MOJOK.CO – Rabu kemarin (8/1), Meghan Markle dan Pangeran Harry mengumumkan bahwa mereka keluar dari keluarga Kerajaan Inggris dan memutuskan untuk hidup secara mandiri setelah sebelumnya hidup sebagai putri dan pangeran yang semua kebutuhannya dibayari pajak warga Inggris.
Kabar dari Istana menyatakan bahwa keputusan mundur dari keluarga istana ini karena mereka berencana hidup lebih bebas, fleksibel, dan lepas dari segala protokol keluarga kerjaan. Itu versi istana. Kalau versi non-istana, keputusan ini sebenarnya terjadi karena Meghan Markle disebut-sebut nggak akur sama keluarga istana mulai dari Ratu Elizabeth II hingga Duchess of Cambridge Kate Middleton. Meghan Markle berubah namanya jadi Meghan Mangkel gara-gara merasa diperlakukan secara tidak adil di sana.
Meghan Markle dan Kate Middleton emang sering dibanding-bandingin sama media Inggris. Dan entah kenapa media selalu menganggap Kate lebih baik dari Meghan. Baik itu dari cara berpakaian, attitude, sampai latar belakang pribadi.
Ya, Meghan adalah sasaran empuk pemberitaan media. Dia selalu dianggap sebagai “orang luar” karena berasal dari keluarga non-Inggris dan punya kulit berwarna, tidak seperti keluarga darah murni istana.
Pemberitaan buruk tentang dirinya juga diperparah dengan statusnya sebagai seorang janda dan pekerjaannya sebagai artis yang dianggap tidak cocok bersanding dengan keluarga kerajaan. Udah dobel minoritas gitu, dia malah mendaku sebagai feminis yang tentu bertentangan dengan tradisi keluarga istana yang sangat patriarkis. Sungguh kontras dengan Kate yang bisa dibilang punya latang belakang sangat clear dan berasal dari keluarga terpandang.
Gara-gara sejak awal sudah tidak disukai, Meghan juga sering jadi korban standar ganda media, khususnya ketika ia dan Kate menjadi berita.
Media gosip memang kejam dalam mengadu domba Kate dan Meghan. Kate boleh menggunakan pakaian apa saja yang dia sukai, bahkan beberapa kali mendapat pujian bahkan meskipun penampilannya melawan protokol. Tapiii… jika Meghan yang melakukannya, dia bakal jadi subjek berita negatif untuk waktu yang cukup lama dan kesalahannya terus menerus diungkit. Ini sih kalau kata Awkarin, Kate suci, Meghan penuh dosa.
Tapi emang dari awal, Meghan kayaknya nggak terlalu senang dengan kehidupan istana sih. Ini terlihat dari bagaimana dia sering menolak mengikuti tradisi istana. Mulai dari sengaja nikah di bulan Mei yang mana menurut mitos istana, Mei itu bulan kesialan.
Di pesta pernikahannya, Meghan juga memilih untuk membuat pesta yang modern ala-ala Amerika dengan bridal party dan pendamping pengantin perempuan yang tidak berasal dari lingkungan istana.
Meghan Markle juga dinilai terlalu dekat dengan fansnya sampai berani memeluk mereka. Yang paling rebel menurut saya adalah dia suka pakai baju dan cat kuku hitam yang mana pakaian hitam tuh, dalam protokol istana, cuman boleh dipakai buat ngelayat orang doang.
Tapi berhubung ia keluarga kerajaan, jelas mustahil buat Meghan untuk curhat di IG Stories, misalnya. Di wawancara ini, jawaban Meghan ketika ditanya jurnalis Tom Bradby apakah dia baik-baik saja (“Are you okay?“) bisa bikin air mata kita diam-diam netes aja gitu.
Harry sendiri mengkhwatirkan serangan-serangan media yang datang kepada istrinya. Kalau kata Bradby, Harry cemas dan nggak mau nasib ibunya, Putri Diana yang dapat serangan buruk dari media dan kemudian meninggal dalam kecelakaan karena berusaha menghindar dari paparazzi, terulang ke istrinya. “I will always protect my family, and now I have a family to protect,” kata Harry.
Setelah mengumumkan keluar dari keluarga istana ini, banyak orang khususnya di sosial media menyelamati dan memuji keberanian mereka berdua keluar dari lingkungan yang cukup “toxic” seperti itu.
Tapi ya ada juga sih yang nyinyir dan ngatain Meghan Markle sebagai orang yang nggak tahu bersyukur padahal sudah hidup enak menjadi tuan putri di sebuah istana.
Well, hidup di istana bagi sebagian orang mungkin terdengar seperti mimpi yang berubah menjadi nyata. Too good to be true. Tapi apa iya demi mimpi itu kita mau menggadaikan kebebasan yang kita punya, peran dan pekerjaan yang kita cintai, dan hidup tenang yang jauh dari nyinyiran mertua, tetangga, dan media?
Sebagaimana Meghan Markle, Harry juga pantas mendapat pujian atas keputusan besar ini. Ia adalah pewaris takhta kerajaan urutan keenam, setelah Pangeran Charles, Pangeran William, dan tiga anak Pangeran William. Namun, kelihatannya proteksi keluarga kecilnya seperti yang ia bilang di wawancara tadi lebih penting daripada kekuasan.
Kasus Harry mestinya jadi contoh buat suami-suami egois di luar sana, yakni mereka-mereka yang jangankan merelakan kesempatan jadi raja dari monarki tebesar di dunia, istri sedang hamil atau baru melahirkan malah ditinggal selingkuh. Juga jenis-jenis suami yang dimintai bantuan mengasuh anak masih berani menjawab “Nggak mau”.
Mundur dari keluarga istana menjadi warga biasa tidak terdengar buruk-buruk amat apalagi untuk perempuan mandiri seperti Meghan Markle. Dia tinggal kembali ke Amerika, lalu comeback lagi ke pekerjaan lamanya sebagai artis.
Kalau pangeran eh, si Harry sih bisa memilih tetep bekerja sebagai pilot di angkatan udara Inggris yang gajinya Rp688.750.000 per tahun kayak yang selama ini dia lakukan pas masih jadi pangeran atau ngikut Meghan Markle ke Amerika dan berwirausaha dengan modal warisan 10 juta dolar AS alias Rp137,7 miliar dari ibunya, Putri Diana.
Yap, mundur dari keluarga kerajaan Inggris nggak akan bikin mereka langsung jadi sobat misqueen. Bahkan kalau misal nggak dapat warisan dan harus berakhir jadi pengangguran pun, saya pikir si Harry nggak perlu khawatir tidak ada perusahaan yang akan mempekerjakannya karena perusahaan mana sih yang bakal menolak pelamar yang di CV-nya tertulis “mantan pangeran kerajaan Inggris” sebagai pekerjaan terakhir yang dimilikinya.
BACA JUGA Hikmah Pernikahan Pangeran Harry dari Sudut Pandang Islam atau artikel lainnya di POJOKAN.