Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Dunia Ideal yang Sungguh Ingin Diwujudkan oleh Perempuan. Mungkin Nggak ya?

Ajeng Rizka oleh Ajeng Rizka
1 Juli 2020
A A
dunia ideal perempuan yang diimpikan kesetaraan gender feminis feminazi adalah misgonis adalah keadilan gender toxic masculinity adalah mojok.co

dunia ideal perempuan yang diimpikan kesetaraan gender feminis feminazi adalah misgonis adalah keadilan gender toxic masculinity adalah mojok.co

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Beberapa orang benar-benar ingin mewujudkan sebuah dunia ideal untuk perempuan yang sampai sekarang hampir mustahil. Ini bukan tentang feminazi dan misoginis.

Poros perdebatan soal perempuan di media sosial benar-benar bikin saya pusing. Ada kesalahpahaman yang benar-benar ngeri soal feminazi, feminis, dan misoginis. Betapa ngomongin bekal buat suami aja bisa jadi keributan maha nggak penting.

Untuk mencerahkan prasangka burukmu terhadap feminis dan perjuangan kesetaraan, ada baiknya kamu memahami peyorasi feminis lewat tulisan ini. Semoga membantu.

Di luar konteks itu, orang-orang kadang memimpikan sebuah dunia ideal untuk perempuan. Di mana beberapa hal yang kami resahkan selama ini bisa teratasi. Tapi hingga titik ini saya makin pesimis, mungkin nggak sih patriarki itu nggak lagi mengopresi kehidupan sehari-hari perempuan?

Dunia ideal perempuan #1 Andai saja kami dibebaskan dari kewajiban mutlak untuk bisa masak dan bersih-bersih

Masak dan bersih-bersih lebih tepat masuk basic skill. Kemampuan dasar yang nggak memandang jenis kelamin tertentu untuk menguasainya. Jika hidup di suatu pulau tanpa perempuan, saya rasa laki-laki juga perlu menguasai hal ini. Perempuan kerap dimarahi sama ibu, budhe, atau neneknya ketika kami nggak ada waktu untuk beresin kamar dan nggak bisa masak.

“Perempuan kok jam segini masih tidur, jam segini waktunya resik-resik. Habis itu masak ya, Nduk?”

Sudah nggak terhitung berapa kali saya mendengar ujaran ini. Adik saya yang setiap hari bangun jam sepuluh pagi nggak pernah kena marah dan dihujani kata-kata “Cowok kok jam segini masih tidur?”. Tentu, karena anggapan mengurus pekerjaan rumah itu dibebankan ke cewek.

Saya bukannya anti beres-beres, tapi membebankan kata ‘perempuan’ dalam setiap kegiatan rumah tangga itu agak meresahkan. Saya ingin bisa masak karena saya suka masak, beberes rumah karena memang perlu, bukan karena saya perempuan. Susah banget ya?

Dunia ideal perempuan #2 Andai saja perempuan tidak akan merasa terancam setiap lewat kerumunan laki-laki

Suatu kali di bangku sekolah, saya menyadari sesuatu. Ketika hendak berjalan ke perpustakaan saya menghindari lorong di mana sekumpulan teman laki-laki saya sedang kongkow dan bergerombol, ini adalah insting. Saya memilih jalan memutar yang lebih jauh, nggak apa-apa, asal aman. Hah aman?!

Padahal mereka teman laki-laki saya yang kayaknya nggak mungkin berbuat aneh-aneh. Tapi sedari kecil saya terbiasa untuk “tidak menarik perhatian lawan jenis”. Catcalling adalah hal yang serius efeknya.

Ketika berusia 10 tahun, saya pernah nggak berani kalau disuruh beli bumbu-bumbuan di warung tetangga. Alasannya, di ujung gang ada mas-mas yang lagi nongkrong dan mereka sering panggil-panggil dan suitin saya sambil ketawa. Bagi saya itu adalah pengalaman mengerikan karena selalu terjadi. Saya cuma mau beli merica di warung kenapa digituin? Saya sampai bolak-balik ngaca, emang ada yang salah sama baju saya, ada yang salah sama pakaian saya?

Bertahun-tahun setelah itu, saya masih melihat mbak-mbak yang curhat habis jadi korban catcalling dan melawan justru ditertawakan. Hannah Al-Rasyid yang marah-marah karena disuitin sama ojol justru dituduh ‘pilih-pilih’ kalau digodain. Catcalling dianggap sebagai terma yang mengada-ada, hanya berdasarkan kenyamanan cewek, kalau yang catcalling ganteng maka cewek nggak akan risih. Bahkan sesama cewek menganggap cewek lain hipokrit hanya karena menceritakan ketidaknyamanan jadi korban catcalling.

Dari sini saya agak pesimis, dunia ideal bagi perempuan itu memang susah terwujud. Lalu kalau ada orang yang bilang perjuangan feminis itu sudah nggak perlusaya harus jawab apa?

Dunia ideal perempuan #3 Andai saja laki-laki nggak terkekang sama toxic masculinity: wajib punya duit banyak sebelum menikah

Keadilan gender bukan hanya tentang perempuan. Maskulinitas yang dipaksakan juga bisa beracun dan punya efek domino. Terkadang suatu pasangan menunda pernikahan mereka hanya karena si laki-laki belum mampu beli rumah, belum mampu beli mobil, dan punya standar ‘mapan’ yang agak berlebihan.

Iklan

Padahal, perempuan mungkin bisa turut bekerja buat mendongkrak finansial keluarga nantinya. Akibat toxic masculinity semacam ini muncullah sikap sok pahlawan dari laki-laki yang merasa mereka mampu dan kuat tanpa bantuan pasangannya, padahal sebagian sikap ini dilandasi gengsi aja. Perempuan lalu dianjurkan untuk nggak memikirkan hal ini dan ngurusin pekerjaan rumah aja. Serba salah. Mau urun rembug aja nggak boleh.

Dunia ideal perempuan #4 Korban pelecehan seksual nggak disalahkan dan nggak harus menikahi pelaku

Nggak perlu berdebat soal siapa yang salah kalau ada kasus pelecehan seksual. Jelas yang salah itu pelakunya. Lalu kenapa perempuan kerap dibilang salah karena bajunya, karena sikapnya yang dianggap mengundang, dan beberapa tuduhan nggak masuk akal lainnya. Pelecehan sudah terjadi, kita nggak sedang membicarakan tindakan preventif lagi.

Bahkan beberapa korban pelecehan diangga ‘kehormatannya’ sudah direnggut. Saya rasa satu-satunya yang kehormatannya terenggut jelas pelaku, karena dia tidak pantas dihormati lagi atas kejahatannya. Parahnya lagi ada korban yang dipaksa menikahi pelaku pelecehan seksual agar saat bayi lahir, dia mempunyai seorang bapak. Nggak ada perempuan yang ingin bersuami dengan pelaku pelecehan dengan alasan apa pun.

Korban seharusnya dapat pendampingan psikis dan dijauhkan dari trauma, bukannya suruh hidup bersama dengan pembawa trauma. Dunia ini kadang nggak masuk akal buat perempuan.

Kalau diruntut, akan ada banyak keinginan-keinginan tentang mewujudkan dunia ideal buat perempuan. Tapi membahasnya sedikit saja sudah bikin saya sedih.

BACA JUGA Penjelasan Sederhana Kenapa Siulan Bisa Dianggap Pelecehan Seksual atau artikel lainnya di POJOKAN.

Terakhir diperbarui pada 1 Juli 2020 oleh

Tags: feminisrumah tangga
Ajeng Rizka

Ajeng Rizka

Penulis, penonton, dan buruh media.

Artikel Terkait

Gorengan, Sumber Konflik Rumah Tangga Paling Nggak Terduga
Pojokan

Gorengan, Sumber Konflik Rumah Tangga Paling Nggak Terduga

28 Juni 2025
pekerja rumah tangga mojok.co
Hukum

Para Pekerja Rumah Tangga, Kalian Memiliki Hak-Hak Ini lho

2 November 2022
Esai

20 Tahun Sumpah Serapah untuk Bapakku dari Mertuanya karena Kami Tinggal Serumah

20 Desember 2021
ilustrasi Teflon Antilengket Bukan Cuma yang Hitam, Ada Bahan Marble dan Granit yang Mahal Banget mojok.co
Pojokan

Teflon Antilengket Bukan Cuma yang Hitam, Ada Bahan Marble dan Granit yang Mahal Banget

10 November 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
UNY Bikin Liar, Ketulusan Dosen UAD Bikin Saya Jadi Tertib MOJOK.CO

Pengalaman Saya Kuliah di 2 Kampus Terbaik Jogja: Menjadi Liar di UNY, Menikmati Kasih Sayang Dosen dan Menjadi Mahasiswa Tertib di UAD

8 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.