Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Betapa Menyebalkannya Ketika Orang-Orang Begitu Mudah Mempermasalahkan Kata Panggilan

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
22 Juli 2020
A A
kata panggilan nggak jadi illfeel sama fiki naki yang memanggil dirinya sendiri pakai nama kebiasaan di riau pekanbaru minang sopan santun budaya mojok.co

brur kata panggilan nggak jadi illfeel sama fiki naki yang memanggil dirinya sendiri pakai nama kebiasaan di riau pekanbaru minang sopan santun budaya mojok.co

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Jaman sekarang, memanggil ‘Kak’ saja bisa menjadi sebuah masalah.

“Saya belum cukup bisa memahami jenis orang yang punya nama unisex trus profpic di akunnya foto berdua sama pasangan. Giliran dipanggil ‘Mas’ dia jawab ‘Aku cewek Maaass!’ Lha kalo gituan kenapa gak pasang foto diri sendiri aja ya. Apakah kebersamaan setiap saat sepanjang hayat itu wajib berlangsung hingga ke ruang-ruang profpic?”

Begitu tulis kawan saya Iqbal Aji Daryono terkait dengan masalah saapaan panggilan.

Kali lain, saat berbicara melalui panggilan telepon dengan kawan lama, saya reflek memanggil kawan saya dengan panggilan ‘Pak’ karena di kalangan pergaulan saya, panggilan ‘Pak’ saat itu memang sedang ngetren.

“Piye, Pak?” kata saya saat itu.

“Kamu kenal aku nggak, sih?” jawabnya.

“Ya kenal tho. Gimana, tho?”

“Ya kalau kenal ngapain manggil aku ‘Pak’?”

Saya pun tertawa. Saya lantas menjelaskan tentang tren panggilan ‘Pak’ yang memang dalam setengah terakhir ini banyak digunakan oleh kawan-kawan sepekerjaan saya.

Perkara remeh namun cukup menjengkelkan tentang panggilan tersebut tentu saja bukan hanya dialami oleh Iqbal atau saya. Kita semua, boleh jadi, pernah merasakan betapa menyebalkannya perkara remeh tersebut.

Beberapa waktu yang lewat, isu tentang panggilan ini bahkan sempat ramai dan menjadi perbincangan panas di berbagai kanal media. Musababnya adalah twit dari seorang netizen yang tersinggung karena dirinya dipanggil “Kak” oleh driver ojek online.

“I’m so done with this grabfood driver calling me ‘kak’, like wtf? do you see me having vagina?!, did i broke your mother’s vagina to came to this world? no! so I’m not your sister! I give you the money, so you can give me the food, that’s it, no more no less,” begitu tulis netizen yang akunnya dirahasiakan tersebut.

Belakangan, diketahui bahwa memang panggilan Kak di daerah tertentu ternyata memang tak senetral yang kita pikir. Di Sumatera Utara, panggilan “kakak” ternyata memang merujuk pada perempuan, sedangkan untuk lelaki panggilannya “abang”.

Belum kering perdebatan tentang panggilan “kak” tersebut, mendadak sudah muncul lagi polemik lain pada tema yang sama.

Iklan

Masih melalui Twitter, pemilik akun @vantiani menuliskan pandangannya tentang panggilan ‘Mas’ dan ‘Mbak’.

“Mesti berhenti berasumsi bahwa semua perempuan dan lelaki adalah orang Jawa dengan memanggil mereka otomatis dgn ‘Mas’ dan ‘Mbak’. Padahal belum tentu mereka orang Jawa dan belum tentu juga mereka tidak keberatan dipanggil begitu. Mungkin Pak dan Bu saja mulai sekarang, Ka.”

Polanya tentu saja sama seperti kasus panggilan ‘Kak’.

Panggilan ‘Mas’ dan ‘Mbak’ yang menurut kita (atau setidaknya menurut banyak orang kebanyakan) sama sekali tidak bermasalah secara etik ternyata bisa menjadi sebuah masalah tersendiri bagi orang lain.

Pada kenyataannya, hal tersebut hanyalah satu dari sekian banyak perkara yang menyertai kata panggilan. Jika merunut pada panggilan-panggilan yang lain, sebenarnya hampir semua panggilan punya potensi untuk menjadi masalah.

Tuan dan Nyonya, misalnya. Panggilan yang umumnya ditujukan untuk orang terhormat atau kaya raya ini bisa berpotensi menjadi masalah ketika ditujukan untuk memanggil orang yang melarat. Bisa karena merasa si melarat tidak nyaman, atau bisa juga karena merasa tersinggung.

Bung dan Nona pun demikian. Penggilan yang di masa lampau cukup akrab tersebut bakal menjadi masalah jika digunakan kepada lingkungan umum, dan bukan lingkungan pergaulan terbatas, karena memang panggilan tersebut dianggap terlalu nyentrik, aneh, dan konyol.

Ibu dan Pak apalagi. Ia bisa menjadi panggilan yang tak menyenangkan bila digunakan kepada orang yang secara usia masih belum cocok punya anak. Tak terhitung berapa banyak wanita muda yang tersinggung karena merasa dianggap boros mukanya hanya karena dipanggil ‘Bu’.

Kata panggilan, pada dasarnya adalah masalah kepekaan. Seseorang, seharusnya, nggak bodoh-bodoh amat untuk bisa memproses sebuah panggilan punya tendensi atau tidak.

Ketika seorang perempuan yang sedang berbelanja dipanggil dengan panggilan ‘Bu’ oleh kasir, maka ia seharusnya paham bahwa penggilan ‘Bu’ tersebut merupakan bagian dari usaha kasir, atau memang SOP tempat ia bekerja untuk menerapkan konsep penggilan yang sopan.

Tentu saja si kasir tidak sedang punya tendensi untuk menganggap si perempuan punya wajah tua sehingga kemudian dipanggil ‘Bu’.

Begitu pula dengan seseorang yang dipanggil ‘Mas’ oleh orang lain padahal ia jelas bukan orang Jawa, seharusnya ia sadar bahwa panggilan ‘Mas’ itu merupakan bagian dari usaha untuk menghormati yang dipanggil. Bukan untuk memunculkan tendensi buruk terkait kesukuan apa pun.

Panggilan yang secara harafiah punya pengartian yang buruk pun, bila digunakan dan diterima oleh orang yang sama-sama punya kepekaan, maka ia tak akan pernah jadi masalah.

Di sebagian Jawa Timur sana, misalnya, adalah sebuah kelaziman seseorang memanggil kawannya dengan panggilan ‘Cuk’ dan tidak ada masalah apa-apa.

Seniman kondang Butet Kartaredjasa itu sering sekali memanggil kawannya dengan panggilan ‘Su’ yang berasal dari kata ‘Asu’ alias anjing. Namun tak ada kawannya yang marah sebab mereka tahu, tendensi Butet bukan untuk mengatai kawannya anjing.

Dari banyak kasus yang ada, saya pikir, kita memang tak susah dan repot mencari dan memikirkan kata panggilan apa yang tepat untuk kita gunakan untuk memanggil atau menyapa orang lain. Mau Bu, Pak, Mas, Bos, dll, kita semua seharusnya paham porsinya masing-masing.

Yang paling penting untuk kita lakukan saat ini justru belajar lebih serius agar kita tak mudah tersinggung, utamanya pada hal-hal yang remeh dan sebenarnya kita tak pantas tersinggung karenanya. Kata panggilan salah satunya.

Kita hidup di jaman ketika interaksi sosial secara langsung sudah mulai banyak berkurang. Ada yang memanggil atau menyapa kita saja itu sudah bagus, tak perlu mempermasalahkan kata panggilannya.

Hidup ini sudah sangat rumit, jangan menambah kerumitan yang sudah ada.

Terakhir diperbarui pada 15 September 2020 oleh

Tags: kata panggilan
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

No Content Available
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Lupakan Garuda Indonesia, Pesawat Terbaik Adalah Susi Air MOJOK.CO

Lupakan Garuda Indonesia, Citilink, dan Lion Air: Naik Pesawat Paling Menyenangkan Justru Bersama Susi Air

10 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
UB Kampus Liar, UGM Ajari Mahasiswa Gak Omong Kosong MOJOK.CO

Pengalaman Saya Menjadi Mahasiswa yang Jago Bertahan Hidup di UB, lalu Tiba-tiba Menjadi Pintar ketika Kuliah di UGM

9 Desember 2025
Sirno Ilang Rasaning Rat: Ketika Sengkalan 00 Menjadi Nyata

Sirno Ilang Rasaning Rat: Ketika Sengkalan 00 Menjadi Nyata

6 Desember 2025
korupsi bikin buruh menderita. MOJOK.CO

Korupsi, Pangkal Penderitaan Buruh dan Penghambat Penciptaan Lapangan Kerja

9 Desember 2025
Warung Jayengan Pak Tris di Solo. MOJOK.CO

Sempat Dihina karena Teruskan Usaha Warung Mie Nyemek Milik Almarhum Bapak, Kini Bisa Hasilkan Cuan 5 Kali Lipat UMK Solo

10 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.