MOJOK.CO – Istri Karjo tiga hari ini tidak bisa tidur tenang. Selalu ada suara decit ayunan di teras rumah. Kayak ada seseorang yang sedang main ayunan tiap malam.
Karena suhu cuaca belakangan ini sering panas di dalam rumah kalau malam, istri Karjo akhirnya lebih memilih tidur di ruang tamu. Lumayan lebih dingin di ruang tamu soalnya ketimbang di dalam kamar.
Sudah seminggu istri Karjo tidur di ruang tamu. Sedangkan Karjo tetap memilih tidur di kamar. Karena Karjo kalau tidur memang ngebo. Jangankan karena panas kamar, ada gempa tsunami juga Karjo nggak bakal bangun juga kecuali tubuhnya tersenggol secara langsung.
Kebetulan, di depan ruang tamu, keluarga Karjo punya ayunan besar yang terbuat dari kayu dan di taruh di teras rumah. Persis ditaruh di depan ruang tamu.
Dulu ayunan itu memang sering digunakan. Waktu awal-awal beli. Untuk leyeh-leyeh setelah kerja atau ngobrol ngalor ngidul—sesekali untuk menerima tamu juga, tapi sudah berbulan-bulan ayunan tersebut jarang dipakai.
Karena tak pernah dipakai, besi pengait ayunannya agak berkarat. Mungkin kurang pelumas, sehingga kalau ayunan tersebut goyang, akan muncul suara gesekan besi ketemu besi… “ngeeek, ngeek”.
Nah, suatu malam, tak tahu karena alasan apa, istri Karjo tiba-tiba bangun dari tidurnya lalu pindah ke kamar sekitar jam 2 dini hari. Karjo bangun agak terkejut karena mendadak ada ndusel-ndusel punggungnya.
“Apaan sih, Buuu,” protes Karjo.
Istri Karjo tak menjawab apa-apa, lalu melanjutkan tidurnya.
“Tumben, pindah ke kamar,” kata Karjo.
“Itu lho, ada suara ayunan tuh di ruang tamu. Serem iih,” kata istri Karjo.
Mendengar itu, apakah Karjo peduli? Tentu saja tidak.
Ah, paling juga kena terpaan angin, batin Karjo.
“Ooh,” kata Karjo, lalu balik tidur lagi.
Malam berikutnya, seperti itu lagi. Tiba-tiba istri Karjo pindah ke kamar. Kali ini Karjo jadi penasaran.
“Ayunannya bunyi lagi, Bu?” tanya Karjo.
“Iya tuh,” kata istri Karjo.
Sayangnya, karena kantuk begitu berat Karjo memilih tidur lagi.
Sampai kemudian malam ketiga. Istri Karjo melakukan hal yang sama.
“Kalau takut gitu, kenapa nggak sekalian tidur di kamar aja sih, Bu?” tanya Karjo.
“Di kamar panas, Yah,” kata istri Karjo.
“Lah, nyatanya sekarang betah-betah aja tuh tidur di kamar?” tanya Karjo lagi.
“Lah, itu bunyi lagi ayunannya,” kata istri Karjo.
Merasa ada yang tak beres, Karjo coba mengecek ke ruang tamu. Apa benar ada suara ayunan seperti yang ditakutkan istrinya?
Begitu masuk ruang tamu, keadaan sunyi. Tak ada suara apa-apa. Meskipun rumah sendiri, ternyata nyali Karjo kecil juga. Belum ada apa-apa, dirinya sudah gentar duluan membayangkan macam-macam.
Merasa sudah yakin nggak ada bunyi macam-macam, tiba-tiba…
“Ngeeek, ngeeek, ngeeek.”
Muncul suara lumayan kencang dari arah teras rumah. Karjo yang dari tadi sudah siap balik ke kamar dan nyalinya kecil, langsung ngacir.
“Waduh, iya, Bu. Beneran ada suaranya,” kata Karjo.
Istri Karjo yang sebenarnya udah siap melanjutkan tidur jadi langsung bangun.
“Tuh, kan. Ayah sih nggak percaya,” kata istri Karjo.
“Nggak dicek, Yah?” tanya istri Karjo.
“Nggak ah, takut. Besok pagi aja,” kata Karjo.
“Ealah, udah bapak-bapak gitu takut juga sama begituan,” kata istri Karjo.
Karjo tak mau membalas nyinyiran istrinya. Mata sudah tinggal 5 watt gini, mending tidur saja, batin Karjo sambil bersikap masa bodoh.
Pagi harinya, Karjo memberi sedikit pelumas pada besi pengait ayunan. Berharap suara decit ayunan jadi nggak kedengeran lagi.
Anehnya, malam harinya, istri Karjo balik lagi ke kamar. Tentu saja Karjo yang terganggu tidurnya jadi sebel sendiri.
“Apaan lagi sih, Bu. Kan udah nggak mungkin bunyi lagi,” kata Karjo.
Kali ini istri Karjo tak menjawab langsung. Bantal langsung dipakai untuk menutupi kepalanya.
“Bu? Bu? Jangan aneh-aneh gitu ah. Bikin ayah ikutan takut aja sih,” kata Karjo.
Pelan-pelan Karjo menarik bantal dari muka istrinya.
“Bayangan ayunannya bergerak yah. Goyang-goyang,” kata istri Karjo, masih dengan wajah ketakutan.
Jadi, kalau istri Karjo mau tidur ruang tamu memang selalu dimatikan lampunya. Kebetulan, bayangan lampu dari teras menyorot lewat ventilasi atas di ruang tamu. Nah dari sana akan terlihat bayangan ayunan.
Malam itu, bayangan itu bergerak-gerak. Meski tak ada suara, gerakan ayunan itu tentu terlihat dari langit-langit ruang tamu.
“Suaranya sih udah nggak ada, Yah, tapi bayangan ayunannya gerak-gerak,” kata istri Karjo tebata-bata.
Merasa penasaran setengah mati, Karjo pun memberanikan diri untuk mengecek perkataan istrinya. Tapi, tentu saja tak sendiri, tapi ngajak temen…
“Ayo, Bu. Ikut ayah,” kata Karjo.
“Ikut ke mana?” tanya istri Karjo.
“Ya ke depan. Ngecek teras. Ngecek ayunannya,” kata Karjo.
“Lah, ayah ini kan cowok. Masak gitu aja nggak berani?” kata istri Karjo.
“Heh, Bu! Perkara kayak gini tu nggak ada urusannya sama otot. Ayo to, temenin ayah,” kata Karjo.
Karena merasa penasaran juga, istri Karjo pun ikutan. Cuma tetep ngintil di belakang Karjo.
Karjo berjalan pelan-pelan menuju ruang tamu. Keadaan masih gelap, hanya ada berkas cahaya lampu dari teras rumah. Bayangan ayunan pun tidak bergerak. Diam di tempat.
“Nggak gerak itu, Bu?” tanya Karjo.
“Ya sekarang. Tadi gerak beneran kok, Yah,” protes istri Karjo.
Karjo mencoba berpikir positif sambil jalan pelan-pelan menuju korden kaca ruang tamu. Dari sana, Karjo nanti akan bisa tahu, apa yang bikin ayunannya di tiga mala mini selalu bergerak. Saat masih umak-umik mendekat tiba-tiba muncul suara dari belakang…
“Jangan-jangan ada kuntilanak main di ayunan kita, Yah?” tanya istri Karjo.
Karjo langsung berhenti bergerak. Lalu menengok ke belakang dengan wajah emosi.
“Weladalah. Kamu itu gimana to, Bu? Malah mikir yang nggak-nggak. Jangan bikin takut to. Ayah ini udah berusaha mikir positif, kamunya malah kayak gitu,” kata Karjo.
“Oh, iya, iya. Maaf, Yah. Lah ya gimana, kan ya nggak mungkin kalau genderuwo mainan ayunan,” kata istri Karjo pelan-pelan.
Kali ini Karjo makin melihat dengan tajam ke mata istrinya.
“Bu. Plis. Ini situasinya udah serem. Jangan malah kamu tambah-tambahin jadi gitu. Tadi kuntilanak, sekarang genderuwo. Makin bikin horor aja ibu ni,” kata Karjo hampir mutung.
“Iya, iya, Yah. Maaf. Maaf,” kata istri Karjo kali ini minta maaf betulan.
Dengan mengumpulkan keberanian yang tersisa, Karjo sudah sampai di jendela ruang tamu. Korden dibukanya pelan-pelan. Dengan mata terbelalak, Karjo hanya berteriak…
“Astagfirullah, astagfirullah,” teriak Karjo.
“Kenapa, Yah? Ada apa, Yah?” tanya istri Karjo yang kaget mendengar Karjo mengucap istigfar.
Karjo tak langsung menjawab.
“Apaan sih, Yah?” tanya istri Karjo.
“…jebul kucing nangkring, Buuuu, Buuu….”
Istri Karjo cuma tertegun. Merasa sudah dikerjai kucing kampung yang tidur di ayunan keluarganya.
Dalam perjalanan Karjo menuju kamar, terdengar suara teriakan lagi dari dalam kamar…
“Oalah, kucing kowasu. Gawe geger wae, Suuu, Suuu.”
*) Diolah dari kisah nyata.
BACA JUGAÂ KISAH JENAZAH MAKAN SATE DI MALL BEKAS RUMAH SAKIT atau tulisan rubrik MALAM JUMAT lainnya.