MOJOK.CO – Apakah kamu masih ingat rasanya berjuang, berdesak-desakan, ketika menunggu dan naik KRL di Stasiun Manggarai atau Tebet?
Banyak masyarakat Jakarta tidak bisa hidup tanpa Kereta Rel Listrik (KRL). Transportasi massal yang murah, cepat, nyaman, dan bebas kemacetan ini menjadi salah satu urat nadi terpenting untuk menggerakkan perekonomian Jakarta dan kota-kota satelit di sekitarnya.
Nama boleh berbeda-beda di setiap zaman. Mulai dari era Elektrische Staatsspoorwegen (ESS), Divisi Angkutan Perkotaan Jabodetabek, KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), hingga Kereta Commuter Indonesia (KCI). Semuanya mengemban peran yang sama, yaitu mengantarkan warga Jakarta dan sekitarnya dengan cepat secara massal.
Setelah pandemi melanda seluruh dunia, ada banyak hal yang berubah dari KRL. Terkadang, beberapa dari kita tidak menyadari perubahannya. Namun, ketika kita mengenangnya kembali, perubahan itu menjadi terasa, yaitu feel naik KRL Commuterline.
Saya merasakannya. Bagaimana dengan kamu, para pengguna, apakah feel yang terasa antara sebelum dan sesudah pandemi menjadi berbeda? Saya yakin, para pengguna merasakannya. Malah perbedaannya sangat kentara, membuat kenangan naik KRL sebelum pandemi menjadi layaknya masa lalu yang sudah jauh berlalu (distant memories).
Bagaimana rasanya “bertarung” di Stasiun Manggarai menunggu KRL yang celakanya juga sudah penuh berdesakan?
Masih ingat?
Ingatan itu masih terasa segar di ingatan saya. Berdesakan di Stasiun Manggarai adalah keniscayaan yang pasti dialami oleh setiap pengguna jasa transportasi massal KRL. Apakah sekarang masih demikian?
Stasiun sempat menjadi “tempat mati”. Jeda yang bagi saya membuat feel berada di stasiun dan naik KRL menjadi berbeda. Kini, PPKM semakin longgar. Syarat naik KRL juga makin mudah. Kamu cukup menunjukkan bukti sudah vaksin, bisa juga menggunakan aplikasi PeduliLindungi. Akibatnya, stasiun KRL di jam sibuk seolah mendapatkan energinya kembali. Suasana sumpek dan desak-desakan dengan penumpang lain sudah kembali. Namun, sekali lagi, apakah yang saya rasakan sudah agak berbeda.
Saya meyakini kebenaran anekdot yang berbunyi seperti ini: “Apa yang sudah berlalu, tidak akan bisa kembali lagi.” Anekdot yang berlaku untuk menggambarkan stasiun dan pengalaman naik KRL setelah PPKM dilonggarkan.
Kita memang masih bisa menikmati jajanan di Lawson Stasiun Manggarai atau menikmati aroma segar Roti Maryam di Stasiun Depok Baru. Namun, perasaan yang saya dapat sekarang ini tidak sama lagi seperti sebelum pandemi.
Ada feel yang berubah atau hilang. Sebagian besar dari kenalan saya tidak bisa menjelaskan secara spesifik. Kira-kira, feel yang berubah itu apa? Kira-kira, penyebabnya apa? Apakah karena peremajaan dan pembangunan fasilitas-fasilitas baru?
Ambil contoh Stasiun Manggarai. Minggu lalu, Stasiun Manggarai sempat viral setelah bangunan barunya selesai sebagian. Manggarai sudah bisa digunakan untuk KRL Commuter Line jurusan Bogor-Jakarta Kota PP.
Seluruh perjalanan KRL Bogor-Jakarta Kota PP sekarang melewati Stasiun Manggarai Baru di Jalur Layang, alias peron yang ada di lantai tiga bangunan baru. Pindahnya rute Bogor-Jakarta Kota ke bangunan baru, beban kepadatan peron Manggarai Bawah menjadi berkurang.
Sekarang, Stasiun Manggarai Bawah hanya melayani Jakarta Kota-Cikarang dan Jatinegara-Kampung Bandan-Angke-Bogor PP serta layanan KA Bandara Soetta. Ada satu hal yang bikin kesal banyak orang saat ini. Banyak yang senewen karena tertahan sinyal masuk Stasiun Manggarai. Apalagi buat mereka yang lagi buru-buru.
Perubahan juga terasa di Stasiun Tebet. Bagi Anak Kereta (Anker), yang biasa naik dan turun di Stasiun Tebet, tentunya masih ingat dengan jajanan murah nan sedap di depan gate masuk yang menghiasi area stasiun setiap malam. Kios jajanan yang siap memuaskan rasa lapar dan haus setelah lelah berdesakan di KRL.
Sekarang, deretan jajanan kaki lima yang menjadi identitas Stasiun Tebet sudah berubah. Memang menjadi lebih rapi dan tertata sebagai bagian dari program Integrasi Transportasi Jakarta. Meskipun jadi jauh lebih rapi dan nyaman, sayanganya, kenangan pedagang kaki lima yang berjejer siap memuaskan rasa lapar dan dahaga di depan gate menjadi distant memories.
Dengan segala perubahan-perubahan yang signifikan, baik yang disebabkan oleh pandemi hingga perbaikan dan penataan area Stasiun KRL, feel dan vibes sebelum pandemi sekarang menjadi distant memories bagi saya, dan mungkin bagi ribuan Anker lainnya. Yang kami rasakan mirip ketika penataan Stasiun KRL saat PT KAI dipimpin oleh Ignasius Jonan. Perubahan signifikan dalam operasional membuat feel dan vibes KRL sebelum revolusi kereta api di era Jonan pun menjadi distant memories bagi Anker angkatan tua
Saya memahami bahwa perubahan memang akan terjadi. Niatnya memang positif, yaitu menyulap Stasiun dan KRL menjadi lebih baik lagi. Saya mendapat kabar bahwa perubahan-perubahan kecil yang sekarang terjadi adalah bagian dari perubahan besar yang tengah direncanakan dalam segi transportasi massal di Jabodetabek.
Apabila tidak menyadarinya, akan ada saatnya di mana kamu akan terkaget-kaget dengan perubahan signifikan yang terjadi. Oleh sebab itu, sebelum semua kenangan naik KRL menjadi distant memories, mari nikmati KRL dengan segala suka dan dukanya.
BACA JUGA Kereta Ekonomi: Pemersatu Hati yang Rindu, Pemisah Hati yang Tak Ingin Terpisah dan kenangan yang bikin kangen lainnya di rubrik OTOMOJOK.