MOJOK.CO – Uninstall Jokowi dan install Prabowo sebetulnya sama-sama busuk. Kebusukannya semakin jelas tercium lewat gamblangnya cuitan Gibran Rakabuming Raka.
“Secara pribadi saya sampaikan maaf kepada Bapak dan luruskan juga yang kemarin terus selanjutnya saya apresiasi tadi kita diskusi banyak mengenai rancangan pemerintah untuk membuat supaya Indonesia maju,” kata Achmad Zaky, CEO Bukalapak, seusai bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Sabtu (16/2).
“Saya sudah klarifikasi. Waktu nge-tweet saya sudah tweet sebelumnya. Cuma di Twitter kalau sudah viral susah dikendalikan. Saya sudah sampaikan permintaan maafnya itu,” tambahnya.
Semuanya dimulai dari cuitan CEO Bukalapak, Achmad Zaky, soal kecilnya biaya R&D Indonesia. Zaky, lewat akun Twitter pribadinya, @achmadzaky, berkata:
“Omong kosong Industri 4.0 kalau budget R&D negara kita kaya gini,” kata Zaky, dilanjutkan menyertakan 10 negara beserta alokasi anggaran untuk pos riset dan pengembangan. Zaky lantas memasukkan Indonesia di posisi paling bawah, setelah Amerika, Cina, Jepang, dan bahkan Singapura serta Malaysia.
Kalimat terakhir dari cuitannya yang kemudian memicu keributan: “Mudah-mudahan presiden baru naikin (anggaran riset dan pengembangan).”
Cuitan ini ditanggapi sejumlah warganet dengan menyimpulkan bahwa Zaky tengah “menyerang” Jokowi. Frasa “presiden baru” diartikan sebagai dukungan terhadap lawan Jokowi di Pilpres 2019: Prabowo.
Sontak, Tim Kampanye Jokowi, dibantu warganet yang condong ke kubu 01, menyerang Zaky dan Bukalapak secara brutal. Padahal, Zaky sendiri sudah melakukan klarifikasi bahwa yang dimaksud dengan “presiden baru” bisa siapa saja, termasuk Jokowi. Ia memang salah menulis karena frasa tersebut sudah kadung lekat dengan kampanye 02, yaitu #2019GantiPresiden.
Hasilnya, tagar uninstall Bukalapak menguasai Twitter selama seharian penuh sebelum disusul oleh tagar uninstall Jokowi dan install Prabowo. Serangan pendukung Jokowi justru berbalik menyerang mereka sendiri. Naiknya tagar uninstall Jokowi dan install Prabowo menggambarkan sang petahana yang seperti anti dengan kritik. Apalagi kritik menggunakan data.
Soal data memang menjadi masalah sendiri. Ditemukan bahwa sumber yang digunakan Zaky adalah Wikipedia. Tirto menulis demikian:
“Namun Zaky tidak mencantumkan sumber kutipan. Dia juga mengabaikan perbedaan tahun rujukan yang digunakan oleh Wikipedia. Ia menyebutkan angka yang digunakan berdasarkan data tahun 2016, padahal hanya empat dari 10 negara yang ia cantumkan menggunakan data tahun tersebut. Tabel tersebut menunjukkan bahwa angka yang dirujuk Zaky dalam mempertanyakan komitmen pemerintah Indonesia untuk membangun industri 4.0 berasal dari tahun 2013, bukan 2016.”
Kecerobohan menggunakan data menjadi bahan bakar bagi pendukung 01 untuk merundung Bukalapak secara lebih brutal. Achmad Zaky, dipandang sebagai “kacang yang lupa akan kulitnya”. Ia seperti menusuk dari belakang pemerintah yang sudah membantu lapaknya berkembang begitu besar. Sungguh, seperti lalat menemukan kotoran, warganet pendukung 01 mahabenar dan mahabijak langsung mengerumuni.
Tidak berbeda dengan warganet fans 02. Seperti burung pemakan bangkai, mereka menyerang secara tiba-tiba. Seperti kentut menemukan lubangnya, serangan itu berdesis keluar, menguar, bau sekali. Seakan-akan mereka sungguh girang ketika sesama menunjukkan kelemahannya. Pada dasarnya, semua tagar yang naik dua hari terakhir di kolom trending topic busuk adanya.
Mau tagar uninstall Bukalapak, uninstall Jokowi, install Prabowo, hingga Jokowi Orang Baik punya maksud untuk mendiskreditkan sesama. Tidak ada ruang diskusi di tengah-tengah tagar busuk itu. Tidak ada kompromi untuk memandang masalah secara lebih mendalam.
Ketika slip of the thumb Achmad Zaky viral, warganet enggan menaikkan juga cuitan klarifikasi dan permintaan maaf sang CEO. Warganet sudah begitu girang ketika mendapatkan sampah. Namun, mereka enggan membuangnya ke tempat yang sudah disediakan. Memilih memakan sampah-sampah itu, menikmatinya, mengawininya seakan-akan itu harta paling berharga.
Busuknya tagar-tagar itu semakin jelas busuknya ketika kita membaca convo cuitan Gibran Rakabuming Raka. Tidak lain, tidak bukan, beliau adalah anak Jokowi, calon presiden yang dibela mati-matian bodohnya oleh warganet pemuja 01.
Anak Jokowi berkata demikian:
“Saya pikir uninstall Bukalapak itu terlalu berlebihan (dan norak). Pelaku UMKM seperti saya sangat terbantu dengan adanya Bukalapak. Brand jas hujan saya gak akan bisa seperti sekarang kalau gak dibantu mas Achmad Zaky.”
Mas Gibran Rakabuming menambahkan, “Tau gak Bukalapak itu unicorn kebanggaan Indonesia? Tau gak Bukalapak itu ngasih makan banyak orang? Ayo kalian belajar memaafkan.” Ada dua penekanan penting dari cuitan Mas Gibran. Pertama soal “berlebihan (dan norak). Kedua, soal “belajar memaafkan”.
Ketika Mas Gibran sudah mengajak warganet untuk menahan diri dengan tidak berlebihan, apalagi norak, Pak Jokowi melanjutkan dengan “memberikan maaf” kepada Achmad Zaky. Jangan salah, Achmad Zaky tidak sepenuhnya bersih dari dosa. Kecerobohan menggunakan big data itu sebuah blunder yang fatal. Seorang CEO tidak boleh melakukannya. Terlebih, ia berkicau di ranah publik.
Keluarga Jokowi merespons dengan santai, arif, dan sejuk. Sementara itu, fans 01 justru baper dan norak, bahkan brutal menghakimi. Ya jangan marah kalau disebut cebong. Berkerumum di kolam kecil untuk bersama-sama memakan remah-remah.
Tak bisakah kita mengkritik secara proporsional? Kalau itu saja tidak bisa, jangan harap ada pemberian maaf di tengah-tengah peristiwa politik. Maaf itu, nampaknya sudah level makrifat, level yang tidak mungkin lagi digapai oleh warganet 4.0 mahafilsuf.
Sudah cebong begitu, kampretos sama saja. Tidak seru kalau tidak gaduh. Tidak seru kalau tidak menyerang secara serampangan dan tiada akurat. Pokoknya gas terus, pikir belakangan. Sama seperti Pak Prabowo yang berkali-kali bikin blunder ketika pidato atau berbicara di depan wartawan. Hobi bikin gaduh, ya?
Oleh sebab itu, semua tagar yang tidak ada gunanya itu busuk semua. Lha wong membuat tagar jadi trending topic itu gampang sekali. Tinggal bayar akun-akun siluman, beres sudah. Tagar sudah bukan lagi kampanye yang efektif.
Ketika junjunganmu beserta keluarganya bisa begitu santai dan bijak, mengapa pendukungnya yang panas? Nggak bisa mencontoh yang baik-baik? Mending nggak usah politak politik. Busuk!