MOJOK.CO – Jokowi ngakunya nggak ada persiapan menjelang debat capres. Sungguh, udah kayak murid pintar yang bilangnya nggak belajar sebelum ujian, tapi ujug-ujug dapat nilai A.
Dari empat debat capres yang telah berlangsung, sudah tiga kali Jokowi muncul dalam gelaran tersebut. Lantas, ketika sebelum debat dimulai dan beliau ditanya, apa saja yang dipersiapkan menjelang debat tersebut. Beliau selalu menjawab tidak ada persiapan apa-apa.
Pada debat capres pertama yang digelar pada 17 Januari 2019, Jokowi mengaku tidak melakukan latihan apa pun. Katanya, “Debat kok pakai latihan.” Sementara pada debat keempat kemarin, saat ditanya tentang persiapannya dan strateginya, ia mengatakan, “Persiapannya tadi siang makan banyak. Setelah itu tidur. Strateginya tidur. Sore tidur. Bangun tidur terus mandi.”
Hash! Ramashook, Pak! Itu mah, emang aktivitas sehari-hari yang sudah jadi kebutuhan kita. Maksudnya, persiapan khususnya itu loh, Pak. Pakai ritual apa gitu, kek. Masak ngapalin berbagai data yang sebegitu banyaknya, nggak ada persiapan sama sekali? Apa iya, semua itu betul-betul sudah njenengan hafal di luar kepala—jadi, nggak perlu belajar sedikit pun menjelang debat?
Tanggapan dari Pak Jokowi ini, sebetulnya sudah kayak teman kita, si murid pintar yang langganan dapat nilai tertinggi di kelas. Kalau ditanya, “Sudah belajar, belum?” sebelum ujian berlangsung. Entah untuk sok merendah, tidak ingin membuat orang lain dag-dig-dug sendiri karena betul-betul belum belajar. Atau karena ingin dianggap punya otak cerdas—bukan pintar. Maka, jawaban yang sering terucap adalah, “Belum juga, kok.”
Mungkin dengan sedikit bumbu-bumbu, “Kemarin aku buka buku paket dan baca bagian pertama, eh, langsung ngantuk. Kayaknya bukunya ada obat tidurnya, deh.” Atau malah ada juga yang sok kaget dengan ngomong, “Apa? Hari ini ada ulangan? Duh, aku nggak tahu. Sumpah aku belum belajar dan nggak ada persiapan sama sekali. Ini gimana, Ya Allah….”
TAPI, setelah ujian berlangsung, ternyata dia malah mengumpulkan kertas jawabannya terlebih dulu. Atau, ada pula yang nggak terlalu pengin menunjukkan kecepatannya dalam mengerjakan, sehingga mengumpulkannya bareng-bareng sama teman-teman dengan kapasitas otak yang biasa-biasa saja—eh, malas lagi—yang lain.
Namun yang pasti, ketika hasilnya keluar, maka nilainya naudzubillah nggak ada setia-setia kawannya sama sekali. Kurang ajar, betuuul~
Seperti pengakuan dari Jokowi sebelum debat capres dimulai. Beliau ngakunya sok-sokan nggak ada persiapan apa-apa. Segala persiapannya ya, selayaknya aktivitas keseharian. Padahal, sebetulnyaaaaa… hmmm, udah mirip-mirip kayak lagi les privat. Bedanya sama les privat biasa, kalau ini guru yang ngajarinnya banyak.
Ngomong-ngomong, orang-orang kayak gini, kenapa sih? Memangnya ada apa, sampai nggak mau ngakuin usahanya sendiri? Prosesnya sendiri? Padahal kan, segala yang enak-enak itu, nggak mungkin prosesnya mak mbedunduk. Ujug-ujug. Bukannya, kalau dijelaskan lika-likunya, justru akan lebih banyak orang yang bakal terinspirasi dan nantinya bakal berusaha, ya? Siapa tahu, bisa mengurangi keinginan orang-orang untuk ambil jalan pintas dan curang. Iya, nggak, sih? Eh, atau nggak, ya?
Mungkin nih, ya. Mereka-mereka, para murid pintar, yang nggak mau ngakuin usahanya sebelum ujian ini, menganggap ujian betul-betul sebagai kompetisi. Sebuah kompetisi antara dirinya dan teman-temannya yang lain. Tentu saja, ini adalah hal yang berbeda kalau dibandingin sama Najwa Shihab dan Maudy Ayunda, yang senang menghadapi ujian. Kalau mereka berdua sih, menganggap ujian adalah kompetisi antara persoalan yang diujikan dengan dirinya sendiri.
Oleh karena si murid pintar ini menganggap ujian adalah kompetisi antara dirinya dengan teman-temannya. Maka, tidak mengherankan, sebagai alat sok merendah supaya bikin si lawannya ini nggak gupuh untuk menyiapkan apa pun sebelum ujian. Dia bilangnya, “Nggak ada persiapan apa pun, kok.” Atau, “Aku nggak belajar apa-apa, kok.”
Untuk apa? Ya, supaya si lawan atau si murid pintar yang lain, akan menghadapi kompetisi tersebut dengan lebih santai. Nggak terlalu ngoyo, soalnya menganggap kita sebagai lawan yang bakal mudah dikalahkan karena nggak menyiapkan apa-apa? Hmmm, tahu kan, taktik pura-pura terkapar supaya bisa menyerang habis-habisan?
Bisa juga, dengan ngakunya sok nggak belajar sebelum ujian. Supaya si murid pintar ini, dapat mengerjakan ujian dengan tanpa gangguan. Alias, nggak ada temen-temen yang panggil-panggil untuk nanya-nanya, biar bisa nyontek kerjaannya.
Tidak cukup di situ, keputusan untuk tidak mengakui usaha keras yang telah dilakukan sebelum ujian. Sebetulnya, supaya kita nggak malu-malu amat kalau nanti hasil nilainya jelek atau nggak sesuai ekspektasi. Lha, kan, memang nggak ada persiapan apa-apa. Jadi, kalau dapat nilai C. Atau kalau nanti penyampaian datanya saat debat nggak well, nggak ada masalah, kan?
Sebaliknya, hal ini akan berbeda dan jadi masalah, kalau di awal si murid pintar ini sudah koar-koar telah mempersiapkan banyak hal. Sudah betul-betul belajar dengan tekun sebelum ujian. Tapi, kalau ujug-ujug hasilnya jelek, kan jadi malu, yhaaa. Kok kelihatannya goblok amat~
Perilaku ini, akan semakin menyebalkan kalau sesudah tahu hasilnya, dengan tampang sok nggak menduga, si murid pintar ini bakal bilang, “Aku nggak nyangka dapat nilai bagus, padahal aku nggak belajar apa-apa, loh.” Halah. Mbel. Nggak belajar meripatmu!