Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Malam Jumat

Penjual Es Buah dengan Pesugihan Anjing Hitam di Samping Kios

Moddie Alvianto W. oleh Moddie Alvianto W.
7 Juli 2023
A A
Penjual Es Buah dengan Pesugihan Anjing Hitam di Samping Kios MOJOK.CO

ilustrasi Penjual Es Buah dengan Pesugihan Anjing Hitam di Samping Kios

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Usaha es buah Bu Silah melesat dengan kecepatan yang janggal. Gosip pesugihan anjing lantas santer terdengar di desa saya.

Awalnya hanya sebuah kios kecil di depan rumah. Kecil sekali, dengan satu blender yang baru mereka beli. Keluarga itu memulai usaha es buah dengan modal seadanya. Konon, mereka harus menggadai BPKB motor sebagai modalnya. Beberapa bulan kemudian, mereka mencapai keberhasilan yang agak janggal. Ketika geraman anjing mulai sering terdengar di sekitar rumah.

Keluarga itu sudah menempati rumah kontrakan di dekat gapura desa sejak lama. Bahkan mereka termasuk salah satu pendatang yang masuk kali pertama ke desa saya. Kalau tidak salah ingat, mereka masuk ke desa saya pada awal 1998. Ketika reformasi di Indonesia mulai menyala. Kalau tidak salah, keluarga itu berasal Klaten. Namun, sebenarnya, kami tidak ada yang benar-benar tahu.

Sebagai salah satu pendatang awal di desa saya, keluarga mereka sudah dianggap sebagai “warga senior”. Dua anak mereka, Angga dan Nina, menjadi dekat dengan saya. Maklum, kami seumuran. Kedua anak ini, terutama Angga, membantu bapaknya yang sejak dulu menjadi buruh tani.

Nah, sang ibu, Bu Silah, adalah ibu rumah tangga biasa. Untuk membantu keuangan keluarga, Bu Silah dibantu Nina menjalankan usaha es buah di depan kontrakan. Awalnya, es buah tersebut tidak bisa dibilang ramai. Maklum, orang desa tidak terlalu menggemari es buah. Kalau jualan teh poci gula batu dan gorengan mungkin malah sukses.

Kondisi keuangan dan seekor anjing yang lucu

Mereka berada di bawah garis kemiskinan. Setidaknya di atas kertas catatan dari kecamatan yang berisi daftar keluarga penerima bantuan. Meski serba pas-pasan, keluarga itu memelihara seekor anjing berwarna hitam. Mereka tidak memberinya nama. Namun, yang pasti, ia anjing yang lucu dengan mata berwarna putih kehijau-hijauan. 

Kami, di desa, memanggilnya: “Njing”. Sebuah panggilan yang bisa kamu artikan sebagai makian. Makanya, kami malah menyukainya.

Mengharapkan penghasilan sebagai buruh tani untuk mengangkat keluarga dari garis kemiskinan tentu agak naif. Usaha es buah pun hanya sebatas penyambung agar hari ini bisa membeli tabung gas 3 kiloan dan bayar listrik. Kondisi itu yang memaksa Angga tak lanjut ke bangku kuliah. Nina, tamatan SMP yang untungnya, menjadi anak yang rajin dan sangat menurut kepada ibunya.

Sebenarnya, kondisi keluarga es buah itu nggak jauh berbeda dengan kondisi warga di desa saya. Banyak yang masih di bawah garis kemiskinan dan menganggap BLT yang nggak seberapa itu sebagai berkah dari langit. Sebuah kondisi yang membuat saya sangat bersyukur. Bapak saya masih sanggup mengantar saya ke bangku kuliah dan kini bekerja dengan lingkungan yang jauh dari kata “beracun”.

Oya, si “Njing” anjing tadi hidup dalam nuansa yang sebetulnya menyenangkan. Ia makan sisa-sisa nasi yang “diulet” dengan remukan telur rebus. Keluarga itu memeluk agama Islam. Namun, mereka sayang ke si “Njing” anjing tadi. Pada awalnya itu pemandangan yang janggal. Tapi, lambat laun, kami terbiasa juga.

Perubahan drastis di kios es buah dan menghilangnya si anjing

Kalau tidak saya mencatat, kios es buah Bu Silah hanya ramai di dua minggu awal. Setelah itu, sepi. Suara blender untuk “memasak” minuman sasetan juga sudah jarang terdengar. Mungkin, anak-anak di desa terlalu patuh kepada larangan untuk nggak jajan sembarangan yang pernah tenar dengan sebutan, “Es terooos….”

Dua bulan setelah membuka kios es buah, Bu Silah sudah mulai jarang terlihat di kiosnya. Hanya Nina yang setia menunggu sambil memandang hamparan sawah hijau yang digarap bapaknya. Mungkin, dia sedang membayangkan sawah subur itu milik bapaknya. Kelak, ketika panen, dia bisa membeli ponsel seperti kawan-kawan sepermainannya.

Masuk bulan ketiga, secara tiba-tiba, suara blender rutin terdengar, dari pagi sampai petang. Sementara itu, kios es buah Bu Silah tak pernah sepi. Bahkan deretan motor yang parkir kini tertata rapi. Seakan-akan ada tukang parkir yang merapikan kendaraan para pelanggan.

Bagaimana bisa, tidak sampai satu bulan kemudian, kios menyedihkan itu menjadi ramai? Tepat pada saat itu juga, si “Njing” anjing menghilang. Nina sedih sekali ketika menceritakan kejadian itu kepada saya. Angga, bersikap biasa saja. Dia memprediksi si “Njing” anjing pergi ke desa sebelah demi mendapatkan makanan yang lebih layak untuk anjing seusianya.

Iklan

Suara anjing menggeram di dekat kios es buah

Selepas kios es buah menjadi sangat ramai, Bu Silah masih jarang terlihat berada di kiosnya. Makanya, Angga, yang awalnya membantu sang bapak, kini mendampingi Nina di kios. Oya, kios kecil itu kini sudah lebih besar. Bahkan, si bapak menggabungkan dua kios menjadi satu untuk memberi tempat yang lebih luas kepada buah-buah yang menjadi bahan jualan.

Bu Silah sendiri hanya sesekali terlihat menengok kiosnya. Biasanya, dia terlihat di ujung sore menjelang petang. Kadang, dia hanya keluar ketika matahari sudah benar-benar tenggelam. Dia membantu Nina membersihkan sampah sisa-sisa jualan yang kini semakin menumpuk.

Malam harinya, keluarga itu tidak pernah lagi keluar dari rumah. Si bapak sudah jarang datang ke arisan RT, apalagi ronda. Sementara itu, Angga, yang kadang ikut saya menghabiskan waktu di angkringan dekat lapangan, tak kelihatan juga batang hidungnya. Kalau Nina sendiri sudah sejak lama jarang pergi main di malam hari. Sebuah kebiasaan yang sebetulnya agak saya sesalkan.

Satu kejanggalan terjadi ketika para pemuda mengitari desa untuk mengambil jimpitan berupa uang receh ketika meronda. Jadi, setiap melintas di depan kios es buah itu, suara geraman anjing selalu terdengar. Selalu! Artinya, para pemuda selalu mendengar geraman anjing. Salah satunya saya sendiri yang mendapat jadwal ronda setiap Sabtu malam.

Karena terlalu sering mendengar suara geraman anjing di dekat kios es buah, sebagai warga yang baik, kami melaporkannya ke pemilik kios. Namun, si bapak justru menghardik kami. Dia menyuruh kami untuk tidak mengurusi hal-hal absurd mengingat si “Njing” sudah lama menghilang.

Satu pemandangan ganjil terjadi malam itu. Ketika si bapak menghardik kami, Bu Silah terlihat mengintip dari jendela di samping pintu rumah. Kami bisa melihat dengan jelas matanya yang seputih marmer dengan semburat warna hijau. Namun, malam itu, tidak ada suara geraman anjing terdengar.

Gosip yang menyebar dengan cepat

Hiburan bagi orang desa itu terbatas. Antara ngobrol sampai bosan di pos ronda atau angkringan dekat lapangan desa. Yang paling ramai, kayaknya, hanya ketika ada pasar malam. Ini sebuah kondisi yang ideal bagi menyebarnya gosip-gosip murahan dan biasanya jauh dari kebenaran. Namun, kala itu, gosip soal “es buah dan pesugihan anjing” terdengar sangat dekat dengan kebenaran.

Sebenarnya, orang-orang desa tidak terlalu memusingkan soal pesugihan. Asal tidak merugikan atau mengganggu warga tentu saja. Mereka sudah lelah dengan kemiskinan dan memilih bersenang-senang dengan cara sendiri di kala malam untuk melupakan segala kesulitan. Namun, sekali lagi, penampakan Bu Silah malam itu sungguh sayang kalau tidak menjadi gosip terbaru. Ya karena itu hal baru di desa kami.

Sejauh yang saya tahu, gosip ini sudah menyebar sampai ke desa sebelah. Maklum, sejak kios es buah Bu Silah menjadi “viral”, konsumen mereka datang dari desa-desa sebelah. Justru malah lebih banyak orang luar desa yang jajan di sana. Anehnya, semakin besar kios es buah itu, justru semakin ramai dan tidak ada lagi yang peduli. Asal enak dan murah, orang desa memang nggak akan terlalu menjadikannya masalah.

Akhir sebuah cerita

Kalau kamu membayangkan ini cerita horor di mana tumbal pesugihan mati mengenaskan, maka kamu sangat salah. Ini adalah salah satu kenyataan di desa, ketika warganya hidup di bawah garis kemiskinan. Betapa kemiskinan meniadakan akses informasi dan mendorong manusia ke tepi jurang kepasrahan.

Ketika tulisan ini tayang, berarti keluarga itu sudah pindah dari desa. Iya, belum lama ini, mereka membeli sebuah ruko di kota. Mereka akan tinggal di sana, sekaligus melanjutkan usaha es buah. Saya tidak tahu apakah pesugihan “anjing hitam” itu masih mereka bawa juga. Yang pasti, suara geraman anjing masih terdengar di kala malam, di dekat bekas kios legendaris itu.

Saya hanya khawatir, apa yang terjadi ketika si “Njing anjing” itu lapar dan memutuskan bahwa warga desa adalah makanan yang terlalu nikmat untuk dilewatkan? Itu saja.

Catatan dari narasumber: Saya tidak mendapatkan izin untuk menuliskan nama si bapak, nama desa, dan nama kios es buah. Demi keamanan, saya mematuhi larangan tersebut.

Penulis: Moddie Alvianto W.

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Anjing Bapak dan kisah menegangkan lainnya di rubrik ESAI.

Terakhir diperbarui pada 7 Juli 2023 oleh

Tags: Anjingburuh tanidesa miskines buahkemiskinanpesugihan
Moddie Alvianto W.

Moddie Alvianto W.

Analis di RKI. Tinggal di Yogyakarta.

Artikel Terkait

Raya, bocah asal Sukabumi yang meninggal karena cacing gelang. Sempat ditolong rumah teduh. MOJOK.CO
Catatan

Pesan Raya dari Surga: Jangan Pernah Hilang Empati terhadap “Orang Miskin” karena Pemerintah Mengabaikanmu

23 Agustus 2025
Upaya Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, entaskan kemiskinan di Jateng MOJOK.CO
Kilas

Target Gubernur: Tak Ada Warga Jawa Tengah yang Terbelenggu Kemiskinan Bertahun-tahun

24 Juli 2025
5 Trik Kotor Penjual Es Buah Demi Untung Besar yang Merugikan dan Mengancam Kesehatan Pembeli Mojok.co
Pojokan

5 Dosa Nggak Termaafkan Penjual Es Buah yang Wajib Diketahui Pembeli

10 Juli 2025
kemiskinan orang miskin dilarang punya anak banyak mojok.co
Mendalam

Kemiskinan Membunuhmu, Pemerintah Mengabaikanmu

8 Juli 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.