MOJOK.CO – Anak-anak generasi Z suka banget promosi akun medsos temannya itu buat apa, sih? Apa temen-temennya sudah se-despreate itu buat cari followers?
Ada satu hal yang membuat saya tidak paham setelah mengamati aktivitas adik saya—kelahiran 1999 yang biasa disebut generasi Z (generasi yang lahir di rentang tahun 1995 sampai 2014)—di media sosialnya. Satu hal tersebut adalah promosi akun medsos temannya untuk di-follow oleh followers adik saya. Saya tidak terlalu dapat memahami, apa alasan yang melatarbelakangi adik saya meng-upload foto dirinya bersama temannya atau malah foto temannya sendiri dengan caption, semisal, “Gaes, follow IG temen aku dong! Dia baik, salehah, dan bla bla bla, lohhh….”
Maksudnya, apakah teman-teman adik saya se-despreate itu hingga akhirnya akun media sosial saja harus minta tolong buat dipromosikan oleh temannya, supaya followers-nya bisa bertambah? Mohon maaf nih, itu hanya akun pribadi, loh! Bukan akun yang isinya memang barang-barang jualan. Jadi, bukankah aneh kalau menempatkan diri sendiri seolah-olah seperti “barang” yang bisa dijual?
Karena gatel, akhirnya saya menanyakan hal ini langsung pada adik saya yang saat itu sedang bersama sepupu saya yang juga sepantaran dengannya. Saya tanya, alasan mereka sering promosi akun medsos temannya itu sebetulnya kenapa, sih?
Sayangnya, saya tidak menemukan jawaban yang melegakan. Seperti biasa, kalau adik saya ditanya hal-hal semacam ini, dia akan memulai menjawab dengan nada tinggi dengan kalimat, “Ya nggak apa-apa.” Alias, itu artinya adik saya tidak nyaman ditanya-tanya. Ditanya-tanya itu sama artinya dengan menganggu kekhusyukannya scrolling timeline Instagram.
Tentu saya tidak puas dengan jawabannya itu. Saya tanya lebih lanjut, apakah itu ia lakukan atas keinginan pribadi, semacam merasa kasihan dengan temannya yang kekurangan followers? Ataukah karena dipaksa oleh si temannya yang bersangkutan?
Adik saya menjawab, bisa keduanya. Bisa terjadi karena paksaan ataupun karena kerelaan. Ia menambahkan hal kayak gini terjadi karena ada semacam hubungan timbal balik. Dulu temannya pernah melakukan itu padanya jadi dia ingin membalas (((kebaikan) temannya yang sudah memberikan sumbangsih membuatnya lebih tenar, dengan melakukan hal serupa.
Oke, jadi ini semacam srawung atau silaturahmi ala generasi Z? Sama seperti zaman awal-awal saya dan teman-teman seumuran saya bermain Instagram. Tanpa ada aturan tertulis, aturan berbalas like seolah telah menjadi srawung itu sendiri. Jadi, kalau teman saya nge-like postingan saya, itu artinya tanpa perlu diminta saya punya tanggungan untuk nge-like postingan teman saya.
Tipe srawung semacam ini memang terlihat aneh. Apalagi, karena adanya gap usia, apa yang dilakukan oleh adik saya dan teman-temannya ini menjadi sulit dipahami. Bentuk perhatian yang mereka berikan ke temannya justru terlihat seperti orang-orang yang desperate seolah-olah kebahagiaan hanya bisa didapatkan dari engagement di media sosial: Dunia yang selama ini kita kenal maya, palsu.
Jadi kalau dirasa-rasa, apa yang mereka lakuin ini juga bukan suatu hal yang salah. Mereka sudah terpapar internet di usia yang lebih muda dibandingkan kita. Jadi, mau nggak mau, interaksi yang mereka lakukan tentu berdasarkan si paparan teknologi ini.
Kalau dipikir-pikir, promosi akun medsos teman mereka di media sosial mungkin tidak jauh berbeda dengan konsep mengenalkan teman ke teman-temannya yang lain. Namun, karena identitas diri yang digunakan adalah akun media sosial, jatuhnya malah terkesan kayak promosi. Bukannya memperluas jaringan pertemanan.
Mungkin mereka terjebak dalam ilusi bahwa jumlah followers sama dengan jumlah teman yang dimiliki. Jadi, ada anggapan, kalau memang betul-betul berteman, kenapa nggak nge-follow akun media sosial teman sendiri? Ini beneran temen apa, nggak sih? Saling follow dan saling promosi akun medsos teman ini kebutuhan buat srawung generasi Z loh ini~
BACA JUGA Hukum Tak Tertulis di Media Sosial yang Sebaiknya Kita Ketahui atau tulisan Audian Laili lainnya