Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Hari Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, dan Omong Kosong yang Menyertainya

Rizky Prasetya oleh Rizky Prasetya
25 November 2025
A A
Hari Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, dan Omong Kosong yang Menyertainya

Hari Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, dan Omong Kosong yang Menyertainya

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Dulu semasa kuliah, saya pernah agak menyesal tidak mendengarkan saran Bapak saya agar mendaftar jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Sebab, arah karier mereka jelas, jadi guru. Pun, mereka punya Hari Guru, plus predikat Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Sastra Inggris mah, punya apa. Mana ada hari Sastra Inggris di Indonesia?

Tapi itu waktu kuliah. Saya masih tolol, begitu naif, dan tidak memahami realitas secara utuh.

Hari Guru dan gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa bagi saya tak lebih dari sebuah seremonial semu yang tak punya arti apa-apa. Untuk apa gelar pahlawan, kalau kenyataannya, mereka kerap jadi samsak. Untuk apa ada Hari Guru, jika kesejahteraan mereka masih jadi misteri terbesar abad ini.

Bicara tentang guru memang tak pernah ada habisnya. Sayangnya, bukan karena kelewat banyak hal yang bisa dibahas, tapi topik yang dibahas itu-itu saja dan tak pernah terlihat jelas penyelesaian dari topik tersebut. kesejahteraan, kepastian karier, serta perlindungan adalah topik yang sudah dibahas sejak masa Orde Baru. Tapi, tetap saja, kepastian dan penyelesaian tak terlihat hinggi kini.

Bayangin, dari Suharto berkuasa, lalu dilengserkan, terus dianggap penjahat HAM, sampai diberi gelar pahlawan nasional, isu tentang guru nggak kelar-kelar. Kalau ditanya kenapa, ya jawabannya jelas: inkompetensi pejabat berwenang dan tidak adanya political will dari pemerintah untuk mengatasi hal ini.

Hari Guru yang semu

Tiap hari ini dirayakan, di kepala saya ada satu skenario yang terus berulang. Beberapa guru honorer ikut upacara, ikut menyanyikan Hymne Guru, lalu murid-murid mereka memberikan sedikit apresiasi atas jasa-jasa mereka. Skenario itu indah, sampai kau sadar satu hal, apresiasi itu hanya ada di hari tersebut.

Bukan, bukan saya bilang murid-murid harus memberikan apresiasi tiap waktu. Saya yakin betul guru-gurunya juga tidak mau para murid urunan tiap hari. Yang saya maksud adalah, apreasiasi untuk mereka itu datangnya hanya sekali, pun itu datang dari orang yang sebenarnya tak perlu repot-repot memberi. Justru, yang harusnya memberi, memilih untuk tak peduli.

Saya tahu bahwa nasib guru di masa kini sebenarnya jauh lebih mendingan ketimbang di masa lalu. Saya tak mungkiri itu. Tapi tak berarti, semuanya sudah ideal. Yang mendapat nasib mendingan ya yang PNS, sedangkan kita tahu, yang namanya PNS pasti tak sebanyak itu. padahal, guru non-PNS ya banyak banget, dan nasib mereka juga tak berubah banyak.

Janji perbaikan nasib guru selalu muncul di masa pilpres. Tapi hingga kini, tak ada yang benar-benar berarti. Justru yang terjadi, nasib mereka makin tak pasti. Mau tak mau, mereka harus mencari pekerjaan yang lebih pasti memberi mereka kemampuan untuk membeli nasi ketimbang harus bersabar menunggu perbaikan nasib.

Coba sekarang tanya guru-guru tua yang berstatus PNS. Tanya mereka, berapa tahun menunggu perbaikan nasib. Ada yang 3 tahun, ada yang 5 tahun, tak jarang mereka punya status pegawai dengan gaji lebih baik setelah satu dekade mengajar.

Bagi saya, itu nggak ada masuk akalnya sama sekali. Bagi kalian masuk akal? Kalau iya sih, kayaknya kalian kudu memperbaiki cara pikir kalian.

Perbaikan nasib yang ditentang

Sekarang, coba lempar postingan tentang gaji guru baiknya dinaikkan. Mumpung Hari Guru, harusnya postingan kalian rame. Dan saya yakin, pasti ada yang menentang dengan argumen yang amat template: guru banyak yang tidak kompeten, banyak guru PNS, dan salah sendiri jadi guru.

Ketiga argumen template tersebut, nggak ada masuk akalnya sama sekali. Bahwa guru tidak kompeten tidak layak digaji tinggi, saya setuju. Tapi apakah isu kesejahteraan guru jadi tidak valid? Ya goblok kalau cara berpikir kayak gitu. Banyak karyawan tidak kompeten di Indonesia, bukan berarti UMR tidak naik gara-gara itu kan?

Kalau banyak guru PNS di Indonesia jadi argumen menolak isu kesejahteraan guru, ini makin konyol lagi. Total jumlah guru PNS di Indonesia menurut BPS di 2023 adalah 1,14 juta orang. Padahal, guru SMA saja ada 5 juta lebih.

Iklan

Dan argumen salah sendiri jadi guru… dude, i don’t even know what to say. Kebodohan sepertinya memelukmu dengan erat dan hangat.

Saya cuma heran satu hal. Sejauh ini, hanya guru, profesi yang kerap mendapat tentangan jika ada usulan minta kesejahteraan ditingkatkan. Dan yang menentang dari segala pihak. Bahkan dari mereka-mereka yang hidupnya diperbaiki oleh guru-guru yang ada.

Hari Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, dan omong kosong yang menyertainya

Saya tentu saja tak menolak adanya Hari Guru. Bukan, bukan itu maksud saya. Tapi, selama Hari Guru hanya dimaknai sebagai seremoni, bukan sebagai pengingat bahwa ada PR besar yang tak pernah berusaha diselesaikan, maka yang terjadi hari ini akan tetap terjadi di tahun depan, tahun depannya lagi, dan depannya lagi.

Bahkan saya punya pikiran radikal, hapuskan saja predikat Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Untuk apa predikat pahlawan, jika tak ada penghargaan yang pantas untuk mereka. Mending predikat pahlawannya nggak ada tapi mereka sejahtera sih. Saya pikir mending seperti itu ketimbang menggendong predikat palsu, sedangkan untuk bayar tagihan besok, mereka tidak tahu.

Pada akhirnya, selamat Hari Guru. Semoga kalian mendapat kepastian karier. Semoga kalian mendapat kesejahteraan, bare minimum yang harusnya negara berikan. Dan semoga, semoga saja, negara pada akhirnya peduli nasib kalian dengan proper, bukan dengan cara ganti kurikulum dan bilang “kalau mau jadi kaya, jadilah pedagang”.

Kui omongan uopoooo, ra mashok!

Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Selama Gaji Guru Tidak Naik, Universitas Pendidikan macam UNY Hanya Akan Jadi Pencetak Orang Miskin Baru dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN

Terakhir diperbarui pada 25 November 2025 oleh

Tags: gaji guru indonesiaHari Guru Nasionalpahlawan tanpa tanda jasatotal guru di Indonesia
Rizky Prasetya

Rizky Prasetya

Redaktur Mojok. Hobi main game dan suka nulis otomotif.

Artikel Terkait

Ketulusan Guru Honorer yang Kuliah Sambil Mengajar Siswa Difabel di Surabaya. MOJOK.CO
Ragam

Ketulusan Guru Honorer yang Kuliah Sambil Mengajar Siswa Difabel di Surabaya

25 November 2024
Pojokan

Mendikbud Muhadjir Romantisasi Amal Jariyah Melulu Nih, Kapan Naikin Gaji Guru Honorer?

11 Oktober 2019
Esai

Gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa untuk Guru: Gara-Gara Gaji Kecil?

27 November 2018
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Perantau Sidoarjo nekat jadi wasit futsal demi bertahan hidup di Jogja hingga akhirnya menyerah MOJOK.CO

Perantau Sidoarjo Nekat Jadi Wasit Futsal demi Hidup di Jogja, Berujung Menyerah Kejar Mimpi di Kota Pelajar karena Realita

28 November 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.