berhari-hari hanya untuk satu konten. Untuk pro player, mereka banyak menghabiskan waktu untuk berdiskusi tentang strategi, metagame, serta melihat video pertandingan mereka untuk dianalisis lebih jauh. Mereka juga berlatih hingga 12 jam sehari sampai mengesampingkan kehidupan sosial mereka. Ya, namanya juga tuntutan.
Sekarang perbedaannya terlihat jelas, kalau spek gadget dan komputermu masih kentang, mending pelan-pelan ditingkatkan agar bisa menunjang keinginan jadi pemain pro. Kalau masih pake smartphone sama komputer yang RAM cuma 2 GB, mending kalian memikirkan ucapan Budi Setiawan bahwa jutaan orang tidak menyadari….
Ada hal lain yang juga membedakan kreator konten dan pro player dengan para penikmat game yang lain, yaitu mereka serius dan memang berdedikasi dalam game tersebut. Meskipun konten yang diunggah itu lucu lucuan macam konten punya Milyhya, namun banyak yang tidak menyadari Milyhya sebenarnya pemain yang jago, jadi dia bisa cari celah dalam membuat konten yang menyenangkan.
Pro player terkadang terlihat bercanda atau main-main saja, tapi dalam kepala mereka banyak kemungkinan kemungkinan yang sudah dipikirkan. Mereka bermain dengan strategi dan juga mengedepankan teamwork daripada terlihat flashy. Kalian yang ngambek karena ga dapet hero marksman ga bakalan jadi pro, mark my words.
Kalian harus mulai mengubah sudut pandang dalam bermain game, kalau memang mau ke level selanjutnya, kalian ga bisa lagi pakai mindset “yang penting keliatan jago”. Serius, cara pikir gitu nggak akan ngebawa kalian ke mana-mana. Jadi yang paling jago setongkrongan aja belum tentu.
Dan ini yang paling penting. Orang-orang yang sukses di dunia game sebagian besar menyelesaikan pendidikan mereka, bahkan ada yang break dari karir agar pendidikan mereka selesai.
Contohnya ada banyak. Artour “Arteezy” Babaev break beberapa waktu untuk menyelesaikan SMA. Anatham “OG.ana” Pham memutuskan break setelah menjadi juara dunia untuk menyelesaikan studinya. Danil “Dendi” Ishutin juga memilih menyelesaikan sarjana sebelum terjun ke karier pro player.
Walau banyak pro player yang berpenghasilan besar dan sukses di dunia game, bukan berarti itu menjadi alasan kalian meninggalkan skripsi dan bangku pendidikan. Masak ya udah cupu dalam game, pengangguran pula. Nggak malu?
BACA JUGA PNS Identik Dengan Game Zuma, Kemenkeu Malah Ngadain Lomba Onet dan Zuma Sekalian dan artikel menarik lainnya di POJOKAN.