#3 Isi cilok cuma secuil
Ini “dosa” yang paling sering saya temui dari penjual cilok. Banyak penjual yang pelit isian. Jadi cilok yang berbentuk bulat seperti bakso itu biasanya punya isian. Saat ini ada berbagai macam pilihan, tapi isian yang paling populer atau standar adalah daging atau tetelan sapi.
Saya paham, harga daging sapi itu lumayan mahal. Dan, kalau isinya kebanyakan, bukan tidak mungkin harga jual cilok yang terkenal murah meriah itu bisa merangkak naik. Tapi, itu bukan berarti isian cilok benar-benar cuma secuil dong. Bahkan, terkadang pembeli sampai tidak bisa merasakan isiannya, saking sedikitnya daging sapi yang dimasukkan dalam cilok.
Asal tahu saja, keberadaan daging sapi sebagai isian menambah kenikmatan ketika mengunyah cilok yang yang kenyal itu. Rasa dan teksturnya jadi lebih “kaya”.
#4 Bumbu tidak enak
Cilok biasanya dijual bersama dengan berbagai bumbu. Biasanya ada kecap, sambal, saus. Selain tiga bumbu cair itu, penjual juga menyediakan bumbu gurih yang menambah kekayaan rasa.
Persoalannya banyak penjual luput memastikan bumbunya enak. Tidak jarang saya mendapati kecap yang terlalu manis. Pernah juga sambal dan saus yang sudah asam, tanda tidak segar. Sangat disayangkan sebenarnya, cilok yang rasa dan teksturnya enak itu bercampur dengan bumbu yang kurang segar. Kenikmatannya pun berkurnag.
Di atas beberapa “dosa” penjual cilok yang sulit dimaafkan pembeli. Tulisan ini tentu tidak bermaksud menyerang semua penjual ya. Ada juga kok penjual cilok yang rasanya enak, teksturnya kenyal, bumbunya segar. Dan, semuanya konsisten dari waktu ke waktu. Salah satunya Cilok dan Batagor Mang Heri UII Jogja yang jadi langganan saya dan teman-teman.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Toko Kaset Popeye hingga Djendelo Koffie, 5 Tempat di Jogja yang Saya Harap Buka Kembali dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN.














