MOJOK.CO – In this economy di mana coba kita bisa melihat orang kaya bergaul dengan orang miskin, untuk kemudian sama-sama jatuh cinta dan melakukan pernikahan lintas kelas ekonomi selain cuma di FTV?
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy mengusulkan kepada Menteri Agama Fachrul Razi agar menerbitkan fatwa tentang pernikahan antartingkat ekonomi untuk mencegah peningkatan angka kemiskinan.
Dia bilang, kalau orang pilih pasangan yang setara, orang miskin akan nikah sama sesama orang miskin lagi, lalu, munculah rumah tangga miskin baru, dan terus saja begitu makanya ada 5 juta keluarga miskin di Indonesia.
Sebentar, sebentar. Sepertinya kok ada yang aneh dari usulan Muhadjir Effendy ini. Hmmm.
Oh iya, anu… kok Muhadjir Effendy bikin usulannya ke Fachru Razi, sih? Emang sejak kapan Menteri Agama berwenang menerbitkan fatwa? Bukannya kementerian itu berurusan sama masalah administratif aja, ya? Kalau mau nyuruh bikin fatwa, bukannya doi harusnya ngomong ke MUI, ya? Hadeeh belum apa-apa udah salah.
Kedua, saya penasaran apa blio kepikiran usulan ini karena terinspirasi FTV, ya?
Maksud saya, kalau blio berangkat dari data yang ada, harusnya dia tahu kalau pernikahan lintas kelas ekonomi di Indonesia itu sulit sekali terjadi. Kalau melihat data mobilitas sosial di Indonesia yang dipaparkan Dr Ariane Utomo, social demographer dari universitas Melbourne Australia, pernikahan lintas kelas ekonomi ini sekarang sangat sedikit terjadi karena batas-batas antar kelas di Indonesia semakin menguat.
Kenapa saya pikir beliau kepikiran usulan ini setelah kebanyakan nonton FTV, in this economy di mana coba kita bisa melihat orang kaya bergaul dengan orang miskin, untuk kemudian sama-sama jatuh cinta selain cuma di FTV?
Kenyataannya, kita semua tahu kalau hampir semua orang kaya, gaulnya sama orang kaya juga. Setidaknya kita bisa menemukan mereka nongkrong sambil minum latte di Starbucks.
Sementara orang miskin? Ya nongkrongnya sama orang miskin juga, kalau nggak di warteg, kita bisa menemukan mereka nangkring di warung kopi sambil nyeruput kopi sachetan dan makan gorengan.
Nggak kompatibel, Broo.
Itu baru tempat ketemu, belum kebiasaan, gaya hidup, dan hal lainnya yang mempertontonkan secara kontras bagaimana jurang perbedaan yang memisahkan mereka sebagai si kaya dan si miskin.
Oke taruhlah usulan itu misal memang bisa benar-benar diterapkan. Pemerintah memfasilitasi tempat di mana mereka bisa bertemu, lalu berinteraksi untuk saling jatuh cinta. Orang miskin mungkin senang-senang saja dipasangkan dengan orang kaya misal, 80% masalah hidup mereka bisa sirna dengan harta yang nantinya akan mereka terima. Tapi yang kaya apa mau sama yang miskin?
Bukan, bukan karena orang miskin nggak berharga lalu nggak pantas menikah dengan kaya. Tapi, orang yang lahir dan hidup miskin terlanjur mendapat stigma tinggi dari masyarakat di sekitarnya. Orang-orang kaya terlanjur kelewat gampang untuk memandang rendah mereka.
Saya pikir, yang harusnya dilakukan negara itu bukan mengatur siapa harus menikah dengan siapa. Tapi, menyelesaikan masalah ketimpangan dan memperbaiki kehidupan orang-orang miskin sehingga mereka sebagai orang-orang yang hidup di lapisan paling bawah ekonomi, tetap punya taraf hidup yang cukup baik. Nggak perlu kaya, tapi mereka bisa mencukupi kebutuhan mereka semua sehingga tidak lagi harus mendapatkan stigma.
Kalau sudah begitu, tanpa harus dipaksakan oleh negara, pernikahan lintas kelas ekonomi bisa terjadi secara organik. Mereka akan tumbuh dengan sendirinya karena tidak terlalu jomplang perbedaan kelasnya.
Saya nggak habis pikir aja sih Muhadjir Effendy (dan menteri-menteri lain yang suka ngasih usulan aneh) ini kan orang-orang pinter semua. Bukannya muter otak secara serius untuk menyelesaikan ketimpangan dan kemiskinan sebagai masalah struktural, malah hobi ambil jalan pintas dengan melempar tanggung jawab negara kepada masyarakat dengan menyuruh mereka untuk menyelesaikan masalah sendiri.
Kalau usulan Muhadjir Effendi soal pernikahan lintas kelas ekonomi ini serius dijadikan solusi kemiskinan, saya nggak ngerti lagi deh. Kali ini, saya pikir negara sudah benar-benar kelewatan karena sampai kepikiran ikut campur tangan soal bagaimana warga negaranya memilih pasangan. Nggak cukup apa kemarin ngurusin keluarga, eh sekarang malah mau ngurusin pasangan orang…
Negara komunis aja kayaknya nggak gini-gini amat, Pak 🙁
BACA JUGA Solusi Dahsyat Keluar dari Kemiskinan versi Fadjroel Rachman atau artikel POJOKAN lainnya.