MOJOK.CO – Berbagai variabel yang dijelaskan di tulisan ini yang membuat popularitas Toyota Avanza seabadi kasih ibu kepada beta.
Memang benar bahwa Daihatsu Ceria adalah satu-satunya mobil yang pernah menghuni garasi rumah saya. Namun, kalau Anda meminta saya untuk menyebut nama mobil yang paling berkesan, sudah jelas jawaban saya adalah Toyota Avanza.
Entah kenapa mobil ini, sekalipun tak pernah saya miliki, selalu beririsan dengan hidup saya. Mobil kepsek, guru, dan dosen saya kebanyakan adalah Toyota Avanza. Mobil yang dipakai Mas Bojo untuk melamar saya adalah Avanza. Emak juga sering berpelesir ke segala pengajian akbar dengan menumpang Avanza sewaan. Baru sebulan lalu, kakak saya membeli Avanza bekas yang tampak menyedihkan untuk disulapnya menjadi mobil pick-up pengangkut gabah.
Intinya, dalam dunia saya, Toyota Avanza adalah penanda kenormalan: sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi bila saya tak melihat mobil ini barang sehari saja.
Oleh sebab itu, saya menyambut baik rumor yang beredar beberapa bulan lalu mengenai rencana Toyota Astra Motor (TAM) untuk merombak total Toyota Avanza. Merek itu sudah berumur 20 tahun, dan selama itu pula tampangnya tak pernah berubah secara signifikan: Avanza cuma mendapat bemper baru, lampu baru, dan perintilan fitur baru yang mudah diabaikan.
Menjelang peluncurannya pada pertengahan November tahun ini, beberapa foto dan data spesifikasi Toyota Avanza baru itu bocor. Desain norak Avanza generasi sebelumnya sudah dipensiunkan: tidak ada lagi lampu depan LED bertingkat ala Voxy, dan lampu belakang bohlam dengan garis krom biar kelihatan bertingkat juga sudah lenyap. Keseluruhan desain Avanza baru ini, meski mirip Toyota Raize dan Corolla, sudah benar-benar meninggalkan pakem desain generasi lawas.
Saya menyukai fitur-fitur yang rencananya bakal dibenamkan di Toyota Avanza baru ini. Akhirnya, mobil murah kayak Avanza punya Toyota Safety Sense (TSS). Itu adalah merek teknologi penginderaan di mobil Toyota yang mencakup banyak hal, seperti pemindai lajur, pengindra titik buta, rem otomatis untuk skenario tertentu, dan sebagainya.
Memang, sih, pengaplikasian TSS baru sebatas rumor. Tapi, kebangetan banget kalau Toyota tega mengabaikan penambahan fitur ini. Sekarang sudah 2021, Bro, dan jalanan makin riuh. Kita nggak sepantasnya membeli mobil yang miskin fitur keselamatan demi melanggengkan slogan “We die like a real man”.
Desain Toyota Avanza baru ini sudah cakep. Fiturnya juga tak memungkinkannya untuk menjadi bahan olok-olok lagi. Mobil sejuta umat ini boleh dibilang sempurna dalam segala aspek, kecuali satu: perubahan sistem penggerak rodanya.
Seperti Toyota Rush dan Innova, sejak dulu, Avanza memakai sistem penggerak roda belakang. Pada segmen mobil low MPV, hanya Avanza dan Wuling Confero yang memakai sistem penggerak roda demikian. Tapi, desas-desus yang beredar mengatakan kalau Avanza baru ini bakal melupakan gardan, dan hal itu tampak pada transmisi CVT yang dipakainya—saya belum pernah mendapati ada mobil CVT yang berpenggerak roda belakang.
Perubahan penggerak roda belakang ke depan bukan aib, tentu saja. Hampir semua mobil masa kini berpenggerak Front Wheel Drive (FWD) untuk mengejar efisiensi. Tapi, kepada Toyota Avanza, kadung melekat sistem penggerak Rear Wheel Drive (RWD), dan penggunaan jenis penggerak tersebut bukan tanpa alasan.
Untuk memahami raison d’etre Toyota Avanza, mari kita balik sebentar ke periode awal reformasi. Terlepas dari keberhasilan mahasiswa dan para aktivis dalam meruntuhkan era Orde Baru, periode awal reformasi adalah periode yang benar-benar mengerikan dalam aspek ekonomi.
Krisis moneter (krismon) yang menghantam Asia Pasifik sejak 1997 belum kunjung membaik. Hiperinflasi bertindak seperti Pak Harto di masa jayanya: terus naik, tapi lupa turun. Sebelum krismon, bocah-bocah kampung bisa kenyang dengan lima ratus perak untuk semangkuk bakso. Tapi saat krismon, penjual bakso mana saja akan bermuka masam sebelum memberi pengantar kuliah ekonomi walau Anda menyodorkan dua ribu perak.
Inflasi itu pun merembet ke sektor otomotif, yang membuat harga Kijang kapsul tak terjangkau. Ekonomi memang perlahan pulih, tetapi pasar roda empat masih seperti pasien kurang darah. Sadar bahwa Toyota Astra Motor (TAM) perlu mengeluarkan produk baru yang lebih terjangkau untuk menyelamatkan diri, jajaran direksi TAM pun meluncurkan senjata anyar pada tahun 2004, sang anak Kijang bernama Toyota Avanza.
Seperti induknya, Avanza memakai sasis yang sama, sistem penggerak roda yang sama, dan nyemplung di segmen yang sama. Perbedaan mendasar antara Avanza dan Kijang hanyalah harga jualnya, yang dilepas nyaris separuh lebih murah dari harga Kijang saat itu.
Mudah untuk menebak nasib penjualan Toyota Avanza. Mobil itu laris manis, mengalahkan penjualan Kijang dan mobil apa pun selama bertahun-tahun. Tapi, harga murah bukan satu-satunya variabel keberhasilan Avanza. Durabilitas dan jenis penggerak roda adalah variabel lain yang tak kalah signifikan.
Seperti yang kita tahu, Indonesia punya lebih banyak gunung ketimbang negara mana pun di dunia. Indonesia juga hanya punya dua jenis jalan, yaitu ambyar atau mulus dengan polisi tidur di mana-mana. Berhubung Toyota Avanza diperuntukkan sebagai kendaraan semua rakyat, bukan cuma rakyat Jakarta dan sekitarnya, ketangguhan dan jenis penggerak roda yang tepat sudah menjadi keharusan.
Itulah yang membuat Avanza mengadopsi sasis semi ladder-frame. Anda bisa mengangkut material bahan bangunan di kabinnya, dan sasis mobil ini tetap baik-baik saja. Penggerak roda belakang juga diperlukan untuk melahap tanjakan curam di daerah pegunungan. Selama masih mematuhi hukum fisika, mobil RWD jelas lebih mampu melewati tanjakan ketimbang FWD.
Berbagai variabel itulah yang membuat popularitas Toyota Avanza seabadi kasih ibu kepada beta. Ia punya harga yang terjangkau, cocok untuk mengangkut beban berat, dan bisa diajak melahap medan apa pun. Memang benar, bahwa mobil yang lebih murah ketimbang Avanza kemudian bermunculan, bahkan dari TAM sendiri. Tapi, penjualan Avanza selalu lebih baik ketimbang Calya, Sigra, dan kawan-kawannya.
Apa jadinya bila Toyota Avanza ikut-ikutan pakai berpenggerak roda depan? Bagus, tentu saja. Sekurang-kurangnya, pemilik Avanza baru akan lebih jarang mengunjungi pom bensin.
Tapi, jelas, Avanza bukan lagi mobil untuk rakyat banyak. Ia dibuat khusus untuk masyarakat perkotaan pesisir yang menghadapi tanjakan curam hanya ketika perlu mencari parkiran di mal, persis peruntukan Ertiga, Mobilio, dan Xpander. Anda tidak bisa memenuhi semua kursi dan bagasi lalu mengajak kerabat pelesiran ke Tawangmangu tanpa merasa was-was.
Mobil FWD juga lebih rentan terserang penyakit di sektor kaki-kaki. Disuruh menggerakkan sekaligus mengarahkan, siapa yang nggak capek, coba? Kalau cuma dipakai menjelajahi jalanan kota, mobil FWD bakal baik-baik aja. Tapi, beda cerita kalau Anda hidup di Blora atau Lebak atau Probolinggo. Jalannya buset sekali, kawan-kawan.
Yah, mau bagaimanapun, nasi terlanjur menjadi karak. Saat Anda membaca tulisan ini, Xpander baru mungkin sudah diluncurkan secara resmi. Ia tetaplah mobil yang keren, modern, dan tak malu-maluin ketika dibawa ke rumah handai taulan di kampung halaman. Dan ia akan tetap laris karena masih ada logo Toyota di gril mesinnya.
Namun, ia bukan Avanza yang dulu kita kenal, yang dibuat oleh para insinyur ciamik yang ingin mengejawantahkan sila kelima ke jalanan Indonesia. Avanza baru dibuat untuk melayani orang-orang kota dengan segala rutinitasnya. Indonesia, bagi masyarakat urban yang dimatikan rutinitas, memang hanya seluas kota mereka.
BACA JUGA Rahasia di Balik Tangguhnya Mobil Toyota Avanza Mertua dan ulasan kendaraan lainnya di rubrik OTOMOJOK.