Sebulan sebelum menikah, saya membayangkan bahwa nanti setelah punya istri, jiwa kekanak-kanakan saya akan hilang. Saya akan berubah menjadi lelaki yang dewasa, keren, dan bijaksana.
Perjalanan waktu akhirnya membuktikan, bahwa bayangan saya akan masa depan setelah menikah ternyata salah kaprah. Dan itu bisa langsung terlihat dari langkah-langkah awal saya setelah menikah yang ternyata justru penuh dengan kebodohan.
Salah satu kebodohan mencolok yang saya lakukan adalah membeli pistol mainan Nerf.
Bayangkan, saya, lelaki beristri yang seharusnya berevolusi menjadi manusia dewasa sebab sudah berani mengawini anak orang, kok ya kober beli mainan anak-anak usia 8+. Dan yang lebih bodoh lagi, mainan ini bukan buat keponakan saya, melainkan buat saya mainkan sendiri.
Dan bedebahnya lagi, yang mengimimg-imingi saya untuk membeli pistol mainan ini adalah bos saya sendiri, Puthut EA.
Beberapa waktu terakhir, bos saya itu memang sedang sangat hobi main bedil-bedilan Nerf. Gara-garanya dia ngiler lihat anaknya asyik main bedil-bedilan Nerf ini, maka jadilah ia ikut main.
Bayangkan, seorang cerpenis kondang, salah satu pendiri LMND, aktivis dengan masa lalu bergerigi, ternyata mainannya bedil-bedilan anak usia 8 tahun. Ini kalau Pak Harto masih hidup, beliau pastilah ngakak setengah modiar.
Nah, mungkin karena tidak mau menjadi kanak-kanak sendirian, ia pun kemudian mengajak anak-anak buahnya di Mojok untuk membeli pistol Nerf.
“Wis tho, Gus, asyik, enak, apalagi kalau dimainkan sambil seolah-olah kita sedang membebaskan sandra, jauh lebih enak. Nanti Lala yang jadi sandranya, Ega yang jadi penculiknya, Dafi jadi anak buahnya, nanti kamu boleh pilih, mau jadi pahlawannya atau mau jadi penjahatnya. Pokoknya enak.” Kata dia berapi-api.
Dasar lambe aktivis lapangan, cocotnya cocot kencono. Segala kata-katanya soal bedil-bedilan itu terdengar sangat agitatif. Pertahanan saya roboh. Begitu pula dengan Ega, Dafi, dan beberapa kawan kantor saya yang lain.
Kami kemudian satu per satu mulai membeli pistol Nerf ini.
Beberapa waktu yang lewat, sehabis nonton, saya sempatkan mampir sebentar ke Kidz Station buat beli bedil Nerf kaliber sedang ini.
Dan bajingan, ternyata memang enak betul.
Beberapa kali, bos dan kawan-kawan mengajak untuk tanding. Perang-perangan Nerf. Rasanya begitu menyenangkan. Apalagi kalau saya berlawanan tim dengan bos. Lha kapan lagi saya punya otoritatif untuk menembak jidat bos saya sendiri tanpa dia berhak untuk marah?
Kalau di rumah, sasaran iseng saya tentu saja adalah Kalis, istri saya. Saat dia masak, saya mengendap-endap di belakangnya. Saat dia lengah, saya tembaki pantatnya.
Kalis geleng-geleng kepala. Mungkin sedih karena suaminya ternyata bayi tua.
Ini sudah sebulan saya menikah, dan keisengan menembaki Kalis menggunakan pistol berisi peluru busa itu ternyata masih tetap menyenangkan.
Semoga tidak terjadi apa-apa dengan tumah tangga saya.
Yah, saya pernah beberapa kali mengejek kawan-kawan saya yang suka memainkan mainan anak kecil, sekarang barulah saya sadar, bahwa sayalah anak kecil itu sendiri.