Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Habib Bahar Layak Marah ke Jokowi yang Pernah Disebutnya “Banci”

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
15 Maret 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Habib Bahar bin Smith merasa kasus penganiayaan dan ujaran kebencian yang menjeratnya merupakan bentuk ketidakadilan Presiden Jokowi.

Sidang Habib Bahar bin Smith atas kasus penganiayaan dua remaja yang disentuh pakai dengkul sampai babak belur dan kasus hate speech berlangsung damai. Tak ada kata-kata kasar yang keluar dari usai persidangan dilangsungkan dengan suasana nggak cukup seram di Jalan Seram, Bandung, Kamis (14/03) lalu.

Paling juga teguran ringan ke Presiden Jokowi soal dakwaan yang membuatnya disidang. Sembari berjalan keluar dari ruang persidangan, Habib Bahar mengultimatum Presiden.

“Sampaikan ke Jokowi, tunggu saya keluar,” ucap Habib Bahar dengan lemah lembut, meski tetep terdengar sangar.

“Ketidakadilan hukum, ketidakadilan hukum dari Jokowi, tunggu saya keluar dan akan dia rasakan,” tambahnya.

“Tunggu saya keluar dan rasakan pedasnya lidah saya,” tambah beliau lagi. Hm, begitu menyejukkan.

Kata-kata ini keluar begitu saja dan langsung membuat suasana jadi sangat teduh dan adem. Kalau ada yang merasa pernyataan itu kelewat keras, ya mungkin mereka para cebong-cebong aja sih.

Beliau kan terkenal sebagai ulama yang memperjuangkan kebenaran dan nggak mungkin bisa salah. Masa iya cuma bikin dua remaja babak belur dan bikin ujaran kebencian aja diancam penjara sih.

Namun, karena selama ini Habib Bahar dikenal melalui framing media massa antek Wahyudi dan Mamarika jadi terkesan sangat keras dan temperemental, kuasa hukumnya tetap merasa perlu mengklarifikasi.

“Beliau mungkin ada kekesalan sendiri dengan Pak Jokowi, begitu,” kata Ichwan Tuankotta, pengacara Habib Bahar.

Tentu saja pernyataan ini segera mendapatkan reaksi dari pihak Istana. Bahkan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko merasa bahwa pernyataan Habib Bahar yang lemah lembut itu tidak pada tempatnya. Menurut Moeldoko, Presiden sama sekali tidak mengintervensi kasus hukum yang menimpa Habib Bahar.

Ya, bisa jadi karena nggak sempet. Lha gimana? Ini kan masa kampanye, ngapain masa kampanye begini Jokowi disibukkan dengan mengurusi satu sidang kasus penganiayaan sekaligus hate speech seorang warga negara yeee kan?

Selain kasus penganiayaan dua remaja yang cuma disentuh pakai dengkul tapi jadi babak belur itu, Habib Bahar juga dihadapkan pada kasus pencemaran nama baik karena sempat menyebut Presiden sebagai “banci” pada ceramahnya di Palembang 2017 silam.

Penyebutan ini bukan tanpa sebab sebenarnya. Habib Bahar ketika ceramah saat itu mengaku kesal betul karena Presiden Jokowi tidak mau menemui massa saat demo 411. Meski pada aksi massa 212 Presiden Jokowi datang, tampaknya beliau tetap nggak peduli.

Iklan

Ya kesal aja. Masa kesal tanpa sebab yang jelas nggak boleh sih? Beliau ulama lho! Jangan melawan ya ente!

Dalam persidangan, menurut versi kuasa hukum tersangka, Aziz Yahuar, penggunaan kata “banci” itu cuma perumpamaan saja. “Tadi beliau bawa buku bebeberapa hal mengenai masalah majas yang dimaksud. Memang konotasinya negatif ya? Apalagi kepada para pendukungnya. Tetapi dari sisi umum beliau bisa menjelaskan bahwa normal aja, perumpamaan,” kata Aziz.

Kalau mengikuti logika ini, masyarakat itu nggak apa-apa bilang “banci” ke orang lain. Jangan diambil hati apalagi sampai dijadikan perkara hukum. Ucapan itu normal-normal saja. Lho, jangan membantah, ini uraian dari seseorang yang diakui keilmuannya lho.

Jadi mulai sekarang, kalau ente lagi belanja ke angkringan atau jajan ke pasar, sebut aja penjualnya dengan kata “banci”. Kalau mereka marah ya mereka yang salah. Ya iya dong, penggunaan kata ini kan normal-normal aja. Cuma perumpamaan. Majas.

Kalau dikonotasikan negatif, ya itu orang yang merasa tersinggung aja yang berlebihan. Apa yang diucapkan, disampaikan, dan dilakukan oleh Habib Bahar itu mewakili kebenaran. Nggak ada salah-salahnya.

Ya iya dong, mana bisa beliau salah. Enak aja. Memangnya Habib Bahar itu kayak ente-ente ini yang suka melakukan kesalahan kayak manusia biasa. Beliau itu makhluk sempurna. Nggak bisa salah dan nggak boleh salah, apalagi sampai diancam masuk penjara segala.

Nafsu manusia aja yang bikin kata “banci” jadi punya konotasi negatif. Justru beliau ini sedang ngajarin bahwa nggak ada yang salah ketika seseorang disebut “banci”. Karena banci itu juga manusia, sama seperti semua orang. Ini justru merupakan upaya menghargai segala macam manusia, sekali pun ia seorang banci.

Oleh karena itu nggak usah tersinggung. Biasa aja. Justru ini cara pikir yang sangat beyond. Out of the box. Hedeh, cebong sekolam mana ngarti yang beginian.

Didasari oleh hal itu, maka jelas Habib Bahar pantas marah kepada Jokowi. Kenapa Presiden tidak bisa mengerti akan kebenaran yang disampaikan beliau? Apa nggak boleh rakyat marah sama pemimpinnya? Apa nggak boleh seorang ulama mengritik pemimpinnya?

Lagian ya, kenapa Presiden bisa bikin tax amnesty tapi tidak bisa bikin bahar amnesty? Kan tinggal bikin aja peraturannya ya kan?

Jadi ulama kayak Habib Bahar gini nggak bisa kesentuh hukum. Hukum manusia yang fana dan sifatnya sementara kayak begini. Ingat, persidangan yang sebenarnya bukan di dunia, tapi di akhirat nanti, My Friends. Harusnya sebagai Presiden, Jokowi paham dong dengan hal-hal begini. Bijimana seh?

Namun kalau Habib Bahar sendiri yang diteriakin dengan kata-kata yang sama dan beliau tersinggung ya itu beda perkara. Bukan standar janda, eh, ganda itu. Apalagi sampai ada yang menjelek-jelekkan beliau. Ya kalau kemudian ada dua remaja dianiaya sampai babak belur karena menghina beliau, ya itu kan cuma bentuk efek jera biar nggak diulangi lagi menghina Habib Bahar. Media aja yang lebay.

Artinya sebutan berkonotasi negatif kayak “banci” ini hanya boleh berlaku untuk musuh-musuh beliau aja. Jadi nggak apa-apa kalau kata itu keluar dari Habib Bahar, tapi kalau disebutkan mengarah ke beliau, ya itu artinya penghinaan kelas berat dan patut kena hukum rimba.

Duh, jadi syedih deh betapa teraniayanya Habib Bahar atas ketidakadilan di negeri ini.

Kalau udah begini, satu-satunya solusi ya khilafah. Nggak ada yang laen. Cara jitu dan instan hadapi ulamanisasi kriminal kriminalisasi ulama yang makin jadi fenomena di negeri yang ajaib todemax ini.

Terakhir diperbarui pada 15 Maret 2019 oleh

Tags: banciHabib BaharjokowiKhilafahpenganiayaan
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Aktual

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi

7 Maret 2025
3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini MOJOK.CO
Esai

3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini

26 Februari 2025
Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG
Video

Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG

18 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.