MOJOK.CO – Bagaimana rasanya berhadapan langsung dengan Vigit Waluyo? Sosok yang disebut-sebut sebagai salah satu aktor pengaturan skor sepak bola Indonesia.
Setelah sekian lama hilang dan sama sekali tidak mau memberikan keterangan ke publik Vigit Waluyo akhirnya keluar juga. Di hadapan kami, para wartawan, Vigit memberikan keterangan di ruang Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim, Kamis tanggal 24 Januari 2019.
Siang itu memang Satgas Anti Mafia Sepak Bola Indonesia Mabes Polri dijadwalkan memeriksa Vigit Waluyo. Dipimpin oleh wakilnya langsung Brigjen Krisna Murti ke Jawa Timur. Oleh penyidik, Vigit saat itu dibawa keluar dari tempat asalnya Lapas Kelas IIA Sidoarjo.
Entah dibujuk apa oleh Krisna Murti, Vigit mendadak bersedia diwawancarai secara terbuka oleh wartawan. Padahal sebelumnya ketika mendekam di lapas dia sama sekali tidak ingin ditemui kecuali oleh keluarga dan kuasa hukumnya.
Tentu kesempatan langka ini sangat dimanfaatkan betul oleh saya dan para wartawan lain yang meliput di sana. Saat itu kondisinya campur antara wartawan olahraga serta bagian pengamanan dari Polda Jatim. Semua memenuhi ruang konferensi pers.
Hampir semua wartawan penasaran dengan masifnya tuduhan kepada Vigit sebagai bapak pengaturan skor dalam dunia sepak bola Indonesia. Tak satu pun wartawan televisi mau kehilangan gambar detik demi detik saat Vigit memberikan keterangan. Saya juga demikian.
Karena bukan wartawan televisi saya hanya mengambil rekaman suara. Saat itu saya cuma bisa merekam hingga tercatat memiliki durasi sekitar 25 menit.
Dalam konferensi pers tersebut awalnya Vigit Waluyo tidak mau bercerita apa pun, kecuali kalau wartawan mau bertanya lebih dahulu.
Tentu saja cerita yang ingin kami dengar adalah tentang bagaimana caranya praktik pengaturan skor pertandingan sepak bola atau bahkan menentukan sebuah tim bisa juara di Liga Indonesia.
Mendapatkan pertanyaan seperti itu Vigit mengaku tidak tahu. Lalu meminta agar pertanyaan tersebut lebih tepat jika dialamatkan ke PSSI. Sebab, PSSI lah organisasi yang menentukan jadwal pertandingan sampai penentuan wasit.
Meski begitu, Vigit memberi petunjuk bahwa tim yang sudah disetting juara salah satunya akan diberikan jadwal pertandingan yang menguntungkan.
“Karena dalam penjadwalan itu tampak sekali siapa yang bertanding di awal dan bertanding terakhir itu biasanya mereka yang didukung untuk prestasi lebih baik,” ujarnya.
Saya pikir-pikir memang masuk akal juga pernyataan Vigit tersebut.
Penjadwalan yang bagus akan bisa menguntungkan tim tertentu. Terutama di pekan-pekan terakhir. Akan sangat menguntungkan jika pada pekan-pekan krusial, sebuah tim yang disetting juara bakal dipertemukan dengan tim lebih lemah.
Nah, untuk menentukan mana tim kuat, menengah, atau lemah sebenarnya sederhana saja patokannya. Cukup melihat peringkat klub tersebut pada musim sebelumnya. Lalu dilihat juga bagaimana materi pemain yang dimiliki saat kompetisi akan berlaga.
Pada musim 2018 lalu, memang ada salah satu klub di Indonesia yang diuntungkan dengan penjadwalan ini. Kondisi yang sebetulnya banyak membuat iri klub lainnya.
Bahkan dalam situasi tertentu, jadwal klub ini bisa sangat mudah diubah secara mendadak. Apalagi jika banyak pemain inti yang absen, klub tersebut bisa memilih untuk ditunda pertandingannya.
Mengenai apa klub itu, udah deh, kamu cari sendiri saja. Tidak sulit kok untuk mencari klub yang saya maksud ini.
Kemudian di pengakuan selanjutnya Vigit mengaku tidak “bermain” di Liga 1, tapi di Liga 2. Pengakuan ini sebenarnya sudah pernah diutarakan mantan pemain lain, yakni Bambang Suryo. Bahkan Vigit disebutnya sebagai “manusia setengah dewa” di Liga 2.
VigitWaluyo merupakan salah satu sosok yang ikut mengelola Mojokerto Putra (MP), salah satu klub peserta Liga 2—meski secara struktural tidak ada namanya di atas kertas. Walau dalam sejarahnya Vigit sendiri pernah menjadi pemilik klub yang bermarkas di Stadion Gajah Mada ini.
Meski tidak tercatat secara resmi, Vigit merupakan sosok yang pernah muncul dalam koreografi suporter MP. Dalam salah satu pertandingan suporter MP menampilkan gambar salah satu jenis mobil Volkswagen, yang kalau disingkat menjadi VW.
Ya benar, itu inisial dari nama Vigit Waluyo.
Dalam gerakan koreografi suporter tersebut lalu digambarkan bahwa mobil VW akan membawa MP menuju ke gelar juara Liga 2 2018. Alias lolos ke Liga 1. Meski begitu koregrafi itu juga bisa diartikan sebagai sindirian suporter MP terhadap keberadaan Vigit Waluyo di klub mereka juga.
Sayangnya, skenario menjuarai Liga 2 urung terjadi karena MP gagal lolos ke empat besar karena kalah 3-2 oleh tuan rumah Aceh United.
Nah, dalam laga itulah diwarnai adegan kontroversial yang sempat viral. Tendangan penalti dari Krisna Adi Darma, pemain MP, melenceng kelewat jauh. Hal yang kemudian diduga disengaja.
https://www.youtube.com/watch?v=T7KopgwP73k
Krisna ini sempat akan membuka kasus pengaturan skor di Liga 2 usai dihukum seumur hidup oleh Komdis PSSI.
Namun sehari setelah pernyataan Krisna akan mengungkap kasus ini, tiba-tiba pemain MP ini mengalami kecelakaan lalu lintas yang membuatnya luka berat—bahkan sempat koma 13 jam. Sampai tulisan ini dibuat, Krisna masih belum bisa dimintai keterangan.
Nah, MP yang saat itu berada di grup A sebenarnya diskenariokan oleh Vigit bisa lolos bareng Kalteng Putra. Namun, di laga terakhir Kalteng Putra malah kalah dari Semen Padang dengan skor 3-1. Oleh karena itu, salah satu dari dua klub ini harus dikorbankan.
“Tapi tetap kalah juga karena pertandingan saat itu wasitnya semua dari Sumatra dan mainnya di Sumatra. Yaitu Semen Padang melawan Kalteng Putra yang bermain di Padang,” ujar Vigit.
Selain memegang MP, dalam konferensi pers tersebut Vigit juga mengaku memegang klub PSS Sleman dan Kalteng Putra. Vigit menyebutnya sebagai “tim titipan”. Salah satunya merupakan titipan dari mantan manajer tim nasional, Andi Darussalam.
Pengakuan Vigit memainkan skor pertandingan dari luar lapangan ini melalui dua oknum pejabat di PSSI. Yaitu, Dwi Irianto atau biasa dipanggil “Mbah Putih” dan seorang Komite Wasit bernama Nasrul Koto.
Dalam pengakuannya, Vigit mengaku memilih jalan pintas tersebut karena musim sebelumnya MP dikerjai habis-habisan sehingga gagal lolos di tahun 2017.
“Ada kejadian yang aneh buat saya. Saat pertandingan antara Persik Kediri dengan Mojokerto Putra. Lalu Kalteng Putra dengan Mojokerto Putra. begitu selesai pertandingan semua wasit dihukum PSSI,” lanjut Vigit.
Merasa kecewa jadi bulan-bulanan, akhirnya Vigit mengaku memulai pendekatan ke dua oknum pejabat PSSI tersebut. Bahkan Vigit mengaku sampai harus mengeluarkan uang agar timnya tidak terdegradasi. Disebutkan besarannya minimal Rp25 juta dalam sekali pertandingan.
“Artinya apapun yang kita lakukan untuk memenangkan pertandingan kita terutama di home. Karena kalau pertandingan home menang semua otomatis kami lepas dari degradasi. Itu yang kami cari dulu karena klub ini perlu selamat,” tutur Vigit.
Dunia sepak bola sebenarnya bukan setahun atau dua tahun ini digeluti oleh Vigit, sebenarnya agak mengherankan tentu saja mendengar pengakuannya yang mengaku baru melakukan pengaturan skor pada musim ini.
Meski begitu, dengan ditangkapnya Vigit beserta beberapa nama besar di jajaran pengurus exco PSSI yang masih diperiksa, menandakan bahwa kita masih bisa berharap pada revolusi sepak bola Indonesia.
Hasilnya memang tidak akan instan, tidak kok tiba-tiba timnas Indonesia bisa juara AFF dalam waktu dekat ini, tapi paling tidak tanda-tanda perubahan itu ada.
Untuk sementara ini, cukuplah kita apresiasi adegan demi adegan dicokoknya para mafia sepak bola Indonesia satu demi satu ke jeruji penjara. Sambil terus berharap ada perubahan besar yang terjadi pada federasi sepak bola kita.
Duh, PSSI, kalian selama ini ke mana aja?