MOJOK.CO – Rumah kontrakan di Kabupaten Tangerang itu menyimpan fakta rahasia selama ribuan tahun. Rahasia itu terwujud dalam rupa jin bawah tanah.
Sosok jin yang tidak memiliki tubuh kasar seperti manusia membuat mereka bisa hidup di mana saja. Tidak hanya di atas permukaan bumi dan kedalaman lautan, tetapi ada juga yang hidup di atas langit dan di bawah tanah. Salah satu makhluk jin yang hidup di bawah tanah sempat menganggu saya dan keluarga selama berhari-hari di sebuah rumah sewaan di kawasan Kabupaten Tangerang.
Rumah tersebut kami sewa untuk setahun lamanya, mulai Desember 2017 hingga Desember 2018. Saat itu, rumah yang kami miliki akan direnovasi. Rumah kontrakan berukuran 150 meter persegi ini cukup menyenangkan dan menenangkan. Kontrakan kami ini dikelilingi lahan kosong berumput hijau dan pepohonan rindang.
Di halaman depan rumah itu ada carport yang dapat menampung dua kendaraan roda empat, dan sebidang kebun kecil berukuran sekitar 20 meter persegi. Pepohonan cabe rawit yang sedang ranum buahnya ikut menghiasi rumah di Kabupaten Tangerang itu. Lalu, ada teras kecil yang dapat menampung dua buah kursi dan sebuah meja kopi menghadap ke kebun.
Masuk ke rumah, ada ruang tamu yang langsung bersambung dengan ruang keluarga yang cukup lega. Ada tiga kamar tidur dan tiga kamar mandi. Kamar mandi yang paling besar berada di dalam kamar tidur utama. Yang kedua ada di antara ruang keluarga dan dapur. Sedangkan yang ketiga berada di salah satu sudut dapur, yang tampaknya disediakan untuk Asisten Rumah Tangga (ART). Di sebelah kamar mandi bagian dapur, ada tempat untuk menaruh mesin cuci.
Dapurnya cukup besar. Di atas dapur atau tepatnya di atas kamar mandi bagian dapur, ada kamar kecil yang dibuat khusus untuk ART. Ada tangga yang cukup lebar menghubungkan dapur dengan kamar ART. Tetapi, karena kami tidak memiliki ART, kamar tersebut kami fungsikan sebagai tempat untuk menyetrika pakaian.
Syarat untuk tinggal di Kabupaten Tangerang
Sebelum memutuskan untuk menyewa rumah di Kabupaten Tangerang itu, kami meminta bantuan beberapa broker perumahan, baik perorangan maupun yang berafiliasi dengan perusahaan jasa properti. Para broker inilah yang mencarikan rumah untuk kami, dengan persyaratan-persyaratan yang kami tentukan.
Syarat-syaratnya antara lain, pertama, rumah tersebut tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil. Kedua, harganya sesuai anggaran kami. Ketiga, dan ini sebenarnya yang paling penting, harus bebas dari kehadiran makhluk-makhluk gaib yang usil sehingga berpotensi merusak kenyamanan kami.
Pertimbangan terakhir dan terpenting itu bertolak dari pengalaman-pengalaman kami sebelumnya. Kami dianugerahi seorang gadis cantik yang memiliki bakat indigo. Anjali, namanya. Bakat yang menyertai Anjali sejak lahir membuatnya dapat melihat dan berkomunikasi dengan makhluk-makhluk gaib. Biasanya mereka berdatangan tanpa diundang. Ada yang kemudian bersahabat dengannya, namun tak sedikit pula yang membuat Anjali merasa terganggu.
Syarat yang ketiga ini tentunya tidak kami kemukakan kepada para broker, agar tidak menimbulkan banyak pertanyaan. Kami cukup menilainya berdasarkan kepekaan Anjali. Kalau Anjali setuju karena merasa nyaman dengan rumah di Kabupaten Tangerang yang ditawarkan para broker, kami akan langsung putuskan untuk menyewanya.
Rumah di Tangerang yang disetujui Anjali
Setelah melihat-lihat dan ditolak Anjali, sampailah kami di rumah yang akhirnya kami sewa. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di rumah ini, Anjali langsung bilang, “I like this house. I wanna stay here.”
Sejak mulai belajar bicara pada usia sekitar delapan bulan, Anjali memang selalu kami ajak berbicara dalam Bahasa Inggris. Lalu, pada usia dua tahun, kami memasukkannya ke sebuah preschool berbahasa Inggris di kawasan BSD Tangerang Selatan. Saat kami mulai menyewa rumah ini, Anjali sudah berusia sekitar lima tahun dan masih bersekolah di kindergarten yang juga berpengantar Bahasa Inggris.
Anjali adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakaknya, laki-laki dan perempuan, sudah berkeluarga dan tinggal di rumah masing-masing. Sehingga hanya kami bertiga (saya, istri, dan Anjali) yang tinggal serumah.
Usia Anjali dengan kakaknya yang nomor dua terpaut sekitar 20 tahun. Adalah sebuah keajaiban dan anugerah yang tak terhingga, ketika saya dan istri yang sudah tidak lagi tergolong muda, masih dikaruniai anak. Anak bungsu yang juga sangat disayangi oleh kakak-kakaknya.
Di rumah ini, kami bertiga menempati kamar tidur utama yang cukup besar dengan kamar mandi di dalamnya. Kamar kedua yang berukuran sedang dan berhadap-hadapan dengan kamar utama, kami alokasikan sebagai kamar tamu.
Lalu, kamar ketiga, yang berukuran kurang lebih sama dengan kamar tamu, kami jadikan kamar kerja sekaligus tempat Anjali bermain. Ruangan ini selalu terang benderang karena memiliki jendela besar yang langsung menghadap kebun di halaman depan dan lahan kosong berumput hijau di seberang rumah. Kami menyebutnya kamar depan karena letaknya paling depan.
Anjali minta pindah kamar dan mimpi-mimpi yang melelahkan
Selama sekitar dua bulan menempati rumah kontrakan di Kabupaten Tangerang ini, tidak ada hal-hal aneh yang kami temukan. Tetapi, memasuki bulan ketiga, tiba-tiba saja Anjali minta pindah kamar. Dia tidak mau tidur di kamar utama dan memilih untuk tidur di kamar depan bersama mamanya.
Di kamar depan, kebetulan sudah tersedia kasur yang biasa digunakan Anjali berleha-leha di siang hari. Sayangnya, kasur itu hanya muat untuk dua orang. Tinggallah saya sendiri, menempati kamar tidur utama sendirian di sebuah rumah di Kabupaten Tangerang.
Awalnya saya merasa sangat leluasa, karena bisa berguling-guling seenaknya di atas kasur. Namun, beberapa malam kemudian, saya mulai diganggu dengan mimpi-mimpi aneh yang bikin sangat lelah. Dalam mimpi itu, saya merasa seperti dibawa ke suatu perkebunan yang luas dan sunyi di tengah hutan.
Di kebun tersebut saya berjalan seorang diri. Lalu entah dari mana datangnya, saya merasa seakan ada kekuatan yang luar biasa menekan dan mencoba membenamkan tubuh saya ke dalam tanah hingga membuat saya merasa sangat lemas. Saya merasa seolah-olah tubuh ini tiba-tiba menjadi tidak bertulang. Untungnya, di dalam mimpi itu saya ingat untuk membaca salawat. Setelah membaca salawat sebanyak tiga kali, mimpi itu hilang dan saya pun terbangun dengan tubuh yang sangat lelah.
Semula saya pikir mimpi itu muncul akibat kelelahan di siang hari. Tetapi, setelah pada malam-malam berikutnya saya mengalami mimpi yang sama, saya mulai curiga bahwa ada makhluk tak kasat mata yang mencoba mengganggu saya. Mungkin kejadian seperti yang saya alami itulah yang membuat Anjali tidak mau lagi tidur di kamar utama.
Oleh sebab itu, untuk sementara waktu, saya pindah ke kamar tamu. Dan, di kamar tamu ini, saya bisa tidur nyenyak. Setelah beberapa malam, saya kembali ke kamar utama dan berharap tidak akan diganggu lagi. Harapan saya tidak terwujud, karena mimpi yang sama muncul lagi diikuti kejadian yang membuat saya sangat ketakutan.
Bebunyian di kamar mandi dan penampakan di Kabupaten Tangerang
Malam itu, lagi-lagi saya terbangun akibat gangguan mimpi tersebut. Saya mencoba menenangkan diri di tengah keremangan. Setiap menjelang tidur, saya terbiasa mematikan lampu besar di kamar dan menggantinya dengan lampu remang-remang agar bisa tertidur nyenyak.
Baru saja menenangkan diri selama beberapa menit, tiba-tiba terdengar bunyi-bunyian yang berasal dari kamar mandi. Bunyi gayung beradu dengan ember, bunyi shower yang memancarkan air dan bunyi air menyiram kloset.
Bebunyian itu terdengar cukup lama. Saya yakin itu bukan istri saya yang ada di kamar mandi. Jadi, sejak pindah ke kamar depan, dia lebih suka menggunakan kamar mandi di dekat ruang keluarga. Saya mulai takut, tapi saya mencoba memberanikan diri untuk membuka pintu kamar mandi serta menyalakan lampunya. Bebunyian tadi seketika menghilang, dan tidak saya temukan bekas-bekas kehadiran orang atau makhluk di sana.
Saya periksa seluruh bagian kamar mandi termasuk pojok-pojoknya, untuk mengetahui kemungkinan adanya lubang yang bisa dimasuki binatang, terutama tikus. Tetapi, setelah saya amati berkali-kali, saya tidak menemukan sebuah lubang selain pembuangan air yang tertutup saringan kokoh. Tidak mungkin tikus bisa memasukinya.
Saya kembali merebahkan diri namun tidak berani memejamkan mata. Beberapa saat kemudian saya mendengar lagi bebunyian di tempat yang sama. Namun, ketika mencoba bangkit, saya terkesiap. Seluruh tubuh saya gemetar dan merinding luar biasa. Persis di depan pintu kamar mandi, sesosok makhluk tinggi besar berbulu kecokelatan dengan kedua mata bulat besar memandang ke arah saya.
Dengan sisa keberanian dan tubuh gemetar, saya menyalakan lampu besar sehingga kamar kembali terang. Makhluk menyeramkan itu langsung menghilang.
Pengakuan Anjali tentang penunggu rumah di Kabupaten Tangerang ini
Saya buru-buru kabur menuju ruang keluarga sambil membaca salawat dan doa sebisanya hingga waktu subuh tiba. Saya tidak sampai hati membangunkan istri meskipun ingin sekali. Kalau saya bangunkan dia, gadis kecilnya pun akan ikut terbangun.
Siangnya, pengalaman tersebut saya ceritakan kepada istri. Untuk sementara kami berkesimpulan bahwa makhluk tersebut yang telah mengganggu Anjali, sehingga tidak berani lagi tidur di kamar utama. Ternyata, kesediaan Anjali untuk tinggal di rumah di Kabupaten Tangerang ini tidak menjamin akan bebas dari gangguan makhluk tak kasat mata.
Pelan-pelan kami ajak Anjali bicara, sambil tetap membiarkannya bermain dengan boneka-bonekanya.
“Did you ever see something scary in the main room?” Tanya mamanya.
“I did. I saw the big brown not human with the big eyes,” katanya dengan gayanya yang cuek tanpa memandang ke arah kami. Dia mengaku melihat penampakan sesosok makhluk bertubuh besar dan berwarna cokelat dengan mata yang juga besar. Kata not human adalah istilah yang selalu dia gunakan untuk menyebut sosok makhluk tak kasat mata yang menyeramkan. Jadi, sosok yang dilihat Anjali, adalah sosok yang juga saya lihat.
“It asked me to play together but I was scared,” katanya lagi.
“Coba telepon Mas Habib, deh. Minta tolong supaya dibersihin,” ujar isteri saya. Yang disebut Mas Habib adalah habib muda teman saya yang pernah saya ceritakan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Dia adalah seorang habib yang dianugerahi kemampuan berkomunikasi dengan makhluk gaib. Mas Habib juga sering menyembuhkan orang yang terkena gangguan jin, namun tidak pernah mau menerima bayaran. Dia melakukannya benar-benar lillahi ta’ala.
Namun kali itu, Mas Habib susah sekali dikontak. Ditelepon tak pernah diangkat, dikirimi pesan via WhatsApp pun tidak dibalas. Ternyata yang bersangkutan sedang berada di luar Kabupaten Tangerang untuk keperluan bisnisnya.
The cousins datang berkunjung
Saya masih belum memiliki keberanian untuk kembali tidur di kamar utama. Hanya sesekali di siang hari saya masuk ke kamar untuk sekadar berganti pakaian atau mengambil dan menyimpan laptop.
Malam harinya, lagi-lagi saya tidur di kamar tamu. Kami tidak pernah bercerita kepada orang lain tentang kejadian di rumah kontrakan di Kabupaten Tangerang ini, termasuk kepada saudara-saudara karena khawatir mereka tidak mau berkunjung ke rumah kontrakan di Kabupaten Tangerang ini.
Lalu, pada suatu akhir pekan, kami kedatangan Aldi, adik ipar saya, atau adik bungsu istri bersama tiga anaknya, perempuan semua. Istrinya tidak ikut karena sedang menemani ibunya umrah ke Tanah Suci.
Anaknya yang pertama dan kedua, usianya hanya terpaut setahun-dua tahun dengan Anjali, dan yang paling kecil seumuran. Mereka akan menginap di rumah dan esok harinya berencana mengajak Anjali berenang.
Anjali menjuluki para sepupunya itu dengan sebutan the cousins, dan kedatangan mereka selalu disambutnya dengan gembira. Kebetulan, mereka “satu bahasa”. Kalau mereka berkumpul, yang akan terdengar ramai adalah obrolan cas cis cus dalam Bahasa Inggris seperti anak-anak bule. Padahal, tidak ada yang bertampang bule.
Kedatangan rombongan “sebesar” itu tentunya membuat kami harus berbagi kamar dengan bijaksana. Adik ipar saya, Aldi, dipersilakan untuk tidur di kamar utama bersama anak pertama dan kedua, Chicha dan Lana. Anjali dan sepupunya yang seumuran, Lila, tidur di kamar tamu. Walhasil, setelah sekian lama saya tidak tidur bersama istri saya, malam itu saya bisa tidur berdampingan lagi dengannya di kamar depan.
Makhluk seram itu mengganggu adik ipar saya
Kami tidak perlu khawatir bahwa Anjali akan bercerita tentang gangguan yang kami alami. Selama ini, Anjali tidak pernah bercerita kepada siapa saja tentang pengalaman mistisnya kecuali kepada mama dan papanya. Di luar kami, Anjali hanya bercerita ke Mas Habib yang biasa dipanggilnya Om Habib. Jadi, semestinya, aman-aman saja.
Saya juga mencoba meyakinkan diri dengan berpikir bahwa makhluk menyeramkan itu hanya akan menampakkan diri kepada penghuni rumah kontrakan di Kabupaten Tangerang ini. Walaupun tetap saja, saya tidak bisa mengusir rasa khawatir.
Malam harinya, setelah mengobrol, sekitar pukul 11 malam kami semua masuk ke kamar masing-masing. Di kamar depan, saya dan isteri tidak langsung tidur. Kami melanjutkan obrolan tentang penampakan di kamar utama.
Ternyata istri saya juga mempunyai pengalaman aneh yang baru diungkapkannya pada malam itu. Sejak hari pertama kami pindah, katanya, dia sering melihat bayangan hitam besar yang berusaha menutupi tubuhnya di kamar utama dan di dapur. Terutama pada saat sedang sendirian di ruangan-ruangan tersebut. Mengapa hal itu tidak pernah diceritakannya kepada saya? Karena dia sangat mafhum, suaminya penakut.
Bayangan itu baru menghilang setelah istri saya membaca salawat berkali-kali. Kebiasaan membaca salawat setiap kali merasakan adanya kehadiran makhluk halus, merupakan kebiasaan yang diajarkan Mas Habib kepada kami.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Baru saja kami mau memulai tidur, tiba-tiba terdengar keributan di luar kamar. Suara Aldi dan anak-anaknya yang kemudian mengetuk pintu kamar cukup keras. Saya dan istri langsung keluar, disambut adik ipar saya dan dua anaknya yang tampak ketakutan.
“Bang, Kak,” kata adik ipar saya sambil ngos-ngosan. “Gua nggak mau tidur di kamar lu. Serem.”
Mendengar keributan itu, Anjali dan Lila terbangun. Keduanya lalu bergabung dengan saudara-saudaranya yang sudah terlebih dulu berada di ruang keluarga.
Seperti lumpur
Aldi lalu menjelaskan bahwa dia terbangun gara-gara bunyi-bunyian di kamar mandi. Begitu pandangannya diarahkan ke kamar mandi dalam kondisi masih mengantuk, dilihatnya sesosok makhluk dengan deskripsi yang persis sama dengan makhluk yang pernah dilihat Anjali dan saya.
Dengan rasa takut yang amat sangat, buru-buru dia bangunkan Chicha dan Lana dan mengajak mereka segera ke luar kamar. Kedua anak itu pun mengikuti papanya sambil kebingungan.
Sewaktu mendengarkan penuturan omnya, Anjali tampak tenang. Dia tidak memperlihatkan ekspresi.
“It’s okay,” katanya kepada the cousins.
“It’s over. It’s gone, Let’s go back to sleep over here,” lanjutnya sambil mengajak the cousins untuk melanjutkan tidur di ruang keluarga. Di situ kebetulan ada sofa bed yang cukup besar. Ada bantal-bantal besar di atas permadani yang bisa digelar menjadi kasur. Setelah cas cis cus saling bercerita, mereka tertidur.
Tinggallah kami bertiga melanjutkan obrolan di ruang tamu. Saya menceritakan semuanya.
“Kenapa nggak cerita dari tadi siang sih, Bang, kalau di kamar lu ada hantunya,” ujar Aldi dengan nada kesal.
“Kalau gua cerita, lu kagak bakalan jadi nginep di sini,” kata saya.
“Iya juga sih,” ucapnya. “Gua juga nggak mau nginep di sini lagi. Cepet-cepet pindah rumah lagi deh. Kok kalian pada betah tinggal di rumah serem begini.”
“Nyantai aja, kita bakal pindah lagi ke rumah lama kok kalau udah selesai renovasinya. Tinggal beberapa bulan lagi,” ujar istri saya.
Menurut penglihatan Aldi, makhluk besar menyeramkan itu, tubuhnya dipenuhi lumpur pekat seperti baru keluar dari dalam kubangan.
“Jangan-jangan itu hantu septic tank Bang,” ujar Aldi.
“Sttt. Sembarangan aja lu ngomong,” ucap saya. “Entar dia marah. Mau lu dikasih lihat lagi?”
“Ampun, Baaang,” kata Aldi sambil menelungkupkan kedua telapak tangannya di atas kepala.
Jin bawah tanah yang mencoba berkomunikasi
Setelah Aldi dan anak-anaknya pulang, tentu saja sesudah mereka mengajak Anjali berenang, saya mencoba menghubungi Mas Habib lagi. Alhamdulillah, langsung tersambung. Habib memohon maaf karena tidak sempat membalas WA. Hari itu dia baru saja pulang dari luar Kabupaten Tangerang.
Sempat saya ceritakan panjang lebar semua kejadian yang kami alami melalui telepon. Habib hanya tertawa mendengar penuturan saya.
“Tenang saja, Kang,” katanya. Habib memang selalu menggunakan panggilan Akang kepada saya.
“Makhluk itu nggak berniat jahat. Dia hanya ingin berkomunikasi dengan semua penghuni rumah, terutama Anjali. Bentuknya saja yang menyeramkan.”
“Itu makhluk apa sih sebenarnya Bib?” Tanya saya.
“Jin yang tempat tinggalnya di bawah tanah,” jawabnya.
“Berarti, dia juga yang menghimpit saya di dalam mimpi dan mencoba membenamkan tubuh saya ke dalam tanah?” tanya saya lagi.
“Betul sekali,” ujar habib. “Itu salah satu cara dia berkomunikasi.”
“Kalau dia hanya ingin berkomunikasi dengan penghuni rumah, kenapa dia juga menampakkan diri kepada adik ipar saya?” Lagi-lagi saya bertanya.
“Adik Mbak Lin itu sebenarnya memiliki kepekaan batin yang tidak disadarinya. Jadi makhluk jin tersebut mencoba menjadikan adik Mbak Lin sebagai jembatan komunikasi dengan Akang sekeluarga.” Mbak Lin adalah panggilan Mas Habib kepada istri saya.
“Bukan hanya jin itu yang ada di rumah Akang,” lanjutnya.
“Memang ada lagi yang lainnya?”
“Banyak,” katanya.
“Semuanya ingin berkomunikasi dengan Anjali. Bahkan ada yang datang atas undangan Anjali.”
Mas Habib kemudian berjanji akan datang ke rumah kami, malam esoknya, untuk melakukan “pembersihan”.
Mas Habib melakukan operasi pembersihan di rumah
Pada malam yang dijanjikan, Mas Habib tiba ke rumah kontrakan kami di Kabupaten Tangerang. Setelah berbincang-bincang sejenak, dia meminta izin untuk memeriksa seluruh bagian dalam rumah. Saya mengikutinya dari belakang.
Tempat yang pertama kali dilihat adalah wilayah dapur, kemudian kamar tidur utama, kamar depan, lalu berhenti sebentar di ruang keluarga. Setelah itu, dia mengajak saya ke luar rumah.
Tidak ada ritual aneh yang dia lakukan seperti yang sering dipertontonkan “orang-orang pintar” di layar TV ketika sedang mengusir hantu. Dia hanya menggerak-gerakkan kedua telapak tangan dan jari-jarinya di tempat-tempat tertentu, sambil sesekali mengajak saya mengobrol.
Obrolan yang terkadang tak ada kaitannya dengan apa yang sedang dia lakukan. Tapi saya tahu bahwa pada saat itu sebenarnya dia sedang berkomunikasi dengan makhluk-makhluk tak kasat mata, dengan bahasa batin dan bahasa isyarat yang mereka pahami.
Setelah itu Mas Habib mengajak saya untuk melakukan perjalanan mengelilingi rumah. Kami berjalan perlahan di lahan-lahan kosong, sementara Mas Habib terus menggerak-gerakkan kedua telapak tangan dan jari-jarinya tanpa henti. Ada sekitar 30 menit kami mengitari rumah.
Mas Habib memastikan kami aman
“Kang, meskipun penerangan lampu jalan cukup terang, ada baiknya Akang memasang lampu tambahan di sekeliling rumah,” ujarnya.
Lalu, dia menjelaskan bahwa ruang kosong yang menghubungkan kamar mandi dengan kamar utama adalah pintu energi tempat jin bawah tanah itu muncul. Jin tersebut tidak mungkin diusir karena di situlah tempat tinggalnya selama ribuan tahun.
Dia muncul dan memperlihatkan diri sekadar untuk memberitahu bahwa dia tinggal di situ serta minta untuk tidak diganggu. Sama sekali tidak ada maksud jahat. Dan, dia sudah berjanji tidak akan menampakkan diri lagi.
“Lalu, bagaimana dengan yang lain-lainnya?” Tanya saya.
“Sebagian sudah saya pindahkan ke tempat yang jauh dari Kabupaten Tangerang. Sebagian lagi saya suruh untuk tinggal di luar rumah, biar ngumpul sama teman-temannya di situ,” jelasnya sambil menunjuk ke arah lahan kosong di seberang rumah.
“Tapi rumah ini sudah bersih. Sudah saya pagari. Mereka tidak akan bisa masuk lagi ke dalam rumah, kecuali diundang oleh Anjali,” ujarnya lagi sambil tersenyum.
“Kenapa nggak diusir aja semuanya Bib. Pindahin aja ke tempat yang jauh,” kata saya.
“Nggak semua bisa saya pindahkan, karena sebagian mereka itu adalah teman-temannya Anjali,” ucap habib.
“Seperti yang sudah sering saya sampaikan, Akang dan Mbak Lin harus mulai membiasakan diri dengan bakat indigo yang dimiliki Anjali, sehingga tidak akan panik lagi jika mengalami hal-hal supranatural seperti yang sudah sering kalian rasakan.” Begitu nasehat Mas Habib.
Ternyata, “teror” di Kabupaten Tangerang ini belum berakhir
Operasi pembersihan yang dilakukan Mas Habib membuahkan hasil. Malam itu juga, setelah Mas Habib pulang, Anjali mengajak mamanya pindah lagi ke kamar tidur utama. Kami bertiga kembali tidur di situ tanpa gangguan. Saya bisa tidur nyenyak tanpa diganggu mimpi-mimpi yang melelahkan dan tidak ada lagi bunyi-bunyian dari kamar mandi.
Tapi itu bukan akhir dari segalanya. Pada hari-hari tertentu, terutama petang menjelang Magrib, saat mengaso di kursi teras, saya sering melihat penampakan seorang anak bule, laki-laki. Usianya kira-kira sama seperti Anjali. Anak itu berlari-larian di lahan kosong di seberang rumah, tanpa ada yang menemani.
Sesekali dia melihat ke arah saya, lalu melambaikan tangan dan tersenyum. Saya pun membalasnya dengan lambaian tangan dan senyuman. Dia tampak bahagia setiap kali saya membalas sapaannya.
Semula, saya pikir, itu adalah anak bule tetangga kami. Tetapi, kenapa dibiarkan bermain sendirian di situ, di sore hari pula. Di lahan kosong yang rerumputannya sudah mulai tebal menyerupai ilalang. Selain itu, rasanya kami tidak memiliki tetangga bule.
Ternyata, penampakan anak bule itu merupakan lanjutan dari petualangan mistis kami. Cerita yang akan saya tuliskan di lain kesempatan.
Penulis: Billy Soemawisastra
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Darah Mengalir di Pondok Pesantren AS dan pengalaman mendebarkan lainnya di rubrik MALAM JUMAT.