Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Dulu Mahfud MD Bilang Tak Ada Pelanggaran HAM di Era Jokowi, Sekarang Jaksa Agung Bilang Tragedi Semanggi Bukan Pelanggaran HAM

Nia Lavinia oleh Nia Lavinia
17 Januari 2020
A A
jaksa agung st burhanuddin mahfud md pelanggaran ham tragedi semanggi kejahatan ham mojok.co

jaksa agung st burhanuddin mahfud md pelanggaran ham tragedi semanggi kejahatan ham mojok.co

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Tidak ada yang namanya pelanggaran HAM berat kalau kasusnya sendiri tidak dianggap sebagai pelanggaran.

“Sesuatu menjadi masalah karena kamu menganggap itu sebagai masalah. Jika tidak, maka dia bukan masalah.”

Saya lupa di mana pertama kali saya menemukan kutipan itu. Yang jelas, kutipan itu bagi saya sangat revolusioner. Dia mengubah perspektif saya terhadap banyak hal.

Dengan kutipan ini pula, saya jadi bisa sedikit banyak memahami kenapa sesuatu bisa menjadi masalah besar bagi seseorang, tapi hal yang sama tidak punya dampak apa-apa terhadap orang lain. Contohnya banyak, kasus pelanggaran HAM di masa lalu salah satunya.

Bagi keluarga korban kasus pelanggaran HAM masa lalu yang sampai saat ini belum dituntaskan seperti kasus Talangsari 1989, penghilangan aktivis dalam rentang 1996-1998, Tragedi Semanggi I dan Tragedi Semanggi II pada 1998, sampai kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib pada 2004, adalah masalah, karenanya harus diusut, dicari pelakunya, ditangkap dan diadili seadil-adilnya.

Tapi bagi negara, kasus pelanggaran HAM bisa jadi tidak dianggap sebagai masalah. Makanya, sampai sekarang, belum ada upaya jelas untuk menyelesaikan dan memberikan keadilan kepada keluarga korban. Jadi ya jangan heran jika Aksi Kamisan sudah 12 tahun dilakukan, tetap saja diabaikan.

Puncaknya, Jaksa Agung S.T. Burhanuddin, orang yang punya wewenang menyelesaikan masalah-masalah HAM ini, kemarin (16/1) terang-terangan berkata bahwa Tragedu Semanggi bukan pelanggaran HAM berat, sehingga tidak bisa dibuatkan pengadilan ad hoc HAM untuk mengusut kasus itu kembali.

“Peristiwa Semanggi I, Semanggi II, telah ada hasil Rapat Paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat,” kata Burhanuddin.

Kalau memang negara melihat pelanggaran HAM di masa lalu sebagai masalah, tentu orang sekelas jaksa agung tidak akan begitu saja menerima hasil penyelidikan DPR tanpa melakukan penyelidikan lanjutan yang lebih serius.

Bukan apa-apa nih ya, tapi kita patut dan harus meragukan DPR. DPR ini kan badan legislatif, yang namanya legislatif, keputusannya merupakan produk dari proses politik. Dan proses politik selalu melibatkan lobi-lobi di antara orang-orang yang punya kepentingan. Wong buat bikin keputusan aja selalu ada pengambilan suara dari tiap fraksi dulu.

Jadi bisa saja proses penyelidikan yang dilakukan DPR itu cacat secara procedural karena banyak tangan yang terlibat di sana sehingga tidak lagi mencerminkan fakta yang terjadi sesungguhnya.

Padahal, dari laporan BBC Indonesia, setelah melihat bahwa kasus ini mentok di DPR, Komnas HAM ikut menyelidiki kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi 2 dengan membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) yang hasil penyelidikannya menyimpulkan, ada pelanggaran HAM berat dengan bukti berupa keterlibatan 50 orang perwira ABRI dalam kasus penembakan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Anehnya, temuan Komnas HAM ini malah tidak dijadikan rujukan. Padahal, jelas-jelas Komnas HAM lebih piawai mengurusi soal beginian ketimbang DPR.

Kalau begini sih, negara sebagai otoritas yang punya power bisa saja benar-benar mengesampingkan semua kasus HAM yang pernah, sedang, dan akan terjadi. Sehingga, tidak akan lagi ada yang namanya pelanggaran HAM jika semua pelanggaran terhadapnya tidak dianggap pelanggaran.

Tambah lagi, Menko Polhukam Mahfud MD yang progresif sebelum jadi menteri dan melempem sesudah dapat jabatan sempat bikin statement yang menyiratkan, sesuatu tak bisa disebut pelanggaran HAM kalau pelakunya adalah okNuM.

Iklan

Pada akhirnya, percuma saja kita punya UU pengadilan HAM seperti UU 26/2000 karena sejelas apa pun undang-undang itu menjabarkan apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat, kalau negara bilang itu bukan pelanggaran, ya tidak akan bisa dilakukan penyelidikan dan diproses lebih lanjut.

Kalau sudah seperti ini sih, apalagi yang bisa kita harapkan? Dengan negara tidak menganggapnya sebagai sebuah masalah, artinya negara lebih memilih untuk memberikan impunitas dan melindungi pelaku dibanding membela korban.

Yang ada, kita hanya akan melihat lebih banyak kesuraman karena selain negara menunjukan ketidakpedulian dan berusaha melupakan begitu saja tuntutan penyelesaian HAM berat dan kejahatan kemanusiaan di masa lalu, kita masih harus menonton aparat merepresi upaya-upaya mencari keadilan seperti saat aksi #ReformasiDikorupsi kemarin.

BACA JUGA Apa Salahnya Yasonna Laoly Tampil di Konferensi Pers PDIP? atau artikel lainnya di POJOKAN.

Terakhir diperbarui pada 14 Agustus 2021 oleh

Tags: jaksa agungPelanggaran HAMpelanggaran ham beratperistiwa semanggi
Nia Lavinia

Nia Lavinia

Mahasiswa S2 Kajian Terorisme, Universitas Indonesia.

Artikel Terkait

Alasan Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan, referensi dari buku Mereka Hilang Tak Kembali. MOJOK.CO
Aktual

Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”, Menyegarkan Ingatan bahwa Soeharto Tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan, tapi Harus Diadili

1 November 2025
pam swakarsa, militer.MOJOK.CO
Mendalam

Riwayat Pam Swakarsa, Tukang Gebuk Bayaran Tentara yang Berupaya Dihidupkan Kembali. Ancaman Serius bagi Demokrasi

5 September 2025
Fadli Zon menyangkal pemerkosaan massal dalam kerusuhan 1998. MOJOK.CO
Mendalam

Menyangkal Pemerkosaan Massal 1998 adalah Bentuk Pelecehan Dua Kali: Fadli Zon Seharusnya Minta Maaf, meskipun Maaf Saja Tak Cukup

16 Juni 2025
Belajar Bahasa Inggris Cocok untuk Atlet Brain Rot kayak Kamu MOJOK.CO
Esai

Belajar Bahasa Inggris Adalah Tahap Awal untuk Memanusiakan Diri bagi Atlet Brain Rot seperti Saya

10 Juni 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Melalui Talent Connect, Dibimbing.id membuat bootcamp yang bukan sekadar acara kumpul-kumpul bertema karier. Tapi sebagai ruang transisi—tempat di mana peserta belajar memahami dunia kerja MOJOK.CO

Talent Connect Dibimbing.id: Saat Networking Tidak Lagi Sekadar Basa-basi Karier

24 Desember 2025
Era transaksi non-tunai/pembayaran digital seperti QRIS: uang tunai ditolak, bisa ciptakan kesenjangan sosial, hingga sanksi pidana ke pelaku usaha MOJOK.CO

Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha

26 Desember 2025
Terpaksa jadi maling, buronan polisi, hingga masuk penjara karena lelah punya orang tua miskin MOJOK.CO

Terpaksa Jadi Maling-Mendekam di Penjara karena Lelah Punya Orang Tua Miskin, Sejak Kecil Hanya Bisa Ngiler ke Hidup Enak Teman Sebaya

22 Desember 2025
Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja yang Tak Banyak Orang Tahu MOJOK.CO

Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu

24 Desember 2025
Gedung Sarekat Islam, saksi sejarah dan merwah Semarang sebagai Kota Pergerakan MOJOK.CO

Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik

20 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO

Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

22 Desember 2025

Video Terbaru

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.