MOJOK.CO – Carry Pick Up, mobil andalan pedagang sayuran ini, juga menjadi solusi terbaik untuk bisa berotot tanpa harus nge-gym bahkan bonusnya amal jariyah.
Pada sebagian besar masyarakat yang tinggal di lereng dua gunung, yaitu Gunung Sumbing – Sindoro, mencari penghidupan dari alam dengan bercocok tanam merupakan kegiatan keseharian. Menanam menjadi jalan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi mereka.
Mereka mendapatkan limpahan penghidupan dari tanah yang mereka tanami. Dengan berbagai sayuran seperti kembang kol, brokoli, tomat, cabai, terong, menjadi tanaman yang akrab untuk diurus setiap harinya.
Hasil panen tersebut dijual ke para pedagang yang sudah jemput bola menyusuri setiap sudut desa guna membeli hasil panen dari petani. Para pedagang, baik yang berasal dari desa yang sama atau seberang, menggunakan mobil Carry Pick Up sebagai kendaraan yang mengangkut hasil panen para petani tersebut.
Tak hanya punya satu Carry, sebagian dari para pedagang ini memiliki mobil dengan bak terbuka itu lebih dari satu. Dengan merek andalan yang sama, yakni Suzuki Carry Pick Up.
Carry Pick Up memang menjadi primadona bagi masyarakat yang bergerak dalam dunia pertanian. Hal ini dikarenakan harga mobil ini masih bisa dijangkau dalam sekali panen raya tembakau. Syaratnya harga tembakau harus sedang tinggi-tingginya.
Mereka yang menambatkan pilihannya pada Carry, tidak membeli mobil itu dalam keadaan masih kinyis-kinyis dari dealer. Tidak dengan kursi yang masih dibungkus plastik dan kilometer yang masih menunjukkan angka 0. Tetapi mereka memilih membeli Carry bekas, yang harganya lebih murah 30%-50% dari Carry baru.
Cukup mengeluarkan uang simpanan dari bawah kasur sejumlah 40-60 juta, maka Carry bekas bisa langsung masuk garasi. Sangat murah bukan? Dibanding harus beli ke dealer yang harganya mencapai 120-an juta. Toh sama-sama Carry. Sama-sama nggak akan dipajang layaknya Lambo. Carry memang diciptakan untuk bekerja keras dan nggak perlu kelihatan kinyis-kinyis.
Walau badannya di sana-sini banyak goresan kenangan dari pemilik sebelumya, tapi urusan jeroan, mesinnya masih sangat bisa diandalkan untuk berpacu dalam melodi mengangkut hasil panen para petani.
Carry bekas yang setiap hari ‘disiksa’ dengan mengangkut muatan sampai 2 ton dalam sekali angkut, mengajarkan pada kita, seberat apapun beban yang diangkut, tetap harus dijalani dengan tabah demi sesuap nasi.
Jangan dibayangkan Carry memiliki kemampuan setir yang sudah dilengkapan dengan power steering untuk memudahkan supir mengendalikan mobil. Pada Carry, fasilitas kelengkapan power steering masih nihil. Akibatnya, pengendalian mobil ini bisa dikatakan akan membuat supir perlu mengeluarkan tenaga ekstra dalam pengendaliannya.
Jika diperhatikan, orang-orang yang kerapkali mengendarai Carry memiliki lengan super kekar macam binaragawan. Mereka tidak perlu nge-gym mahal-mahal untuk meningkatkan massa otot lengannya. Cukup dengan menjadi supir Carry, maka otot akan setara dengan mereka yang sering nge-gym.
Tak hanya bisa membentuk otot lengan, otot kaki pun akan terbentuk otomatis. Kopling, gas, maupun rem si Carry ini, sama-sama berat untuk diinjak. Tapi mohon maaf, untuk perut yang buncit tidak bisa diselesaikan dengan menjadi supir Carry. Pasalnya untuk sit up dalam mobil memang tidak memungkinkan. Maka cukup sadar diri aja dengan nggak sok-sokan buka baju segala.
Oke, kembali lagi ke pedagang di atas. Mereka yang sudah membeli hasil panen dari petani, membawa dagangannya ke pasar yang berada di Semarang. Jalan yang ditempuh ke Semarang dari Temanggung tidak sembarang jalan.
Jalur berkelok-kelok yang naik turun, menjadi medan yang harus ditaklukan oleh Carry untuk sampai di Semarang. Di sinilah kita akan menyaksikan perlombaan balap ala fast and furious antar pedagang.
Jika ada yang menyebut ratu jalanan adalah emak-emak pakai matic, kita bisa memberikan predikat raja jalanan sepanjang Temanggung-Semarang adalah mereka yang mengendarai Carry dengan muatan full sayuran di bak belakang. Tak tanggung-tanggung, mereka bakal saling adu kecepatan dan saling salip-menyalip.
Siapa yang tercepat sampai di salah satu pasar di Semarang, bakal kipas-kipas dulu. Pasalnya, keuntungan yang didapat akan berlebih dibandingkan mereka yang datang terlambat. Itulah yang menjadi salah satu motif mengapa para pedagang ini begitu bernafsu untuk sesegera mungkin sampai dengan kecepatan yang bikin Carry ngos-ngosan.
Selain itu, punya mobil Carry juga akan mendatangkan amal jariyah. Bagaimana tidak? Masyarakat desa yang masih terbiasa pergi pengajian, kondangan atau layat bersama-sama, tentunya akan melirik Carry untuk diminta tolong mengantarkan ke acara tersebut. Dapat bayaran, bonusnya amal jariyah lagi. Nikmat mana yang melebihi dari punya mobil sekelas Carry ini?
Bak belakang yang bisa muat sampai 25 orang, membuat tetangga terangkut semua. Grand Max yang hanya bisa menampung 11 orang pun akan kelewat jauh. Tapi ya gitu, 25 orang ada yang duduk dipinggiran bak, ada yang berdiri, pokoknya berdesakan seperti tumpukan ikan sarden. Rapapa, sing penting keangkut kabeh!
Namanya mobil primadona, tentu banyak saingannya. Mobil yang bisa menggusur tahta Carry dari singgasana si primadona desa itu adalah Toyota Colt T. Jika tidak waspada, bisa langsung digilas oleh merek sebelah, kapan pun juga. Ingat pesan almarhum Bang Napi, waspadalah! Waspadalah, Wahai Suzuki Carry!