Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Otomojok

Mengarungi Kehidupan Mahasiswa di Madinah Bersama Banaweer Made In China

Dinar Zul Akbar oleh Dinar Zul Akbar
17 September 2017
A A
bmx
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Bisa saya katakan bahwa Mojok sangat berpihak kepada kapitalis asing dan tidak pro terhadap gerakan go green. Buktinya nyatanya saya temukan ketika membuka satu per satu artikel di rubrik ini. Isinya tak lain hanya promosi kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil. Oleh karenanya ijinkan saya untuk bicara moda transportasi yang sangat akrab dengan masa kecil kita: se-pe-da.

Bagi saya sendiri, bersepeda tak pernah terbayangkan akan menjadi aktivitas sehari-hari. Sedari dulu saya agak skeptis sama benda ini karena sebuah peristiwa. Dulu pas mau disunat, orang tua bilang saya bakal kasih itu barang. Sungguh ini deal yang menggoda, bagaimana selembar kulit bisa ditukar dengan seperangkat logam.

Belakangan saya hanya bisa menahan sakit hilangnya kulit tadi dan nyeri karena harapan dibelikan sepeda menguap begitu saja. Dalih orang tua saat itu, uang sangu para tamu undangan dipakai buat membayar tagihan. Untuk menebus kesalahan mereka, mamah papah d irumah kasih saya jimbot a.ka.a gameboy yang pilihan permainannya kalau nggak Tetris ya Pacman. Itu pun jimbot seken, sodara-sodara.

Saat SD saya berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Menginjak SMP, Kopaja 609 jadi pilihan utama. Masuk SMA orang tua memfasilitasi saya dengan Yamaha Vega R. Hingga akhirnya, alhamdulillah, saya kuliah di Madinah. Kebiasaan saya pun berubah.

Jauhnya jarak asrama mahasiswa ke gedung kuliah, ke kantin mahasiswa, dan ke segala tempat hangout, toko kitab, beserta beragam alasan lainnya membuat saya berpikir untuk membeli sebuah alat transportasi guna menunjang rutinitas sehari-hari. Pilihan saat itu cuma dua: sepeda atau motor matic dua tak merek Bio.

Motor Bio langsung saya coret dari opsi karena harganya intoleran terhadap keberlangsungan hidup mahasiswa. Ditambah, biasanya motor yang dijual adalah motor bodong tanpa surat-surat yang rentan diambil polisi saat razia. Berbekal uang yang dikasih orang-orang kampung saat berangkat, saya memulai ekspedisi mencari sepeda.

Berdasarkan riwayat sahih yang saya dengar dari senior, katanya ada pasar sepeda di daerah utara Masjid Nabawi yang mirip-mirip pasar sepeda Muara Angke. Bersepeda di Saudi ibarat membaca Mojok bagi kalangan akhi dan ukhti: asing dan buang-buang waktu doang. Karena nggak populer tadi, bisa dipastikan pilihan yang ada itu-itu saja.

Pilihan saya jatuh pada sepeda BMX KW merek Banaweer. Sepeda made in China berbalut merek lokal itu memang merajai pasar persepedaan di sini, bukti bahwa nama kearab-araban tidak hanya dikuasai bayi-bayi di Indonesia, tapi juga sepeda di Arab. Warnanya merah menyala, perawakannya kekar dengan velg racing yang juga merah membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Setelah selesai transaksi dengan harga 400 rial Saudi (1 real = Rp3500) sepeda saya boyong ke asrama yang jaraknya cukup jauh dari TKP.

Di perjalanan menggowes sepeda anyar, azan Isya berkumandang. Saya buru-buru mencari masjid untuk salat jamaah. Karena masih baru di Madinah dan tidak paham lokasi, saya bertanya kepada seorang bapak-bapak, di mana masjid terdekat berada?

“Di kamar,” dia jawab.

Saya pikir doi bercanda. Saya tanya lagi,

“Di kamar?”

“Na’am. Di kamar,” dia meyakinkan saya.

Tadinya saya pikir om itu cuma orang yang males jamaah di masjid. Lalu … beberapa detik kemudian ia mengeluarkan dompet sambil menunjukkan lembar-lembar rial dengan gerakan ayunan kepala miring ke kiri beberapa kali dan memasang mimik muka yang mengisyaratkan rasa haus dan dahaga teramat sangat.

Iklan

What the …. Insting laba-laba saya otomatis menyala. Saya langsung gowes sepeda baru dengan kecepatan cahaya, menjauh dari manusia durjana tadi. Alhamdulillah, Allah menyelamatkan saya potensi menjadi bahan berita media online yang kemungkinan besar judulnya adalah “Mahasiswa Indonesia Tertangkap Razia Polisi Syariah Madinah Sedang Berduaan dengan Om-Om Di Kamar”.

Setelah kejadian itu saya dan Banaweer menjadi sahabat. Saya menamainya Si Merah, selain warnanya memang merah, nama itu mengilustrasikan semangat yang tak pernah padam. Merah juga melambangkan darah yang mengalir dalam tubuh. Dan merah juga me-rewind memori saya akan ukhti berkerudung merah. Kyaaa.

Selama enam semester menemani, si merah sudah saya ganti joknya dua kali. Jok aslinya memang tak sebanding dengan lebar pantat saya, juga kurang presisi, membuat saya kadang nyeri lepas bersepeda. Alhamdulillah, dengan jok yang lebih lebar, saya nyaman menaikinya walau sekarang entah kenapa joknya jadi miring sebelah. Padahal saya pikir tidak ada yang aneh dengan pesebaran lemak di pantat.

Remnya sebanyak tiga buah, dua diantaranya rem tangan yang keduanya sekarang hanya jadi aksesori semata. Nyaris nggak ada fungsinya. Yah pahamlah, namanya juga sepeda buatan China. Sedangkan rem yang satunya, jamak dikenal bocah-bocah SD sebagai rem torpedo. Itu loh, yang pedalnya diputer ke belakang biar ngerem. Dari situ saya belajar bahwa kadang kita perlu memutar roda kehidupan kita sejenak ke belakang untuk mengerem hasrat keduniawian kita. Halah.

Untuk kecepatannya sendiri tergantung dari destinasi yang dituju. Jika tujuannya gedung kuliah dalam kondisi bangun kesiangan ditambah jam pertama yang ngisi dosennya killer, atau bangun kesiangan pas mau Jumatan, dia bisa sampai ke top speed-nya walau si pengendera mengayuh dengan gamis dan peci lengkap. Turun sedikit dari top speed-nya yakni jika diarahkan ke tempat makan mahasiswa, terlebih jika ada jam kosong. Sedangkan kecepatan paling rendah ialah ketika empunya pulang dari warung membawa galon isi ulang ke gedung asrama.

Untuk biaya maintenance sendiri, ini kadang bikin saya makin mudah ingat Allah Yang Maha Pemberi. Berhubung barang China, tentu keluhan barang ringkih dan gampang rusak bukan takhayul yang gampang dinegasikan. Dan parahnya, bengkel sepeda yang terletak dekat gedung asrama kami mematok harga yang kadang nggak peka pada kantong mahasiswa.

Untuk ganti ban dalam bisa dikenakan tarif 15 rial alias 53K. Ganti ban luar kena 20 rial alias 70K. Ganti rantai sepeda atau jok lebih mahal lagi, kena 30 rial alias 105K. Padahal, spare part yang dijual China-China juga. Rasa-rasanya, barang China tapi mahal ya cuma di sini aja. Ibarat beli Vivo dengan harga Samsung, kadang bikin saya, huft, speechless.

Karena itulah kadang saya suka iri pas lihat Pak Jokowi bagi-bagi sepeda mahal dan keren di mana-mana. Kalau Bapak baca ini, ayo dong, Pak, kemari. Bawa sekalian sepeda-sepedanya. Jangankan cuma lima jenis ikan, lima jenis onta juga saya jawab, Pak. Jangankan cuma lima nama menteri, Pak, lima nama kru Mojok juga saya hafal. Jangankan lima nama mantan Presiden, lima nama mantan saya juga … astaghfirullah, saya gak punya mantan, Pak.

Terakhir diperbarui pada 18 September 2017 oleh

Tags: ArabbanaweerChinamadinahreviewsepeda
Dinar Zul Akbar

Dinar Zul Akbar

Asli Betawi. Sedang menyelesaikan kuliah pascasarjana di Islamic University of Madinah.

Artikel Terkait

Naik Sepeda Jogja Lamongan demi Menunaikan Rindu pada Ibu MOJOK.CO
Esai

Menuntaskan 640 Kilometer Jogja Lamongan Bersepeda demi Ziarah Batin dan Menunaikan Rindu pada Ibu

12 September 2025
Rasanya Ditipu Suami Naik Sepeda Lewat Jalur Biadab MOJOK.CO
Esai

Rasanya Ditipu Berkali-kali sama Suami Saat Naik Sepeda Jarak Jauh, Menempuh 55 Kilometer via Jalur Biadab Menuju Waduk Sermo

18 Juli 2025
Jawa Tengah dan Fujian China kerja sama untuk penguatan sektor kelautan dan perikanan MOJOK.CO
Kilas

Kerja Sama Jawa Tengah dan Fujian China, Kuatkan Sektor Kelautan dan Perikanan

24 Juni 2025
Keluh Kesah Jadi Pesepeda di Cilacap. MOJOK.CO
Kilas

Keluh Kesah Jadi Pesepeda di Cilacap

11 Juni 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.