MOJOK.CO – Kurang inovasi, kini tiba saatnya Suzuki Smash, motor bebek legenda harus pergi untuk dikenang.
Pagelaran GIIAS (GAIKINDO Indonesia International Auto Show) yang digelar 19 hingga 21 November kemarin menyisakan cerita pedih. Terutama bagi pecinta motor Suzuki, khususnya motor bebek atau dikenal sebagai moped.
PT Suzuki Indomobile Sales (SIS) secara resmi “menghentikan” produksi Suzuki Smash. Peluang pasar motor bebek semakin menciut di Indonesia. Penghentian tersebut juga menjadi pertanda akhir dari “spesies” motor bebek baru Suzuki di Indonesia.
Oleh sebab itu, Suzuki dipastikan tidak akan memproduksi motor bebek untuk beberapa waktu. Mereka hanya akan fokus pada produk-produk kayak GSX-150, Gixxer 250SF, dan lain sebagainya.
Seperti diketahui, pasar motor bebek di Indonesia mengalami penurunan drastis. Untuk penjualan tahun 2020 saja, jumlahnya hanya mencapai 219.636 unit atau sekitar enam persen dari total penjualan sepeda motor di Indonesia sesuai perhitungan resmi Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia.
Penurunan tersebut juga disebabkan oleh pasar motor matik yang sudah berekspansi luas sampai yang premium. Kapasitasnya antara 150 hingga 250cc dengan penambahan fitur futuristik semacam kunci remote, power charger, dan lain sebagainya.
Jadi, motor bebek yang dianggap jadul seperti Suzuki Smash tidak lagi dirilik. Mereka yang membeli hanya beberapa pihak yang masih setia pada ketangguhan motor bebek maupun instansi-instansi yang memerlukan pengadaan motor murah.
Di satu sisi memang, hal ini menggambarkan karakter orang Indonesia yang ingin “serba gampang”. Mereka sangat diakomodasi motor matik yang hanya gas rem doang dibandingkan main kaki bawah yang kadang jedag-jedug. Hal ini turut menjadi faktor menyusutnya penjualan Suzuki Smash dan motor bebek lainnya di pasaran.
Namun demikian, bukan berarti motor bebek seperti Suzuki Smash akan sepenuhnya musnah. Motor bebek tetap memiliki memori yang terpatri kuat di benak masyarakat, khususnya anak komunitas motor. Kehadirannya memberikan kesan mendalam bagi pengendara, entah itu enteng, tangguh, atau yang lainnya.
Kenangan saya akan motor bebek Suzuki Smash
Saya rasa, penghentian produksi Suzuki Smash memang jauh lebih telat daripada rekannya Shogun yang “sudah mati” sejak 2014. Penguluran tersebut sengaja dilakukan demi taruhan lebih dalam bagi pabrikan untuk menghadirkan motor bebek andalannya.
Perburuan akan peruntungan semacam itu bisa dianggap wajar untuk mempertahankan lini produksi Suzuki Smash yang telah dimulai sejak awal 2000-an silam. Selain itu, usaha ini menjadi usaha membuktikan bahwa motor bebek ini masih mampu menarik hati konsumen melawan kompetitornya, Honda dan Yamaha.
Sebagai orang yang sempat menikmati Suzuki Smash pada 2004, saya mengakui bahwa motor ini termasuk motor bebek yang memenuhi tiga kriteria kebagusannya, yaitu irit, enteng, dan lincah. Tidak kalah dari Honda Supra yang sudah mendapatkan titel legend.
Memang, menurut saya, untuk urusan irit, masih di bawah Supra yang katanya sekali nenggak bensin bisa langsung ke Aceh. Namun, dengan bodinya yang ramping layaknya motor bebek, maka diajak manuver pun akan sangat ringan.
Suzuki Smash punya kelamahan? Tentu saja. Kelemahan yang saya maksud adalah bodinya yang gampang geter. Mungkin karena bodi dan rangkanya masih kuno, ya. Jadi, kalau dibuat ngebut, bodinya mulai bergetar seperti lagi menikmati musik dangdut. posisi jok yang rata juga berbahaya kalau mau dipakai “ugal-ugalan”.
Setelah 2004, saya tidak pernah lagi menggunakan Suzuki Smash karena sudah ganti ke motor lain. namun, seiring waktu dan perkembangan, Smash yang saya lihat tetap sama ruh-nya kendati bodinya sudah berubah. Kesan yang saya dapat masih sama dengan Smash yang dulu.
Bagi saya, Suzuki Smash menjadi motor bebek yang membawa Suzuki masuk zaman kejayaan. Motor bebek yang membuat Suzuki mampu bersaing dengan kompetitornya. Bahkan seimbang, kalau menurut saya.
Sayangnya, periode 2014 menjadi titik kemunduran Suzuki di mana produk mereka perlahan menghilang dari jalanan. Kalah bersaing dengan motor bebek lainnya.
Selain itu, jumlah dealer resmi Suzuki juga menyusut. Salah satu dealer malah seperti berubah lini bisnis dengan munculnya kafe bernama Pesenkopi. Tidak hanya menurunnya jumlah dealer sampai pengguna, hujatan juga banyak dilayangkan kepada Suzuki karena desain motor terkininya yang tidak cuma nyeleneh, tapi juga terjebak romantisisme masa lalu.
Misalnya terlihat di unggahan akun resmi Suzuki yang cuma membahas motor keluaran dahulu. Ada juga yang mengeluarkan motor tidak sesuai keinginan masyarakat, terutama Gixxer 250. Dua faktor ini membuat Suzuki mendapatkan rating jelek karena tidak inovatif. Seolah hanya lini mobil yang bisa diandalkan di pasar otomotif Indonesia.
Contohnya Suzuki GSX yang menjadi rival CB150. Harus diakui, GSX emang lebih cepat dibandingkan CB150. Namun, kecepatannya harus dibayar dengan boros bensin. Selain itu, posisi jok belakang yang tinggi membuat orang yang dibonceng tidak nyaman. Banyak yang menyebutnya motor lele. Pokoknya dari sisi desain itu serba nyeleneh.
Kondisi ini juga terlihat di Smash keluaran terbaru. Menurut saya, mereka tidak menyusun strategi marketing yang mumpuni untuk menarik minat pasar. Beda dengan Honda Supra X yang masih laku.
Untuk saat ini, hanya Honda Revo, Honda Supra X, dan Yamaha Jupiter yang masih ada di showroom. Artinya, pengguna Suzuki Smash lawas harus putar otak untuk mencari suku cadang. Pada akhirnya, saat ini, tiba saatnya Suzuki Smash, motor bebek legenda harus pergi untuk dikenang.
BACA JUGA Kelebihan Sepeda Motor Suzuki yang Membunuh Bengkel Resminya Sendiri dan ulasan motor lainnya di rubrik OTOMOJOK.