MOJOK.CO – Setiap dapat resep ini dari dokter, kita diminta untuk minum antibiotik sampai habis. Memang, bahayanya apa sih kalau ngeyel dan bandel?
Salah satu jenis obat yang paling umum didapatkan dari dokter adalah antibiotik. Konon, antibiotik ini memiliki fungsi untuk mengobati penyakit yang timbul dari adanya infeksi bakteri dan bekerja dengan cara menghentikan pertumbuhan organisme kecil yang berbahaya di dalam tubuh, termasuk jamur, bakteri, dan parasit.
Yang membedakan obat jenis ini dengan obat lainnya adalah aturan yang menyertainya. Tentu, kamu disarankan untuk minum antibiotik sampai habis, tak peduli bahkan jika badanmu terasa sudah jauh lebih sehat.
Masalahnya, kalau badan sudah terasa sehat dan sembuh, minum obat jadi menyebalkan dan nggak menyenangkan. Kalau sudah begitu, kan rasanya kesal kalau harus minum antibiotik sampai habis!
Memangnya, seberapa penting sih menghabiskan sisa obat antibiotik yang sudah diresepkan dokter untuk kita?
Pertama-tama, mari bicara soal penggunaan antibiotik.
Jenis obat yang satu ini bakal berhasil menghentikan infeksi bakteri dan menyegerakan penyembuhan hanya jika dikonsumsi secara tepat. Dokter yang memeriksamu tentu memberikan obat ini tidak tanpa perhitungan. Dosis dan waktu yang kamu perlukan telah diperhitungkan dengan baik sehingga menjadi tugasmulah untuk selanjutnya benar-benar mematuhinya. Secara umum, durasi konsumsi minum antibiotik sampai habis ini membutuhkan waktu antara 5 hingga 14 hari.
Konsumsi Antibiotik, tapi Tetap Waspada
Namun, perlu diingat: Konsumsi antibiotik ternyata nggak sesimpel itu, mylov~
Semestinya, pemberian obat antibiotik pada pasien didahului dengan pemeriksaan laboratorium. Padahal, ada kasus di mana kita mendapat antibiotik hanya berdasarkan tanda-tanda umum penyakit yang diperiksa oleh dokter, tanpa pemeriksaan laboratorium. Nah, kalau sudah begini, ingat-ingatlah satu hal: Jangan buru-buru bilang, “Iya,” untuk minum antibiotik sampai habis. Alias, coba konsultasikan kembali pada dokter, apalagi jika timbul efek-efek yang mengejutkan.
Bukan, bukan—efek-efek yang mengejutkan ini bukan efek gitar listrik, kok. Maksudnya, sebagai contoh, kalau kamu demam dan suhu tubuhmu panas, lalu diberi antibiotik, dan malah menemukan bintik-bintik merah di tubuhmu setelah beberapa hari mengonsumsi antibiotik, cobalah datang kembali ke dokter dan konsultasikan. Siapa tahu, itu adalah gejala demam berdarah yang tidak kamu sadari, sementara penyakit ini tidak diatasi dengan aturan “minum antibiotik sampai habis”.
Nggak Minum Antibiotik Sampai Habis ataupun Minum Berlebihan Sama-Sama Berisiko
Berdasarkan penjelasan di atas, pemberian antibiotik memang diharapkan dilakukan setelah pemeriksaan laboratorium yang teliti. Soalnya, kalau dokter cuma langsung kasih begitu saja setelah melihat gejala-gejala umum, para pasien—alias kamu-kamu sekalian—justru berisiko terkena resistensi yang bakal menurunkan peluang sembuh dari penyakit, sebagaimana yang juga disebutkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Plus, kalau nggak pakai pemeriksaan laboratorium dan ternyata kamu memang nggak membutuhkan antibiotik, tubuhmu bakal terkena overused konsumsi antibiotik yang berisiko sama.
Tapi, kok bisa, ya, seseorang terkena resistensi hanya karena nggak minum antibiotik sampai habis? Apa urusannya coba antara kedisiplinan minum obat dan ketahanan tubuh?
Ternyata, hal ini bisa terjadi karena bakteri yang menginfeksi tubuh belum mati sepenuhnya, meski gejala penyakit yang kita rasakan sudah jauuuuh lebih berkurang. Nah, kalau nggak minum antibiotik sampai habis, bakteri yang tersisa ini bakal mengalami mutasi.
Kalau mutasi di dunia nyata bisa membuatmu berpindah tempat kerja, mutasi bakteri ini bakal membuat dirinya sendiri—alias bakteri-bakteri tadi—kebal terhadap reaksi antibiotik, baik antibiotik yang terakhir kali dikonsumsi, maupun antibiotik lain yang sejenis. Inilah yang dimaksud dengan resistensi antibiotik.
Secara sederhana, dengan kata lain, kalau kamu dapat resep obat antibiotik lain dari dokter, mungkin nggak akan mempan lagi. Mamam~
Bahayakah Resistensi Antibiotik?
Ketidakmampuan bakteri untuk disembuhkan dengan antibiotik akibat resistensi ternyata dapat berakibat fatal, hingga menyebabkan kematian. Tercatat, telah ada lebih dari 700 ribu kematian karena kondisi ini.
Kalau bagimu ini menyeramkan, ya memang begitu adanya. Mau gimana lagi; sekali kamu kebal terhadap antibiotik tertentu, tidak bakal ada banyak jenis antibiotik yang bisa available menjadi pengganti untuk menyembuhkan penyakitmu. Pokoknya, pilihan antibiotik bagi seseorang yang sudah terkena infeksi itu terbatas, deh!
Tapi, perlu diingat: Risiko ini tidak mutlak menyerang semua orang di dunia. Sayangnya, sulit untuk kita menentukan apakah diri kita sendiri termasuk orang yang berisiko terkena resistensi antibiotik atau bukan.
Yah, daripada susah-susah nebak-nebak dan khawatir, mending antibiotiknya dihabisin setelah konsultasi dengan dokter terkait. Di mana-mana, yang namanya nebak-nebak itu, kan, nggak enak dan cuma bisa bikin insecure. Iya, nggak? (A/K)