MOJOK.CO – Pondok Pesantren memang jadi lokasi sempurna untuk menularkan penyakit gatal. Akan tetapi bukan santri namanya, kalau nggak tahu cara mengatasinya.
Gatal dan santri merupakan dua kata yang bersinambungan satu sama lain. Jika selama ini kamu cuma tahu bahwa santri selalu erat dengan budaya antre, ngaji kitab kuning, atau sorogan maupun bandongan, maka kamu perlu tahu bahwa santri juga akrab dengan yang namanya gatal. Terutama jika kegatalan itu terjadi di teritori berbahaya seperti selangkangan.
Sebagai ekosistem manusia dengan tingkat populasi terpadat di jagat raya, Pondok Pesantren memang memungkinan terjadinya penularan penyakit yang sangat-sangat mudah menyebar. Bahkan jika ada satu kutu jatuh di kepala seorang santri dalam populasi ratusan manusia di pesantren, maka tidak sampai seminggu kutu itu akan berkembang biak melebihi persebaran hoax di dunia maya.
Apalagi selangkangan manusia memang didesain untuk menjadi area paling mudah lembab ketimbang siku-siku lain yang ada di anatomi tubuh manusia. Jika dibandingkan ketek misalnya, selangkangan lebih sering tertutup. Ya iya dong, kan aurat. Oleh sebab itu, wajar jika selangkangan jadi habitat sempurna untuk spora, bakteri-bakteri jahanam, sampai tungau.
Masalahnya, gatal-gatal di selangkangan ini tidak mudah untuk digaruk. Bukan gimana-gimana, nggaruknya sih gampang, tapi malunya itu lho yang bikin aktivitas ini dianggap menurunkan kredebilitas seorang santri sebagai manusia yang beradab. Padahal yang namanya gatal kan ya hawa-hawanya pengen digaruk ya kan?
Akan tetapi bukan santri namanya kalau tidak menemukan cara-cara mengatasi gatal di teritori berbahaya itu. Nah ini 4 di antaranya cara santri atasi gatal-gatal di selangkangan. Cekidot.
1. Menggunakan celana dalam sesaat setelah dijemur
Jika sinar ultraviolet dari matahari dianggap buruk bagi kulit, maka tidak untuk para santri yang selangkangannya gatal-gatal. Sinar matahari yang melimpah sangat berguna untuk memanaskan celana dalem atau sebut pakai nama kecilnya saja, yakni; sempak.
Caranya pun gampang. Cukup jemur sempak yang akan dikenakan dalam kurun waktu satu atau dua jam di panas terik matahari. Jika sudah cukup panas, lalu tanpa perlu ditiriskan, segera kenakan secepat yang kamu bisa. Dijamin rasanya bakal cekit-cekit gimana gitu. Apalagi kalau sempak yang dijemur sampai jadi kayak kerupuk saking keringnya.
Oh iya, menurut penelitian dari Lembaga Riset Kepulauan Faroe, jika hal ini dilakukan maka aktivitas menggaruk pun disinyalir bisa berkurang drastis sebanyak 80%.
Sayangnya, kelemahan metode ini adalah sempak bukan konduktor yang bagus untuk menyimpan panas. Jadi efek kejut yang bisa mengurangi rasa gatal cuma sebentar. Yah, paling lama juga 2-3 menit doang. Apalagi, kulit juga lama-lama akan terbiasa dengan panas sempak yang panas jadi rasa gatal akan muncul kembali.
2. Lakukan aktivitas menggaruk saat tidur
Jika dirasa menggaruk di ruang publik bukan pemandangan elok, maka kamu bisa melakukan aktivitas menggaruk saat tidur. Bukan apa-apa, aktivitas ini kan punya alibi dan pledoi yang sempurna ketika dilakukan.
Cukup bilang saja, “Hah? Masa sih aku nggaruk selangkangan tadi malam? Oh, itu aku ngelindur aja. Nggak sadar.”
Nah, untungnya dalam hukum agama ada tiga posisi ketika manusia tidak bisa dikenai hukum, yakni orang gila, orang lupa, dan orang nggak sadar.
3. Pakai Bedak Herocyn
Bedak Herocyn merupakan bedak ajaib bagi para santri untuk mengatasi kegatalannya. Cukup praktis untuk dibawa ke mana saja. Bahkan muat untuk dimasukkan ke saku celana (meski ya kelihatan sih kalau dikantongin).
Bedak ini tentu tidak disarankan untuk dipakai bedak wajah, tapi memang dipakai untuk membantu mengurangi rasa gatal di kulit. Jika dioleskan ke daerah yang gatal, rasa semriwing ala balsam akan terasa, meski panasnya nggak nendang banget seperti kena knalpot.
Meski begitu, Bedak Herocyn cukup direkomendasikan dipakai. Tidak menyebabkan lecet seperti digaruk dan cukup aman untuk kulit. Bahkan konon dalam populasi santri, 8 dari 10 santri mengaku pernah memakai bedak ini di selangkangannya. Dan 2 orang sisanya bohong biar dikira sehat dan nggak pernah gatalan.
4. Gunakan Setrika
Baiklah, saya tahu kamu bakal terkenyut mendapat fakta bahwa ada beberapa santri yang mengatasi rasa gatal dengan menggunakan setrika.
Jika kamu membayangkan setrika yang dipakai ini adalah setrika yang sama, seperti halnya setrika yang kamu pakai untuk melicinkan pakaian, maka saya jamin bayangan kamu itu… benar.
Tentu saja setrika yang dipakai tidak dalam kondisi panas full 100%, tapi barangkali cuma sekitar 30-40% saja. Untuk berjaga-jaga biasanya setrika akan dipanaskan dalam kondisi maksimal. Lalu setelah dirasa panasnya cukup, colokan dicabut dan ditunggu agak dingin sejenak.
Nah, ketika panas masih tersisa dalam lempeng besi setrika itulah, kamu bisa menempelkan ke area-area yang gatal. Tentu jangan lupa untuk memberi alas sarung atau celana terlebih dahulu. Bukan apa-apa, daripada kulitmu melepuh ya kan?
Masalahnya, penggunaan setrika di banyak pesantren dilarang. Sebab, setrika itu makan listrik yang terlalu besar. Bayangkan saja jika populasi seribu santri semua pakai setrika masing-masing? Ya bakal mati terus lah listriknya.
Oleh karena itu, aktivitas ini baru memungkinkan dilakukan saat kondisi sepi. Alias ketika bagian keamanan pondok sudah terlelap atau sedang tidak ada jadwal razia. Lalu jangan heran kalau ada sekelompok santri yang tiba-tiba bergerombol di deket colokan.
Yak betul, mereka semua antre untuk pinjam setrikanya.
Buat apa?
Ya buat melicinkan pakaian dong. Masa buat garukin selangkangan sih, kamu itu lho pikirannya aneh-aneh.